Dusun Sirap, Desa Kelurahan, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah dengan ketinggian sekitar 800 meter di atas permukaan laut (mdpl). Luasnya kurang lebih 45 hektare (ha) yang berada di lereng Gunung Kelir, dengan ketinggian lahan 800-1.200 mdpl. Cocok untuk budi daya kopi robusta, yang memang menjadi komoditas unggulan Dusun Sirap.
Saat memasuki dusun ini, pengunjung akan melewati gerbang dengan tulisan ‘Wisata Edukasi Kopi & Budaya’. Hari itu Minggu, tanggal 8 September 2019, merupakan acara panen raya kopi dan peresmian Doesoen Kopi Sirap. Bukan hanya kami, rombongan wartawan dan influencer (bloger dan youtuber) dari Jakarta dan Semarang yang datang, melainkan wisatawan dari berbagai daerah, khususnya Semarang dan sekitarnya. Dusun ini telah berkembang dari semata penghasil kopi sebagai komoditas perkebunan, kini telah menjelma jadi desa agrowisata.
Pengembangan Dusun Sirap sebagai lokasi agriwisata, dengan nama baru ‘Doesoen Kopi Sirap’ tak lepas dari keterlibatan PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Bank swasta terbesar di Indonesia ini tertarik membantu warga dusun ini untuk mengembangkan potensi perkebunan kopinya menjadi agrowisata kopi. BCA memiliki pengalaman cukup banyak dalam pengembangan desa wisata, saat ini telah dan tengah mendampingi 12 desa wisata yang tersebar di berbagai wilayah. Salah satunya adalah Desa Wisata Goa Pindul di Gunung Kidul, yang sukses besar.
Komisaris Independen BCA Cyrillus Harinowo saat menyampaikan sambutan menjelang peresmian Doesoen Kopi Sirap menyatakan bahwa pihaknya membantu dusun ini mengingat potensi budaya maupun ekonomi yang ada. “Desa ini punya potensi besar dan BCA punya pengalaman kembangkan desa wisata di mana-mana seperti di Goa Pindul,” ungkapnya. Menurut dia, kehadiran BCA diharapkan dapat membantu petani kopi mengembangkan komoditas ini hingga berstandar kualitas tinggi dan diproyeksikan akan berujung pada dikenalnya brand kopi Dusun Sirap hingga ke mancanegara.
Satu pesan Cyrillus, jika agrowisata telah berkembang dan jumlah wisatawan yang berkunjung meningkat pesat, jangan sampai nantinya warga berlomba-lomba menambah bangunan. “Jangan sampai nanti lebih banyak bangunan daripada kebunnya dan aura Kopi Sirap akan berkurang. Lahan kosong masih banyak, ayo sama-sama tanam kopi,” ajaknya.
Kepala Doesoen Kopi Sirap Achmad Rofii menyatakan bahwa dia memastikan warganya bakal terus meningkatkan produksi kopi berkualitas mulai dari penanaman hingga proses pascapanen. Tidak ada niat mengubah lahan kebun kopi menjadi bangunan untuk menampung wisatawan. Dia menyadari, wisatawan datang karena kopi. “Harapan kami, dusun ini jadi destinasi wisatawan kopi lokal maupun internasional, sehingga akan muncul kemandirian di masyarakat,” katanya.
Mengenai produksi kopi dari dusun ini, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rahayu IV Doesoen Kopi Sirap, Ngadiyanto, mengatakan bahwa total produksi dari 35 ha lahan kebun kopi robusta di tahun 2018 mencapai 1.200 ton green bean atau biji kopi kering. Sekitar 250 ton green bean robusta, di ekspor Jepang, Korea, China, dan Arab melalui eksportir Taman Delta. Sisanya masuk ke pasar ritel dalam negeri, termasuk yang diolah untuk melayani wisatawan yang datang ke Doesoen Kopi Sirap. “Harga green bean robusta yang diambil eksportir Rp22 ribu per kilogramnya. Sedangkan yang masuk ke ritel bisa lebih mahal, yakni mencapai Rp25 ribu per kilogram,” kata Ngadiyanto.
Sebagai desa agrowisata kopi, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Doesoen Kopi Sirap saat ini rata-rata sebanyak 500 orang per bulan. Mereka bukan hanya ingin menyesap ‘wedang kopi’ di lokasi asalnya, namun banyak dari mereka yang ingin belajar lebih mengenai kopi misal terkait dengan cara menanam, memupuk, panen, pascapanen, atau cara membuat kopi. Pengelola desa wisata ini membuat paket wisata dengan tarif Rp75 ribu per materi.
Ahmad Rofii menambahkan, di desa wisata kopi ini selain menikmati hamparan tanaman kopi, wisatawan juga dapat menikmati treking di jalur pendakian mengelilingi kebun tersebut. “Sebagai desa wisata khusus kopi, kami fasilitas jalan lingkar mengelilingi kebun dan juga ada edukasi wisata kopi. Mulai dari pemilihan bibit, penanaman, cara memetik buah kopi yang baik, hingga cara penyajian yang benar,” katanya. S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News