Melalui Mirae Asset Sekuritas Indonesia Macro Update bertajuk 3Q22 Balance of Payment: Pressures on financial account, ekonom Mirae Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, mengatakan bahwa Indonesia mencatatkan surplus neraca transaksi berjalan yang lebih tinggi dari perkiraan sebesar USD4,4 miliar di 3Q22 (vs konsensus yang sebesar USD3,2 miliar), atau 1,3% dari PDB.
|Baca juga: Melihat Puncak Gunung Es Revolusi Keuangan Global
“Surplus CA yang lebih tinggi dari perkiraan pada 3Q22 didukung oleh melebarnya neraca barang menjadi USD17,5 miliar (vs 16,8 miliar di 2Q22) dan defisit pendapatan primer yang lebih rendah di USD9,27 miliar (vs USD9,35 miliar di 2Q22).”
Untuk neraca finansial, jelasnya, defisit melebar secara signifikan menjadi USD6,1 miliar di 3Q22 (vs defisit USD1,2 miliar di 2Q22), disebabkan oleh defisit investasi portofolio yang melebar secara signifikan. Defisit investasi portofolio melebar menjadi USD3,1 miliar (vs defisit USD347 juta di 2Q22) karena arus modal asing keluar dari pasar modal, terutama di surat utang dalam negeri.
Rully menerangkan Neraca Pembayaran (BOP) berubah menjadi defisit USD1,3 miliar pada 3Q22 (vs surplus USD2,4 miliar di 2Q22). Surplus neraca transaksi berjalan tergerus oleh defisit neraca finansial dan berdampak kepada pelemahan Rupiah, serta obligasi pemerintah Indonesia.
“Kondisi ini diakibatkan pengetatan moneter di negara-negara maju, terutama AS. Kami perkirakan kondisi keuangan global akan tetap ketat selama The Fed melakukan pengetatan moneter,” jelasnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News