Siapa bilang di Jakarta tidak memiliki wisata hutan? Pendapat ini sangat keliru, setelah mengetahui bahwa Ibu Kota Indonesia ini memiliki wisata hutan yang tidak kalah menawan. Yaitu wisata hutan bakau, atau biasa disebut hutan mangrove yang terdapat di bagian utara Jakarta. Tempat ini tepat dijadikan sebagai destinasi alternatif bagi mereka yang sudah bosan wisata mall dengan segala bentuk metropolisnya. Tidak terkecuali bagi eksekutif asuransi, tempat ini cukup menjanjikan sebagai tempat pelarian dari kebisingan kota. Dan hebatnya, ada beberapa kelebihan serta keunikan mangrove yang cukup menarik untuk diketahui.
Hutan Mangrove merupakan bagian dari ekosistem di pesisir laut yang dihuni oleh berbagai macam jenis tumbuhan bakau. Ekosistem ini boleh dibilang hidup di wilayah memiliki risiko dengan mengalami kondisi pasang surutnya air laut. Ekosistem ini akan melalui kondisi ekstrim, seperti saat panas kering, penuh lumpur, hingga kadar garam tinggi yang dapat membunuh tanaman biasa dalam waktu tidak lama. Keberadaan hutan mangrove ternyata juga dapat dijadikan sebagai kawasan pariwisata.
Di Jakarta, di antara tempat favorit menikmati sensasi mangrove ini adalah di kawasan Agrowisata Kapuk Muara atau di Taman Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk (PIK). Di tempat ini pengunjung dapat menikmati hijaunya kawasan hutan bakau yang masih sejuk dan asri, dan cocok menjadi tempat ‘pelarian diri’ dari sumpeknya suasana dan udara Jakarta. Selain mendapatkan asupan oksigen yang masih bersih, tempat ini juga layak dijadikan hunting foto untuk preweding ataupun sekadar upload di sosial media. Selain itu, pengunjung dapat menyusuri rimbunnya kawasan mangrove dengan perahu, wisata menanam mangrove, main kano, ataupun main sepeda air yang berada di kawasan PIK.
Bagi sebagian pegiat asuransi, ternyata hutan mangrove bukanlah sesuatu yang asing lagi. Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Asosisasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody AS Dalimunthe yang merasakan layaknya bernostalgia dengan keberadaan ekosistem mangrove di Jakarta. Pasalnya, pria kelahiran 1973 itu merupakan alumni Fakultas Perikanan, Universitas Brawijaya sekitar 25 tahun lalu. Jadi saat itu dirinya sudah familiar dengan suasana pesisir pantai.
Beberapa waktu lalu, bersama Dody, Media Asuransi berkesempatan mengunjungi salah satu lokasi agrowisata hutan mangrove di Utara Jakarta, yakni Agrowisata Kapuk Muara. Dalam perbincangan kami, dia menjelaskan bahwa Jakarta itu memang butuh banyak tempat wisata. Di luar negeri, banyak ditemukan obyek wisata yang bagus berada di tengah kota besar. Baik itu berbentuk taman kota, maupun tanaman-tanaman yang hidup di pinggir laut. Di Jakarta ini, wisata pinggir laut yang dikenal itu hanya Ancol, itupun pantainya tidak sebersih seperti pantai-pantai di tempat lain. “Jadi, memang dibutuhkan tempat-tempat wisata alternatif. Hutan mangrove beserta keasriannya sangat layak untuk dijadikan tempat refreshing, melepaskan kepenatan, terutama bagi para eksekutif yang intensitas kesibukannya sangat besar,” ungkapnya.
Di saat duduk santai, kami melihat pasangan yang tengah sibuk berfoto-foto, dari pakaiannya kami yakin itu sedang sesi foto preweding. Dody mengisyaratkan atas kegiatan mereka, bahwa hutan mangrove ini juga tempat alternatif sebagai lokasi foto pra nikah. Selain itu, lanjut Dody, tempat ini juga cocok sebagai lokasi outbond atau outing bagi perusahaan-perusahaan yang ingin menggelar acara gathering bersama karyawannya. “Bahkan tidak mustahil juga, jika ekspolarasi hutan mangrove ini sudah maksimal dilakukan oleh pihak terkait, di lokasi ini juga bisa digelar rapat-rapat bagi instansi-instansi baik pemerintahan ataupun swasta di Jakarta dan sekitarnya,” katanya.
Dody mengaku, kalau terkadang dirinya berpikir bahwa selama ini acara-acara AAUI yang biasa dilakukan secara indoor, sesekali bisa digelar di area outdoor seperti di Hutan Mangrove ini. “Tentu saja alternatif ini setelah melihat lokasinya yang kondusif, adem, dan cocok untuk suasana kumpul-kumpul. Bahkan, lanjutnya, selain sebagai lokasi untuk membina kekompakan, tempat ini juga dapat digelar sebagai tempat untuk meningkatkan adrenalin. Tapi dengan syarat, fasilitasnya disediakan terlebih dahulu,” paparnya.
