Media Asuransi – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat penerapan Manajemen Risiko bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank (LJKNB) melalui revisi POJK No. 1/POJK.05/2015.
Dalam pertimbangannya, revisi dilakukan untuk mengimbangi peningkatan kegiatan usaha LJKNB yang makin kompleks dan risiko yang dihadapi oleh LJKNB. Pengembangan LJKNB membutuhkan penerapan manajemen risiko yang memadai, efektif, dan terukur.
Di sisi lain, POJK No.1/POJK.05/2015 dinilai sudah tidak menampung kebutuhan hukum untuk peningkatan kualitas penerapan manajemen risiko LJKNB.
Beberapa penyempurnaan aturan yang tertuang dalam beleid POJK No.44/POJK.05/2020 yang diundangkan pada 2 September 2020 adalah:
Pertama, ketentuan pengawasan aktif direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas Syariah di mana LJKNB wajib menetapkan wewenang dan tanggungjawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan manajemen risiko, termasuk wewenang dan tanggung jawab direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas Syariah.
Kedua, pengaturan dalam aspek kecukupan kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta penetapan limit risiko a.l. isi minimum kebijakan manajemen risiko LJKNB, prosedur manajemen risiko dan penerapan limit risiko wajib disesuaikan dengan tingkat risiko yang akan diambil, dan penetapan risiko wajib dilakukan secara keseluruhan; per jenis risiko; serta per aktivitas fungsional dan transaksi tertentu yang memiliki eksposur risiko.
Ketiga, pengaturan dalam aspek kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pengendalian, dan pemantauan risiko, serta sistem informasi manajemen risiko a.l. LJKNB wajib melakukan proses identifikasi, pengukuran, pengendalian, dan pemantauan risiko terhadap factor risiko yang bersifat material. Sistem informasi manajemen risiko juga wajib didukung oleh SDM yang memiliki kompetensi di bidang sistem informasi manajemen risiko.
Keempat, pengaturan dalam aspek sistem pengendalian internal yang menyeluruh a.l. LJKNB wajib melaksanakan sistem pengendalian internal secara efektif terhadap risiko yang melekat dalam pelaksanaan kegiatan usaha pada seluruh jenjang organisasi LJKNB, ruang lingkup minimum pelaksanaan sistem pengenalian internal LJKNB, dan ruang lingkup minimum pelaksanaan sistem pengendalian internal yang menyeluruh dalam penerapan manajemen risiko.
Kelima, LJKNB wajib membentuk komite manajemen risiko dan fungsi manajemen risiko.
Keenam, fungsi manajemen risiko harus independent terhadap fungsi bisnis dan operasional dan fungsi pengendalian internal.
Ketujuh, LJKNB wajib memiliki kebijakan dan prosedur secara tertulis untuk mengelola risiko yang melekat pada pengembangan atau perluasan kegiatan usaha LJKNB.
Kedelapan, beberapa ketentuan khusus dalam POJK No.44/POJK.05/2020 ini a.l. dalam hal LJKNB menerapkan manajemen risiko terintegrasi, fungsi manajemen risiko dapat digabung dalam struktur konglomerasi keuangan LJKNB yang bersangkutan. Sementara itu, penerapan manajemen risiko bagi dana pension lembaga keuangan dapat digabungkan dengan penerapan manajemen risiko pendirinya.
Kesembilan, penegakan kepatuhan atas POJK ini dapat berupa sanksi peringatan tertulis, penurunan hasil tingkat kesehatan, atau penilaian kembali terhadap pihak utama LJKNB.
POJK yang baru ini otomatis mencabut masa berlakunya POJK No. 1/POJK.05/2015, sedangkan peraturan pelaksana dari POJK No.1/POJK.05/2015 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan POJK No. 44/POJK.05/2020 ini.
Berikut detail POJK No. 44/POJK.05/2020:
ACA
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News