Media Asuransi, JAKARTA – Fitch Ratings Indonesia telah mengafirmasi Peringkat Nasional Jangka Panjang PT Pupuk Indonesia (Persero) (PTPI) dan peringkat atas obligasi rupiah perusahaan di ‘AAA(idn)’. Outlook Stabil.
Melalu keterangan resminya, Fitch menjelaskan bahwa peringkat PTPI disetarakan dengan induknya, Pemerintah Republik Indonesia (BBB/Stabil) karena skor ‘Sangat Kuat’ yang diperoleh perusahaan berdasarkan kriteria Government-Related Entities Fitch.
“Hubungan ini didorong oleh peran strategis PTPI sebagai agen tunggal pemerintah dalam memproduksi dan mendistribusi pupuk bersubsidi kepada petani yang berhak melalui skema public-service obligation (PSO),” tulis Fitch.
Peringkat nasional ‘AAA’ menunjukkan peringkat tertinggi yang diberikan Fitch pada skala peringkat nasional untuk Indonesia. Peringkat ini diberikan kepada emiten atau surat utang dengan ekspektasi risiko gagal bayar yang terendah relatif terhadap emiten atau surat utang lainnya di Indonesia.
|Baca juga: PT Pupuk Indonesia (Persero) Catatkan Obligasi Rp2,75 Triliun
PTPI sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia. Pemerintah memiliki pengaruh yang kuat atas keputusan investasi, strategis, dan operasional perusahaan. Dewan pimpinan perusahaan ditunjuk oleh negara melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara. PTPI diberikan mandat untuk memproduksi dan mendistribusi pupuk bersubsidi kepada petani yang berhak untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah. Harga, volume dan marjin keuntungan pupuk bersubsidi PTPI dikontrol oleh negara melalui Kementerian Pertanian.
PTPI secara rutin menerima subsidi untuk produksi dan distribusi pupuk bersubsidi. Alokasi subsidi untuk pupuk di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2022 mencapai IDR25,3 triliun (9,1 juta ton dan 1,9 juta liter) atau sekitar 12,2% dari total anggaran subsidi dalam anggaran.
Selain itu, ketahanan pangan juga merupakan salah satu prioritas pemerintah di 2022, dengan alokasi anggaran mencapai IDR77 triliun (2021: IDR99 triliun). Penjualan pupuk bersubsidi (termasuk pendapatan subsidi) merupakan kontributor terbesar terhadap total pendapatan PTPI.
Fitch menilai kejadian gagal bayar oleh PTPI akan memiliki efek yang buruk terhadap distribusi pupuk bersubsidi yang kemudian akan mempengaruhi ketahan pangan nasional secara signifikan. PTPI adalah perusahaan pupuk terbesar ke-lima di dunia berdasarkan pendapatan.
Gangguan atas produksi pupuk PTPI tidak akan bisa dengan mudah digantikan baik secara domestik maupun regional. Ketidaktersediaan pupuk bersubsidi juga akan mempengaruhi kesejahteraan lebih dari 33,4 juta petani, berdasarkan data tahun 2019 dari Badan Pusat Statistik, karena pupuk adalah biaya yang signifikan untuk petani-petani kecil tersebut.
Kejadian gagal bayar oleh PTPI dinilai akan menurunkan kepercayaan investor atas kemampuan negara lainnya untuk mendukung perusahaan-perusahaan milik negara lainnya karena status perusahaan sebagai penerima subsidi. PTPI adalah salah satu debitur utama di industri perbankan dan pasar modal domestik. Perusahaan juga merupakan salah satu penerbit utang terbesar di pasar obligasi domestik, dengan penerbitan tunggal obligasi yang lebih dari Rp2 triliun.
|Baca juga: Diversifikasi Bisnis, Pupuk Kaltim (PKT) Kembangkan Oleochemical
Fitch meyakini bahwa skema subsidi PTPI akan tetap tidak berubah dalam dua sampai tiga tahun ke depan. Di bawah skema ini, PTPI menerima subsidi langsung dari pemerintah untuk mengkompensasi perbedaan biaya ditambah dengan marjin yang telah ditentukan sebelumnya untuk penjualan pupuk bersubsidi-nya.
Dukungan subsidi adalah faktor utama dalam penyetaraan peringkat PTPI dengan pemegang saham utamanya. Oleh karena itu, Fitch dapat mempertimbangkan tindakan pemeringkatan negatif jika pemerintah mengumumkan perubahan yang memengaruhi kewajiban PSO PTPI.
“Kami percaya skema “Kartu Tani”, yang diperkenalkan beberapa tahun yang lalu, menjadi pelengkap skema subsidi saat ini karena menyederhanakan proses verifikasi. Kami tidak mengharapkan penyesuaian substansial yang akan mempengaruhi skema subsidi PTPI. Utilisasi Kartu Tani masih di bawah 17% dari 17 juta petani yang teridentifikasi per akhir November 2021 meskipun lebih dari 50% telah didistribusikan karena tantangan di lapangan masih ada.”
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News