Bank Indonesia (BI) berencana untuk melanjutkan kebijakan memberikan stimulus kebijakan moneter di tahun 2021. Stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar terus menjadi perhatian utama bank sentral untuk memastikan tetap kondusif bagi pemulihan ekonomi nasional.
Hal ini disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2020, dengan tema “Bersinergi Membangun Optimisme Pemulihan Ekonomi”, yang diselenggarakan secara virtual, 3 Desember 2020.
Menurut Perry, suku bunga rendah dan likuiditas longgar akan dipertahankan sampai dengan terdapat tanda-tanda tekanan inflasi meningkat. “Sebagaimana telah dikemukakan, suku bunga kebijakan Bank Indonesia saat ini sebesar 3,75 persen terendah sepanjang sejarah,” katanya.
Sementara itu, likuiditas juga dijaga tetap longgar untuk mendukung penyaluran kredit perbankan dan tetap terjaganya stabilitas sistem keuangan. “Sebagaimana telah disampaikan, Bank Indonesia telah melakukan Quantative Easing sebesar Rp682,0 triliun, atau sekitar 4,4 persen dari PDB. Stimulus moneter terbesar di antara bank-bank sentral EMEs (Emerging Markets),” tambah Perry.
Gubernur BI juga menegaskan bahwa strategi operasi moneter akan ditempuh untuk mendukung stance kebijakan moneter tersebut. Menurutnya, dengan suku bunga kebijakan yang rendah dan pelonggaran likuiditas yang besar oleh Bank Indonesia, sudah saatnya perbankan segera menurunkan suku bunga dan meningkatkan kredit bagi dunia usaha. Langkah ini sebagai komitmen bersama untuk memperkuat optimisme pemulihan ekonomi nasional.
Di tahun depan, koordinasi erat antara stimulus moneter Bank Indonesia dan stimulus fiskal pemerintah terus dipererat untuk memperkuat pemulihan ekonomi nasional. “Dalam kaitan ini, Bank Indonesia masih akan melanjutkan pembelian SBN dari pasar perdana untuk pembiayaan APBN Tahun 2021 sebagai pembeli siaga (non-competitive bidder), lelang tambahan (greenshoe option), atau private placement seperti Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 16 April 2020,” tutur Perry.
Mengenai jumlahnya, akan ditentukan dengan tetap mendasarkan pada kebijakan fiskal dan moneter yang prudent, antara lain dengan mengutamakan rencana pemerintah dalam pemenuhan pembiayaan APBN Tahun 2021 dari dana sendiri, utang luar negeri, penerbitan obligasi global dan domestik; kapasitas pasar dalam menyerap lelang SBN pasar perdana; serta dampak ekspansi moneter dari pembelian SBN oleh Bank Indonesia terhadap inflasi.
Sementara itu, pembelian SBN secara langsung oleh Bank Indonesia sesuai Keputusan Bersama tanggal 7 Juli 2020 hanya berlaku untuk APBN Tahun 2020 dan tidak akan dilanjutkan untuk APBN Tahun 2021. Pembelian SBN oleh Bank Indonesia melalui mekanisme pasar perdana tersebut memungkinkan pemerintah dapat fokus pada percepatan realisasi APBN Tahun 2021 untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Dampak ekspansi moneter dari pembelian SBN di pasar perdana ini baik pada tahun 2020 maupun tahun 2021 terhadap inflasi tetap dipertimbangkan.
Dengan kondisi pasar keuangan global yang membaik dan daya tarik investasi di Indonesia yang tetap tinggi, diperkirakan sebagian besar penerbitan SBN untuk pembiayaan APBN Tahun 2021 akan dapat diserap pasar dan karenanya akan memperkecil besarnya pembelian SBN dari pasar perdana oleh Bank Indonesia.
Gubernur BI juga menegaskan bahwa sinergi erat antara stimulus fiskal dan stimulus moneter tersebut sebagai wujud komitmen yang tinggi Bank Indonesia untuk bersama Pemerintah memperkuat pemulihan ekonomi nasional, meski berdampak pada defisit neraca Bank Indonesia yang besar mulai tahun 2021 dan tahun-tahun berikutnya. S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News