Media Asuransi, JAKARTA – Perbedaan kebijakan akuntansi yang diterapkan di berbagai negara sering kali menyulitkan investor atau analis dalam memanfaatkan laporan keuangan untuk membandingkan kinerja antarperusahaan asuransi lintas negara.
Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan di seluruh dunia mulai menerapkan standar laporan keuangan yang dapat digunakan secara internasional, yaitu International Financial Reporting Standards (IFRS) 4. Sejak 2005, IFRS 4 telah menjadi standar yang diterapkan oleh perusahaan asuransi global sebagai kerangka acuan laporan keuangan.
Namun, IFRS 4 dinilai belum cukup transparan, sehingga IFRS 17 pun diperkenalkan. International Financial Reporting Standard 17 atau IFRS 17 disahkan oleh International Accounting Standards Board (IASB) untuk menggantikan IFRS 4 yang sebelumnya digunakan oleh perusahaan asuransi di seluruh dunia.
|Baca juga: Gempa Megathrust Hantui Indonesia, Bos Maipark Bilang Begini Dampaknya ke Industri Asuransi
|Baca juga: Gempa Megathrust Diprediksi Bakal Terjadi, Bos Tokio Marine Indonesia: Kita Aman!
IFRS 17 adalah standar akuntansi internasional pertama yang dirancang khusus untuk kontrak asuransi. Salah satu perubahan utama dalam IFRS 17 adalah pengakuan laba yang kini didasarkan pada penghitungan liabilitas atau cadangan, yang kemudian diubah menjadi perhitungan langsung atas keuntungan atau kerugian dari deviasi dan biaya aktual.
Apa itu IFRS?
IFRS adalah kumpulan standar akuntansi yang dikembangkan oleh IASB dan menjadi standar global dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan publik. IFRS didirikan untuk menciptakan bahasa akuntansi yang seragam, sehingga laporan keuangan dapat konsisten antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, baik di dalam negeri maupun lintas negara.
Manfaat IFRS 17
Penerapan IFRS 17 akan memengaruhi hampir seluruh aspek operasional bisnis asuransi, mulai dari akuntansi, teknologi informasi, hingga manajemen sumber daya manusia. IFRS 17 mewajibkan pencatatan data secara sistematis di seluruh perusahaan, yang akan membantu dalam membangun sistem data yang lebih akurat.
Akurasi data ini akan meningkatkan kualitas laporan keuangan setiap perusahaan asuransi dalam jangka panjang, mendukung transformasi manajemen data, serta menggantikan proses-proses manual dengan yang lebih terstruktur.
|Baca juga: Imbas Regulasi Baru, Maybank Indonesia (BNII) Dikabarkan Bakal Akuisisi JMA Syariah (JMAS)
|Baca juga: Tokio Marine Luncurkan UKM Partner Bidik Cuan di Pasar Retail
Berdasarkan analisis AM Best, dampak transisi terhadap ekuitas pemegang saham dengan penerapan standar akuntansi baru IFRS 17 lebih terasa bagi perusahaan asuransi jiwa dibandingkan dengan perusahaan asuransi non-jiwa.
Mengutip laporan khusus AM Best berjudul ‘Disclosures Suggest Wide Variation in IFRS 17 Impact on Shareholders Equity‘, hasil bagi perusahaan asuransi jiwa di bawah IFRS 17 bervariasi luas dengan kecenderungan ke arah negatif, meskipun penurunan ini tidak otomatis terjadi.
Di sisi lain, bagi perusahaan asuransi non-jiwa, dampaknya lebih terbatas dan cenderung positif. Laporan ini membahas beberapa faktor yang memengaruhi transisi tersebut. Dalam beberapa bulan terakhir, beberapa perusahaan (re)asuransi telah menambahkan estimasi awal dari beberapa metrik utama dalam presentasi investor mereka berdasarkan standar baru ini.
|Baca juga: Tokio Marine Indonesia Bekali Agen Asuransi Senjata Pamungkas Ini untuk Jual Produk UKM Partner
|Baca juga: Ogi Pratomiyono : Makin banyak yang Perlu Tenaga Aktuaris
Laporan khusus AM Best tersebut menganalisis pengungkapan dari beberapa perusahaan (re)asuransi besar untuk mengidentifikasi perubahan signifikan, terutama terkait ekuitas pemegang saham, serta memberikan tinjauan mengenai risiko cadangan non-jiwa dalam Rasio Kecukupan Modal (BCAR) Best di bawah IFRS 17.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News