Site icon Media Asuransi News

2 Kunci Penting Asuransi Syariah Indonesia Berdaya Saing Internasional

Media Asuransi – Manajemen risiko menjadi kunci penting bagi perusahaan asuransi syariah untuk mengembangkan bisnis ke depan. Di sisi lain, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) juga harus sejalan demi dapat bersaing di pasar internasional.

“SDM harus ditingkatkan kapabilitas dan kemampuannya. Kalau dari kami ekspektasinya bukan hanya SDM tapi manajemen puncak. Manakala OJK mengeluarkan regulasi harapannya dari pimpinan puncak senantiasa update dengan regulasi, sehingga dapat berpikir dinamis, inovatif dan mengembangkan produk untuk kebutuhan masyarakat,” ungkap Kris Ibnu Roosmawati, Direktur IKNB Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Web Talkshow Quo Vadis Manajemen Risiko Asuransi Syariah: Industri Asuransi Syariah Indonesia yang Berdaya Saing Internasional, Kamis, 15 Juli 2021.

Menanggapi hal tersebut, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) pun sepakat. Menurutnya, kompetensi dan kualitas SDM yang unggul akan membuat Corporate Governance serta Sharia Compliance perusahaan asuransi syariah menjadi lebih baik. Terlebih, di tengah era Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity (VUCA) seperti sekarang ini banyak tantangan yang sifatnya penuh dengan ketidakpastian.

Baca juga: Diversifikasi Bisnis, Pupuk Kaltim (PKT) Kembangkan Oleochemical

Direktur Eksekutif AASI Erwin Noekman menjelaskan, sebagai industri yang belakangan lahir dibanding asuransi konvensional, asuransi syariah perlu memiliki governance, risk management dan compliance (GRC) sebagai rem agar tidak kebablasan dalam menjalankan bisnis.

“GRC ini ibarat rem bagi asuransi syariah. Tapi bukan berarti dengan adanya rem kita harus terus mengerem, tetap gas juga perlu dalam bisnis. GRC yang ibarat rem ini menjadi antisipasi risiko kita dalam menjalankan bisnis,” ujar Erwin.

Senada dengan Erwin, Charles R Vorst, Ketua Indonesia Risk Management Professional Association (IRMAPA) juga menilai risk management merupakan faktor utama bagi asuransi syariah dalam mencapai kesuksesan. Sebab, di tengah tantangan industri keuangan yang semakin kompleks setiap pelaku asuransi syariah harus bersiap menghadapi segala risiko namun dengan tidak mengesampingkan upaya pengembangan bisnis.

“Ibarat mobil adanya rem itu tidak hanya untuk mengantisipasi risiko tetapi juga untuk ngebut. Saya yakin kalau nggak ada rem tentunya kita dalam mengendarai mobil tidak akan berani ngebut. Nah, begitu pula dengan GRC sama seperti itu, jadi kita harus tetap gas bisnis namun ada instrumen manajemen risiko yang dapat menjaga,” tutur Charles.

Baca juga: Kenali Perbedaan Polis Asuransi dengan Kontrak Lainnya

Berdasarkan data AASI, pemegang polis asuransi syariah hingga akhir 2018 jumlahnya baru mencapai 7,2 juta. Jumlah ini relatif masih kecil jika dibandingkan data penduduk Indonesia yang pada tahun 2019 mencapai 267 juta jiwa, dengan perhitungan bahwa 230 juta jiwa diantaranya adalah muslim yang menjadi pangsa pasar terbesar asuransi syariah.

Bahkan dari total jumlah penduduk tersebut, 85 juta jiwa diantaranya adalah kalangan milenial yang berada di usia produktif. Sementara Gross Domestic Product (GDP) Indonesia mencapai US$3,5 triliun, dengan pendapatan per kapita senilai US$13.120. Aha

Exit mobile version