1
1

Saatnya Menyisir Tantangan dan Peluang di Pasar Obligasi

Portfolio Manager, Fixed Income MAMI, Laras Febriany. | Foto: MAMI

Media Asuransi, JAKARTA – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) melihat sudah ada tanda-tanda perundingan yang lebih konkret antara Amerika Serikat (AS) dan China, di awal Juni 2025. Perkembangan negosiasi tarif perdagangan menopang sentimen pasar dan mengurangi kekhawatiran terhadap risiko resesi ekonomi.

“Kami melihat sentimen pasar memang membaik. Jika satu-dua bulan lalu pasar selalu bereaksi negatif cenderung langsung melihat kemungkinan-kemungkinan terburuk yang ada, saat ini pasar lebih terlihat hopeful walaupun tetap masih sangat waspada,” kata Portfolio Manager, Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Laras Febriany, dalam keterangan resmi yang dikutip Senin, 16 Juni 2025.

|Baca juga: Pasar Obligasi Dinilai Kian Cuan Usai BI Pangkas Suku Bunga Jadi 5,50%

Dia tambahkan, kita melihat bahwa AS dan Inggris sudah mencapai mencapai kesepakatan, AS dan Uni Eropa sepakat memperpanjang masa negosiasi untuk 90 hari kedua. Sedang yang paling menjadi perhatian pasar, AS dan China saling membuka diri untuk bernegosiasi dan menurunkan tarif.

Laras mengakui bahwa saat ini tema investasi Sell America sedang mengemuka. Tetapi, menurutnya yang harus kita pahami, Sell America ini bukan berarti investor mengalihkan seluruh investasinya dari AS ke kawasan lain. Namun preferensi dan alokasi investasi jangka panjang ke kawasan lain selain AS cenderung mengalami peningkatan, bukan bersifat taktikal saja.

Menurutnya ada beberapa faktor pemicu peningkatan preferensi investasi ke kawasan selain AS. Pertama, tantangan pertumbuhan ekonomi AS imbas kenaikan tarif di tengah siklus pelemahan ekonomi yang memang sedang terjadi. Kedua, ketidakpastian dan potensi perubahan ekstrem arah kebijakan Trump di berbagai sektor: fiskal, perdagangan, dan imigrasi.

Ketiga, kekhawatiran fiskal terkait laju tingkat utang dan defisit, seperti sudah tercermin dari penurunan peringkat kredit oleh Moody’s. Keempat, risiko geopolitik yang membatasi keleluasaan bisnis dan investasi.

|Baca juga: Walau Volatil, Dana Asing Masih Masuk ke Pasar Obligasi

Di tengah terjadinya perubahan preferensi alokasi dan arus dana global, menurut Laras, Asia memiliki kelebihan berupa jagat investasi yang unik dan variatif. Karena menggabungkan emiten-emiten yang berfokus pada pertumbuhan domestik dengan emiten-emiten yang diuntungkan oleh pertumbuhan struktural sektor teknologi.

Tech hardware, renewables energy, EV supply chain, IT services, robotic  automation, dan AI supply chain, consumption, dan pharmaceuticals adalah beberapa dari ragam sektor yang potensial sebagai sub-tema investasi ke depan. “Intinya, jika kita berbicara tentang Asia, kita berbicara mengenai domestic self sufficiency + global tech supply chain,” jelasnya.

Sementara itu, ekspektasi redanya perang dagang dan meningkatnya preferensi dan alokasi investasi ke luar AS yang membuat indeks dolar AS melemah, membuka peluang bagi pemerintah untuk terus menjaga stabilitas rupiah. Tekanan pada rupiah juga berkurang setelah berlalunya periode musiman pembayaran dividen dan kebutuhan dolar AS terkait musim ibadah haji.

MAMI memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sampai akhir tahun akan berada di kisaran Rp16.200-Rp16,900 per dolar AS. Sedangkan untuk suku bunga, Bank Indonesia (BI) mengindikasikan ruang pemangkasan suku bunga masih terbuka di tengah inflasi sangat terjaga dan adanya urgensi untuk mendukung pertumbuhan melalui pelonggaran moneter.

|Baca juga: Peluang Menangguk Cuan dari Pasar Obligasi di Tengah Perang Tarif

“Proyeksi kami untuk BI Rate sampai akhir tahun ini setidaknya adalah 5,25 persen. Selain lewat penurunan BI Rate, ekspektasi perbaikan likuiditas pasar ke depan juga terjadi setelah BI menurunkan rasio PLM (Penyangga Likuiditas Makroprudensial) sebesar 100 bps (basis points) yang diperkirakan menghasilkan tambahan likuiditas pasar senilai kisaran IDR90 triliun. Likuiditas juga akan meningkat seiring jatuh tempo SRBI yang  mencapai puncaknya bulan-bulan mendatang. Di kuartal III/2025 sebesar Rp273 triliun dan kuartal IV/2025 sebesar Rp224 triliun,” jelas Laras.

Dia tambahkan, seiring dengan ekspektasi penurunan Fed Funds Rate serta BI Rate hingga akhir tahun ini, obligasi tenor pendek dengan durasi rendah masih menjadi opsi paling menarik dalam berinvestasi saat ini. Dengan turunnya suku bunga acuan, maka imbal hasil obligasi ikut mengalami penurunan sehingga investasi pada tenor tersebut diharapkan dapat mencetak capital gain. “Kupon obligasi juga dapat menjadi bantalan di tengah tingginya ketidakpastian serta volatilitas jangka pendek yang diperkirakan masih akan terjadi,” katanya.

Secara umum faktor risiko yang dicermati MAMI dari sisi global adalah masih berlanjutnya volatilitas pada imbal hasil US Treasury dengan diturunkannya peringkat kredit AS serta berlanjutnya perang tarif antara AS dan China.  Sementara itu faktor risiko dari sisi domestik yakni apabila stimulus yang digelontorkan pemerintah tidak tepat sasaran sehingga konsumsi belum dapat pulih sepenuhnya sehingga dapat berpengaruh kepada pertumbuhan PDB.

Katalis positif yang diharapkan dapat menopang pasar yakni terjaganya pasokan obligasi denominasi rupiah, dengan rencana kenaikan penerbitan obligasi global, baik dalam dolar AS maupun dalam mata uang asing lainnya seperti AUD dan RMB. Ekspektasi penurunan penerbitan SRBI dan tingginya jumlah jatuh tempo SRBI di pasar juga diharapkan dapat meningkatkan likuiditas pada pasar obligasi.

Laras mengatakan bahwa MAMI selalu mengedepankan pengelolaan portofolio yang aktif dan bergerak dinamis antara defensif dan agresif dalam membentuk portofolio yang optimal. “Manajemen durasi terus dipertahankan, serta tetap fokus kepada pengambilan posisi yang tepat pada kurva imbal hasil atau yield curve positioning dan pemilihan efek yang memberikan valuasi menarik, baik seri benchmark maupun non-benchmark, dengan tetap mempertimbangkan likuiditas pasar serta menjaga diversifikasi dalam portofolio untuk memitigasi risiko pasar,” jelasnya.

Editor: S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Bos Permata Bank: Ketahanan Bisnis Tidak Hanya Diukur dari Aspek Finansial
Next Post Premi Reasuransi Asuransi Umum Anjlok 13,8%, Klaimnya Melonjak 43,7%

Member Login

or