Media Asuransi, JAKARTA – Penyakit kritis saat ini semakin tidak mengenal kelompok usia. Semakin sering terdengar berita kalangan usia muda yang menderita penyakit kritis yang cukup berat seperti kanker, diabetes, gagal ginjal hingga serangan jantung. Mengutip data Kementerian Kesehatan dalam Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi penyakit kritis atau jumlah keseluruhan kasus penyakit kritis di Indonesia semakin meningkat di kelompok usia produktif. Misalnya, penyakit kanker angka prevalensinya mencapai 1,21% per 1.000 penduduk kelompok usia 25-34 tahun. Penyakit kritis lain seperti stroke mencapai 3,7% di kelompok usia 35-44 tahun.
Risiko penyakit kritis yang makin tinggi tanpa kenal usia, tidak bisa diabaikan begitu saja. Pasalnya, biaya perawatan dan pengobatan penyakit kritis terbilang sangat mahal. Sudah banyak cerita yang mungkin pernah kamu dengar tentang keuangan keluarga yang bangkrut ketika salah satu anggota keluarga mereka menderita penyakit kritis. Ini artinya, ancaman penyakit kritis memicu risiko finansial yang tidak dapat diabaikan. Anda dapat mengelola risiko finansial akibat penyakit kritis dengan memiliki asuransi khusus penyakit kritis. Namun, sebelum memilih asuransi penyakit kritis yang tepat, pastikan memperhatikan beberapa hal penting berikut ini.
Baca juga: BI Catat Indikasi Pertumbuhan Penyaluran Kredit Baru
1. Jangkauan perlindungan
Ada banyak jenis asuransi penyakit kritis yang kini ditawarkan di pasar asuransi. Ada jenis asuransi penyakit kritis yang melindungi banyak jenis penyakit kritis. Ada pula yang hanya melindungi beberapa jenis penyakit kritis saja. Selain jenis penyakit kritis yang dilindungi, asuransi penyakit kritis juga banyak ditawarkan dengan pilihan luas coverage. Misalnya, ada asuransi penyakit kritis yang melindungi penyakit kritis mulai tahap awal sampai stadium akhir, ada juga asuransi yang baru bisa memberikan manfaat proteksi ketika penyakit kritis sudah di tahap ‘stadium lanjut’.
Nah, mana yang Anda perlukan? Semakin luas dan lengkap jangkauan perlindungan asuransi penyakit kritis, semakin mahal pula premi yang harus dibayarkan. Hal ini tidak jadi masalah apabila Anda memiliki keleluasaan menyiapkan anggaran pembelian asuransi. Tapi bila anggaran terbatas, Anda perlu lebih cermat memilih jenis asuransi penyakit kritis sesuai kebutuhan dan kemampuan budget. Cara paling mudah adalah dengan melihat riwayat kesehatan dan gaya hidup selama ini.
Jadi, bila Anda selama ini jarang menerapkan gaya hidup sehat ditambah ada riwayat penyakit kritis di keluarga, sebaiknya memilih asuransi penyakit kritis dengan perlindungan lebih lengkap.
2. Jenis penyakit kritis yang dilindungi
Ada banyak jenis penyakit kritis yang mengancam kesehatan tubuh dan keamanan finansial. Di Indonesia, tercatat empat penyakit kritis paling berbahaya karena paling banyak menelan korban jiwa berdasarkan catatan World Health Organization (WHO). Yang pertama, penyakit terkait kardiovaskular seperti jantung koroner, aritmia atau detak jantung tidak normal, hingga stroke. Sebanyak 35% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit kritis ini. Lalu, sebanyak 12% kematian disebabkan oleh kanker. Selanjutnya adalah diabetes dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) seperti bronkitis dan emfisema, yang menjadi penyebab 6% kematian di Indonesia (Katadata.co.id, Juli 2019).
Data itu dapat diartikan bahwa risiko menderita empat jenis penyakit kritis tersebut terbilang besar bagi orang Indonesia. Jadi, bila budget Anda relatif terbatas, pilih saja asuransi kritis yang memberikan perlindungan pada empat jenis penyakit tersebut. Kelak kala pendapatan lebih besar dan anggaran khusus untuk asuransi meningkat, Anda dapat melengkapi perlindungan asuransi penyakit kritis lebih lengkap.
Baca juga: Bank Syariah Indonesia (BRIS) Masuk FTSE Large Cap, Investor Memburu
3. Aturan pengecualian
Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah aturan pengecualian proteksi dalam polis asuransi penyakit kritis. Pada dasarnya setiap asuransi pasti memiliki pasal ini dan harus diperhatikan oleh calon nasabah asuransi. Dalam konteks asuransi penyakit kritis, biasanya ada aturan pengecualian yang umum dimuat dalam polis dan perlu Anda perhatikan.
Misalnya, syarat survival period yaitu masa bertahan hidup tertanggung asuransi sejak divonis penyakit kritis oleh dokter. Umumnya survival period berkisar 7 sampai 30 hari. Contohnya jika survival period selama 30 hari, ini berarti, ketika si tertanggung meninggal sebelum 30 hari sejak divonis oleh dokter, klaim asuransinya otomatis tidak dapat dibayarkan..
Ada juga aturan masa tunggu atau waiting period. Aturan ini mengatur jangka waktu sebelum perlindungan asuransi tersebut berlaku. Ada yang 30 hari, ada juga yang sampai 90 hari sejak polis diterbitkan (issued). Semakin singkat masa tunggu, semakin cepat asuransi tersebut memberikan perlindungan yang Anda butuhkan.
Aturan pengecualian lainnya yang juga perlu dicermati adalah tahap proteksi yang diberikan. Ada asuransi penyakit kritis yang sudah bisa diklaim ketika penyakit kritis baru di tahap awal. Ada juga sebaliknya. Begitu juga pasal pengecualian terkait jenis penyakit yang dikecualikan dari perlindungan, penting juga untuk diperhatikan secara detail.
4. Kemampuan budget asuransi
Setiap orang pasti ingin memiliki proteksi yang lengkap dan paling mutakhir supaya risiko finansial dapat ditekan sekecil mungkin. Tapi, sebagaimana Anda tahu, semakin lengkap dan bagus proteksi sebuah asuransi penyakit kritis, seringkali preminya juga mahal. Supaya Anda tidak kecil hati, sebaiknya bersikaplah realistis dalam mencari asuransi penyakit kritis yang sesuai dengan kemampuan kantong. Terapkan prinsip “lebih baik punya dulu daripada tidak sama sekali”.
Jadi, misalnya anggaran untuk membayar premi asuransi Anda hanya sebesar 10% dari pendapatan rutin, anggaran itu dapat digunakan untuk membiayai berbagai jenis asuransi, bukan cuma asuransi penyakit kritis. Nah, tinggal sesuaikan saja berapa kemampuan budget yang Anda miliki untuk membeli asuransi penyakit kritis. Dari sana, Anda dapat lebih teliti mencari asuransi yang bisa memberikan perlindungan sesuai kebutuhan tapi juga tidak memberatkan kantong.
Dengan menerapkan 4 hal penting di atas, Anda dapat mengelola risiko finansial lebih baik dengan memiliki asuransi penyakit kritis. Mudah, bukan? Aha (Edi)
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News