Media Asuransi, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US$) pada penutupan perdagangan Selasa terpantau melemah tipis ketimbang pembukaan pagi tadi di Rp15.518 per US$. Mata uang Garuda minim mendapat katalis positif sehingga kesulitan untuk terus meredam keperkasaan mata uang Paman Sam.
Mengutip Bloomberg, Selasa, 9 Januari 2024, nilai tukar rupiah pada perdagangan sore ditutup tertekan ke level Rp15.520 per US$. Hari ini nilai tukar rupiah bergerak di kisaran Rp15.506 hingga Rp15.531 per US$. Sedangkan menurut Yahoo Finance, nilai tukar rupiah berada di posisi Rp15.425 per US$.
Di sisi lain, greenback mempertahankan sebagian besar kenaikan minggu lalu pada akhir perdagangan Senin waktu setempat (Selasa pagi WIB). Kondisi itu terjadi setelah mencatat kenaikan mingguan terbesar terhadap sejumlah mata uang utama lainnya sejak Juli dan menghentikan penurunan yang terlihat pada akhir 2023.
|Baca: IHSG Sore Ambruk, 337 Saham Kebakaran
Euro sedikit berubah pada 1,0945 dolar AS, terpuruk setelah penurunan 0,9 persen pada pekan lalu yang menyebabkan reli baru-baru ini terhenti secara tiba-tiba. Yen datar di level 144,6 per dolar AS, melemah tajam dari 140,8 per dolar AS di awal tahun.
Indeks dolar AS
Hal itu membuat indeks dolar AS, yang melacak kinerjanya terhadap enam mata uang lainnya, berada di 102,45. Indeks tersebut naik satu persen pada minggu lalu, yang terbesar dalam enam bulan, bangkit kembali dari kerugiannya pada akhir tahun lalu.
Kerugian tersebut terjadi ketika data menunjukkan perlambatan tajam inflasi di seluruh dunia dan mendorong ekspektasi penurunan suku bunga bank sentral, khususnya oleh Federal Reserve. Kemudian memicu kenaikan ekuitas, sebuah tren yang berakhir pada awal 2024.
“Semua orang pada dasarnya meninggalkan (tahun lalu yang ditetapkan) agar The Fed secara agresif melonggarkan kebijakannya. Kondisi pertumbuhan akan membaik di seluruh dunia dan berpikir semua orang baik-baik saja. Beli saja ekuitas. Kami telah melakukan sedikit pengecekan realitas,” kata Kepala Analisis FX Monex Europe Simon Harvey.
“Momentum kenaikan dolar (AS) diawali oleh sedikit pelonggaran kebijakan tersebut, dan kemudian dipertahankan seiring dengan semakin hawkish-nya suku bunga AS –sesuatu harus terjadi, apakah pasar harus menarik kembali pelonggaran The Fed atau meningkatkan risiko resesi dalam harga aset,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News