Di samping itu, lanjut dia, hutan mangrove ini dapat digunakan sebagai mitigasi risiko, yang manfaatnya dapat dirasakan oleh anak cucu kita. Dody mengajak pegiat asuransi, baik dari level eksekutif hingga ke agency dan tenaga pemasar, agar melestarikan dan memanfaatkan keindahan hutan mangrove ini. Jika ada program untuk kumpul-kumpul, baik sifatnya edukasi maupun gathering lainnya, dapat memanfaatkan suasana alam hutan pinggir pantai ini. Pikiran kreatif itu akan terbuka jika sudah melihat alam dan kerindangan pepohonannya. “Daripada hanya menikmati suasana indoor dengan suasana kursi, meja, serta tembok kiri dan kanan. Bagi perusahaan asuransi silakan dicoba,” tandasnya.
Pandangan berbeda terkait tanaman Mangrove ini datang dari Deputi Komisioner Pengawas IKNB OJK Moch Ihsanuddin. Menurutnya, selain keindahan dan kerindangannya, aktivitas menanam mangrove ini juga memiliki kelebihan tersendiri. Bahkan, menanam mangrove itu menurutnya juga ada nilai spritualnya.
Sebagaimana kebiasaan Ihsanuddin dalam berkomentar atau saat memberikan keynote speech yang memiliki nilai agamis, wisata menanam pohon ini membawanya mengutip dalam sebuah Hadits Nabi yang berbunyi, “Tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya, dan yang dicuri akan menjadi sedekah. Apa saja yang dimakan oleh binatang buas darinya, maka sesuatu (yang dimakan) itu akan menjadi sedekah baginya. Apapun yang dimakan oleh burung darinya, maka hal itu akan menjadi sedekah baginya. Tak ada seorangpun yang mengurangi, kecuali itu akan menjadi sedekah baginya”. (HR. Muslim).
Selama ini, katanya, wisata pinggir laut yang banyak dilakukan hanyalah didominasi daerah-daerah elite saja. (Sambil melirik ke arah PIK). “Padahal mengunjungi suasan hutan mangrove ini juga tidak kalah serunya. Dari berwisata dan menjaga kelestarian hutan mangrove ini, tentu juga mendukung program pemerintah di bidang kementerian kelautan dan perikanan,” ungkapnya beberapa waktu lalu di Pluit.
Soal kelebihan tumbuhan mangrove ini, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi (STMA) Trisakti Ariyanti Suliyanto mengungkapkan bahwa tanaman ini memiliki banyak manfaat. Hal itu disampaikan saat acara Pengabdian Masyarakat Penanaman Mangrove di kawasan Ekowisata Muara Angke yang digelar oleh STMA Trisakti pada 28 Agustus. “Kalau dipelajari dari sifat dan bentuk tanaman mangrove ini, ditemukan banyak manfaat dari setiap bagiannya. Misalnya, akarnya yang berbentuk unik tersebut berguna untuk menangkal arus air yang naik ke darat. Pohonnya menjadi sarang burung dan binatang liar dengan habitatnya masing-masing,” ujarnya.
Oksigen yang dihasilkan oleh mangrove, kata Ariyanti, lebih banyak ketimbang tanaman darat lainnya. Makanya jika siang hari berada di tengah hutan mangrove akan terasa sangat nyaman dengan suasana teduhnya. “Tanaman ini juga mencegah polusi udara. Saya mengusulkan agar pengelola hutan ini dapat bekerjasama dengan Dinas Pariwisata untuk mengeksplorasi kawasan hutan mangrove ini dapat dijadikan obyek wisata di Ibukota,” ungkap Ariyanti kepada Media Asuransi sambil menikmati suasana rindangnya hutan bakau.
Di saat berbincang santai dengan Ariyanti, tiba-tiba segerombolan kera datang bergelayutan di antara pepohonan. Dengan suara-suara khasnya, ternyata binatang liar jenis primata tersebut tengah mengintai makanan-makanan yang sedari tadi berada di sekitar tempat kami duduk-duduk santai. Ariyanti melanjutkan pernyataannya bahwa keberadaan mangrove juga menciptakan habitat-habitat baru seperti burung, ikan, dan binatang liar lainnya.
Perhatian Ariyanti terhadap mangrove ini terinspirasi dari penelitian yang dilakukannya dua tahun silam tentang lingkungan hidup. “Saya berharap ekosistem mangrove ini dapat dilestarikan secara merata di pesisir-pesisir kepulauan di Indonesia. Kita lihat betapa indahnya ekosistem mangrove di Raja Ampat, Papua, yang begitu apiknya. Bahkan ada yang berwarna toska karena pengaruh pasir putih di bibir pantai, sehingga berimbas pada warna tanaman pesisir pantai secara alamiah,” ujarnya. B. Firman
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News