1
1

MAMI: Pemulihan Ekonomi Berlanjut di Paruh Kedua 2021

Media Asuransi – Memasuki paruh kedua tahun ini ada dua hal yang agak berubah dari perkiraan semula. Pertama, rencana normalisasi kebijakan Fed, yakni ekspektasi kenaikan Fed rate yang lebih cepat dan wacana tapering yang semakin mengemuka. Sedang yang kedua, kekhawatiran baru terkait penyebaran Covid-19 varian Delta di berbagai belahan dunia. Sementara itu, efek lonjakan inflasi Amerika Serikat yang bersifat transitory dan berlanjutnya siklus pemulihan ekonomi global menuju level pra-pandemi, diperkirakan masih berlanjut di paruh kedua tahun ini.

 “Yang menarik, reaksi pasar terlihat cenderung netral dan stabil menghadapi sikap Fed yang lebih ‘ketat’. Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar sudah mengantisipasi kebijakan pengetatan bank sentral yang lebih cepat dibandingkan perkiraan,” kata Senior Portfolio Manager, Equity, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Caroline Rusli, dalam keterangan tertulis yang diterima Media Asuransi, Selasa, 27 Juli 2021.

Langkah pengetatan yang sudah diantisipasi ini juga turut menurunkan ekspekasi inflasi Amerika Serikat seperti yang ditunjukkan oleh turunnya US Breakeven Rate yang dapat berkontribusi pada membaiknya sentimen di pasar keuangan. Sementara itu langkah vaksinasi yang digenjot di berbagai negara diharapkan dapat memutus rantai penyebaran dan mutasi virus.

|Baca juga: Danamon dan MAMI Meluncurkan 3 Produk Reksa Dana Baru

Pertumbuhan inflasi Amerika Serikat di bulan Mei mencapai level tertinggi sejak tahun 2008 sebesar 5,0 persen year on year (yoy). Meskipun secara angka terlihat fantastis, namun jika ditelaah lebih lanjut lonjakan tersebut lebih disebabkan oleh kenaikan harga komponen inflasi yang bersifat sementara, didorong faktor pembukaan kembali ekonomi seperti rental mobil, harga mobil bekas dan tiket pesawat.

Sedangkan komponen inflasi yang kenaikan harganya lebih sticky seperti perumahan malah relatif terjaga. “Ke depannya setelah low base effect dari kenaikan harga komponen yang bersifat sementara tadi terlewati, lonjakan inflasi diperkirakan dapat turun,” kata Caroline.

 Sementara itu, sama halnya dengan negara maju, prospek ekonomi Asia juga turut bergantung pada perkembangan penanganan pademi, walau setiap negara menghadapi tantangan yang berbeda. Namun berita baiknya adalah sektor manufaktur di kawasan Asia masih bertumbuh dengan baik didukung oleh kuatnya permintaan ekspor. Sebagai bagian dari rantai pasokan dunia, pemulihan global menguntungkan kawasan Asia. Harga komoditas yang kuat juga turut mengangkat sentimen.

|Baca juga: Tips Investasi dari MAMI: Kapan Saatnya Diversifikasi Investasi ke Reksa Dana Saham?

“Kami menilai bahwa aset finansial di Asia masih menarik didukung oleh kebijakan moneter yang akomodatif dan Asia berada pada posisi yang lebih baik dibandingkan dengan periode Fed Taper di 2013. Ketergantungan yang lebih rendah pada pendanaan eksternal, ketahanan ekonomi yang lebih baik dan tren global yang suportif dapat meminimalisir volatilitas pasar. Ke depannya, kecepatan peluncuran vaksinasi menjadi faktor penting yang menentukan seberapa cepat permintaan domestik dapat pulih,” jelasnya.

Mengenai proyeksi kondisi kesehatan ekonomi domestik memasuki paruh kedua di tahun ini, Caroline Rusli mengatakan bahwa di kuartal kedua lalu, sebetulnya arah perekonomian domestik semakin membaik. Hal ini tercermin dari beberapa indikator seperti manufaktur, ekspor, mobilitas, yang bahkan sudah melampaui level sebelum terjadinya pandemi di tahun lalu.

