Media Asuransi – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memperkirakan sentimen terhadap pasar finansial Indonesia akan mengalami normalisasi, sehingga dana investor asing diperkirakan akan kembali masuk pada tahun ini.
Inisiatif vaksinasi, dukungan pemerintah dan bank sentral dalam mendorong perekonomian telah memicu pergeseran sentimen terhadap pasar finansial negara berkembang, termasuk Indonesia.
Senior Portfolio Manager, Equity MAMI, Samuel Kesuma, mengatakan bahwa pasar saham Indonesia menunjukkan kinerja -5,1 persen pada tahun 2020, sehingga Indonesia masuk ke dalam kelompok yang tertinggal. Dengan kenaikan tinggi yang mulai terjadi di dua pekan pertama tahun ini, memang valuasi pasar saham tidak semurah tahun lalu, namun secara relatif masih salah satu yang paling menarik bila dibandingkan dengan kawasan lain.
“Apalagi kepemilikan asing di pasar saham Indonesia pun masih berada di salah satu level terendah sejak 2013,” kata Samuel dalam diskusi bersama wartawan yang diselenggarakan secara virtual, Kamis, 14 Januari 2021.
Baca Juga:
- 2021, Adalah Tahun Pemulihan Ekonomi
- AAUI: CIU dan Askrindo Siap Rampungkan Pembayaran Klaim Sriwijaya Air SJ-182
- Dua Hal yang Sulit Diklaim dalam Kecelakaan Pesawat
Potensi inflow masih terbuka bagi Indonesia, mengingat kepemilikan asing di pasar saham dan obligasi yang saat ini masih relatif rendah serta potensi imbal hasil yang masih menarik di pasar finansial Indonesia. Khusus pada pasar saham Indonesia, peluang inflow masih besar, mengingat net flow di bulan November 2020 baru mencapai US$245 juta sementara net outflow pada periode 2017 hingga Oktober 2020 sebesar US$6,34 miliar.
Lebih lanjut Samuel menjelaskan bahwa pemulihan ekonomi global di tahun 2021, kondisi geopolitik yang lebih kondusif, dan USD yang relatif lemah, akan menopang sentimen pasar saham negara berkembang, termasuk Indonesia. Pemulihan earnings juga akan berlangsung sejalan dengan pemulihan ekonomi.
Di tahun 2021, MAMI mengunggulkan tiga sektor, yaitu sektor material dan energi, sektor telekomunikasi, dan sektor finansial. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan bergerak di kisaran 6.740–7.040.
Sementara itu, Director & Chief Investment Officer, Fixed Income MAMI, Ezra Nazula, mengatakan bahwa di tahun 2020 lalu, pasar obligasi Indonesia membukukan kinerja yang sangat tinggi, yakni sebesar 14,7 persen. Pencapaian ini didukung oleh pemangkasan suku bunga global, tingginya likuiditas domestik, dan manajemen utang pemerintah yang baik.
Dibandingkan dengan kawasan lain, pasar obligasi Indonesia menawarkan imbal hasil riil yang superior, bahkan merupakan salah satu yang tertinggi di dunia sebesar 3,6 persen. Selain dari menariknya imbal hasil obligasi, kinerja pasar pada kuartal keempat tahun lalu juga didukung oleh aliran dana investor asing yang mulai kembali ke pasar obligasi Indonesia pasca disahkannya Omnibus Law dan stabilnya nilai tukar Rupiah. “Hal ini mendukung aksi beli investor lokal yang konsisten sepanjang tahun,” jelas Ezra.
Menurut dia, imbal hasil relatif tinggi yang ditawarkan pasar obligasi Indonesia masih akan menjadi daya tarik di tahun 2021, terutama bagi investor asing. Terlebih, didukung oleh sentimen global maupun domestik yang lebih suportif akan berpeluang meningkatkan aliran real money.
“Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah akan menjadi salah satu faktor pendukung bagi pasar obligasi Indonesia. Karena secara historis, nilai tukar cenderung bergerak searah dengan pasar obligasi,” ujarnya.
Lebih lanjut Ezra menjelaskan bahwa imbal hasil obligasi pemerintah dengan durasi 10 tahun berpotensi turun ke level 5,5 persen di tahun 2021, sehingga masih memberikan potensi upside bagi investasi di pasar obligasi. “Dan tentu saja dengan cermat kami akan mengambil opportunity dalam setiap momentum volatilitas pasar,” katanya. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News