1
1

Pengurus LPI/SWF Harus Bebas Kepentingan Politik 

Ilustrasi Nilai Rupiah. | Foto: Ist

Media Asuransi – Di akhir Januari 2021 mendatang, Indonesia akan mulai mengoperasikan Lembaga Pengelola Investasi (LPI) alias sovereign wealth fund (SWF). SWF atau Indonesia Investment Authority (INA) menjadi sarana bagi Indonesia untuk menarik investasi investor asing untuk mendukung program pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Lembaga baru pengumpul dana investasi ini diharapkan bebas kepentingan politik. 

Beredar kabar, untuk dewan pengurus LPI/SWF nama-nama yang diusulkan adalah Pandu Patria Sjahrir yang sekarang menduduki posisi Komisaris Utama BEI, mantan Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman, Presiden Direktur PT Indika Energy Tbk Arsjad Rasjid, CEO PT Bank CIMB Niaga Tbk Tigor Siahaan, dan Presiden Direktur Credit Suisse Sekuritas Indonesia Rizal Gozali. 

Adapun untuk calon dewan pengawas LPI/SWF yang diusulkan adalah Darwin Cyril Noerhadi, Yozua Makes, dan Haryanto Sahari.

Baca juga:

Budi Hikmat, Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi, PT Bahana TCW Investment Management mengimbau, agar LPI/SWF terhindar dari kepentingan politik, sehingga harus dikelola oleh pengurus (baik komisaris dan direksi) yang memiliki integritas, governance, dan kapasitas kompetensi yang mumpuni dalam mengelola investasi. 

Menurutnya, syarat bebas kepentingan tersebut penting agar Indonesia tak akan kehilangan kepercayaan dari investor negara lain. Budi menjelaskan, pengurus LPI/SWF harus memiliki tiga faktor tersebut yang secara historis diteladankan oleh Nabi Yusuf.

“SWF sebagai pertaruhan martabat Indonesia dalam menjaga kepercayaan negara luar. Kita berharap agar SWF bisa berjalan lancar dan profesional,” katanya melalui rilis resmi, Senin 25 Januari 2021.

Budi Hikmat menilai peran LPI/SWF menjadi sangat penting bagi Indonesia. Mengutip laporan Bank Dunia tahun 2014 “Indonesia: Avoiding the Trap”, Indonesia berisiko growing old before growing rich”, jelasnya, maka Indonesia berpotensi tuwir sebelum tajir jika pertumbuhan ekonomi rata-rata dalam periode 2013-2030 hanya berkisar 6 persen.

Untuk mencegah kemalangan itu tidak terjadi, pemerintah berupaya memperkuat infrastruktur dan sumber daya manusia, mengikuti saran Bank Dunia (closing infrastructure and skill gaps). Salah satu caranya adalah dengan membentuk LPI/SWF ini. 

Namun, Bahana TCW, yang merupakan anak usaha dari Indonesia Financial Group, melihat polemik perang dagang 2019 dan pandemi Covid-19 pada tahun 2020  telah memperburuk risiko “tuwir sebelum tajir” 2030 saat penduduk kita mulai menua. Upaya mempercepat penyediaan infrastruktur untuk memacu produktivitas dan daya saing telah memperberat kondisi keuangan perusahaan milik negara (BUMN).

“Negara ini harus bisa meningkatkan PDB per kapita yang saat ini sekitar US$4500 per tahun, menjadi minimal US$12.000 per tahun dalam waktu 10 tahun hingga tahun 2030. Atau butuh pertumbuhan per tahun 10,3% dalam dolar,” jelas Budi Hikmat.

Baca juga: Perpanjangan PPKM Tidak Pengaruhi Pola Transaksi dan Konsumsi Masyarakat

Sementara itu, terang Budi, beban negara bakal bertambah apabila BUMN tersebut jatuh bangkrut meninggalkan infrastruktur yang belum membuahkan hasil. Di samping itu, beban  pembayaran bunga naik, dari sekitar 12% pendapatan negara menjadi 21%. Beban yang luar biasa tinggi sehingga membatasi negara dalam berutang.

Secara eksternal, dunia pascapandemi Covid-19 dibanjiri oleh limpahan likuiditas yang luar biasa. Kelebihan likuiditas yang tercermin dengan rendahnya suku bunga, diyakini dapat memicu asset reflation selain pelemahan dolar. Konflik geopolitik dan antisipasi berulangnya pandemi memicu perubahan strategi bisnis dan jalur pasokan (supply chain). Indonesia yang memiliki segmen kelas menengah yang tengah tumbuh dan sumber daya alam yang melimpah dianggap memiliki kesempatan untuk menjadi bagian dari sistem rantai pasok baru.

“Untuk itu, SWF menjadi terobosan yang patut ditempuh agar Indonesia masih bisa keluar dari risiko middle income trap, tanpa membebani kondisi keuangan negara yang saat ini sudah begitu besar,” ungkap Budi Hikmat.

Baca Juga: Presiden Jokowi: Februari 2021 Indonesia Sudah Miliki Bank Syariah Terbesar 

Memang uniknya, SWF Indonesia berbeda dengan model SWF negara-negara maju. Model SWF negara maju seperti investment vehicle untuk melipatgandakan kekayaan di saat terjadi krisis. Sehingga pemasukan negara maju masih tetap terselamatkan jika sumber penerimaan negara terimbas krisis. Beberapa negera maju dan tetangga yang telah memiliki SWF yakni, negeri jiran Singapura dengan Temasek Holding, Malaysia dengan Hazanah, dan Norwegia dengan Norway Government Pension Fund Global.

Sementara itu, LPI/SWF milik Indonesia justru ditujukan untuk mengelola kekayaan investasi dari luar dengan mengalokasikannya ke proyek-proyek nasional, seperti infrastruktur, dan seterusnya. Untuk itu, peran LPI sangatlah penting bagi Indonesia. Aca

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Deteksi Dini Covid-19, Moda Transportasi Massal Mulai Terapkan GeNose C19
Next Post Konsistensi Hull Service Jadi Jaminan Garuda Berikan Keselamatan Penerbangan

Member Login

or