Namun sayangnya memasuki kuartal ketiga ini momentum pemulihannya terhambat oleh peningkatan tajam kasus Covid-19 yang membuat diberlakukannya PPKM Darurat. Seberapa besar dampaknya terhadap perekonomian akan bergantung pada periode berlangsungnya PPKM Darurat, karena pulau Jawa dan Bali berkontribusi sebesar 60 persen dari total perekonomian Indonesia. “Kementerian Keuangan sempat berkomentar bahwa jika penyebaran virus dapat terkendali di bulan Juli dan aktivitas ekonomi dapat kembali normal di bulan Agustus maka pertumbuhan PDB di kuartal ketiga berpotensi mencapai 5 persen versus proyeksi sebelumnya 6,5 persen,” kata Caroline.

|Baca juga: MAMI Perkirakan IHSG Tahun Ini di Level 6.740-7.040

Ke depannya pemerintah akan mengerahkan berbagai upaya untuk menggenjot vaksinasi guna memutus rantai penyebaran dan mutasi virus. Pemerintah menargetkan 100 persen vaksinasi pada populasi sasaran vaksin pada Maret 2022. Banyaknya populasi masyarakat negara maju yang telah mendapatkan satu dosis vaksin, misalnya 65 persen dari total populasi di Inggris dan 53 persen dari total populasi di Amerika Serikat, diharapkan dapat meredakan kekhawatiran kekurangan pasokan vaksin global. “Apabila semua yang direncanakan pemerintah dapat berjalan dengan baik maka pemulihan ekonomi Indonesia diharapkan dapat terus berlanjut ke depannya,” tegasnya.

Mengenai outlook pasar saham Indonesia di saat kasus harian Covid-19 meningkat, Senior Portfolio Manager, Equity MAMI, ini menuturkan bahwa sejauh ini pasar finansial Indonesia menunjukkan kinerja yang cukup terjaga. Hal itu, tercermin dari pergerakan IHSG yang cukup stabil. Koreksi yang terjadi pada saham big caps seperti ditunjukkan pada kinerja LQ45, diimbangi oleh kenaikan beberapa saham mid small cap yang didorong oleh tema spesifik. “Pada level saat ini, ekspektasi negatif di beberapa saham sepertinya mulai priced-in, sehingga kami melihat koreksi ini tampaknya tidak akan berlanjut terlalu panjang,” katanya.

Menurut dia, berkaca pada pengalaman negara yang mengalami gelombang kenaikan kasus harian Covid-19, disrupsi terhadap ekonomi dan pasar finansial cenderung lebih terbatas. Hal ini terjadi akibat penyesuaian aktivitas masyarakat selama pandemi dan kecenderungan pelaku pasar yang forward looking terhadap pemulihan ekonomi, didorong optimisme laju vaksinasi yang semakin cepat. Kondisi makro ekonomi yang lebih suportif seperti masuknya investasi portofolio asing, kinerja ekspor yang tinggi, CAD (current account deficit) yang rendah dan cadangan devisa yang tinggi juga membantu menjaga stabilitas pada nilai tukar rupiah.

“Defisit anggaran pemerintah menjadi salah satu risiko yang kami cermati, sebagai akibat dari penerapan PPKM Darurat akan mengharuskan pengucuran stimulus kembali untuk mendorong perekonomian untuk masyarakat kalangan bawah sehingga ada risiko realokasi anggaran belanja pemerintah dari sektor yang dianggap lebih rendah prioritasnya,” kata Caroline.

Lebih lanjut disampaikan bahwa MAMI menilai, ke depannya sektor new economy atau perusahaan yang bisa berkolaborasi dengan new economy akan lebih unggul karena, dapat beradaptasi dengan ‘cara baru’ melakukan usaha yang akan semakin dominan. Beberapa bank besar pun turut beradaptasi dengan trend saat ini, dengan meluncurkan aplikasi digital dan memanfaatkan ekosistem yang telah mereka miliki saat ini yang skalanya juga sudah jauh lebih besar dibandingkan dengan beberapa bank digital baru yang baru muncul belakangan.

“Di samping itu kami juga melihat ada opportunity pada beberapa saham big caps yang telah terkoreksi cukup dalam untuk dapat kembali unggul begitu situasi pandemi membaik dalam beberapa bulan mendatang,” kata Caroline Rusli. Edi

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Saham Bukalapak (BUKA) Dibanderol Rp850 dan Mulai Dijual Hari Ini
Next Post Tetap sebagai Ketua Umum AASI & DAI, Tatang Nurhidayat Mengundurkan Diri dari Asuransi Takaful Umum

Member Login

or