Media Asuransi, JAKARTA – Pemerintah bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR menyepakati Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun 2022 untuk selanjutnya disahkan menjadi Undang-Undang APBN 2022 dalam rapat paripurna.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan apresiasi atas dukungan DPR sehingga pembahasan RAPBN 2022 bisa diselesaikan tepat waktu.
APBN 2022 disusun berdasarkan asumsi makro yang optimistis tetapi realistis dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian yang terjadi.
Berikut secara terperinci asumsi makroekonomi APBN 2022 yaitu:
· Pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,2%
· Laju inflasi 3%
· Nilai tukar rupiah Rp14.350 per US$
· Tingkat suku bunga SUN 10 tahun 6,82%
· Harga minyak mentah Indonesia US$63/barel;
· Lifting minyak bumi 703.000 barel per hari;
· Lifting gas bumi 1.036.000 barel setara minyak per hari.
Adapun target pembangunan yang juga disepakati yaitu tingkat pengangguran terbuka 5,5%-6,3%; tingkat kemiskinan 8,5%-9%; gini rasio 0,376-0,378; indeks pembangunan manusia 73,41-73,46; nilai tukar petani 103-105; nilai tukar nelayan 104-106.
|Baca juga: RAPBN 2022 Capai Rp2.708,7 Triliun, Ini 6 Fokus Pemanfaatannya
Dari sisi pendapatan negara tahun 2022 diproyeksikan meningkat mengikuti prospek pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi perpajakan. Anggaran pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp1.846 triliun terdiri atas target penerimaan perpajakan sebesar Rp1.510 triliun atau lebih tinggi Rp3 triliun dari target perpajakan yang diusulkan dalam RAPBN 2022 dan Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp335 miliar.
Dari sisi belanja negara tahun 2022 berfokus pada program prioritas, efisien, berbasis hasil, antisipatif, dan penguatan desentralisasi fiskal serta pengendalian kualitas transfer ke daerah dan dana desa (TKDD). Anggaran belanja negara ditargetkan sebesar Rp2.714 triliun terdiri atas anggaran belanja pemerintah pusat Rp1.944 triliun dan anggaran TKDD Rp769 triliun.
Pemerintah menyatakan bahwa APBN 2022 akan tetap bekerja untuk melindungi masyarakat Indonesia dari ancaman kesehatan dan jiwa, menjaga kesejahteraan masyarakat miskin dan rentan, serta mendukung daya tahan dunia usaha dan UMKM. Meski demikian pemerintah optimistis konsolidasi fiskal secara bertahap dapat dilakukan sehingga defisit kembali maksimal 3% PDB di tahun 2023 sesuai amanat UU 2/2020.
“APBN 2022 sebagai periode terakhir dari UU 2/2020 yang membolehkan pemerintah melakukan defisit di atas 3% jelas merupakan tahun yang sangat penting. Bagaimana kita terus mengawal pemulihan ekonomi dan di sisi lain terus melakukan upaya menyehatkan kembali APBN atau konsolidasi fiskal pada tahun 2023,” tegas Sri Mulyani. (Edi)
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News