1
1

Perekonomian Global Diperkirakan Masih Tumbuh, Tren Inflasi dalam Tren Penurunan

Head of Investment Specialist MAMI, Freddy Tedja. | Foto: doc

Media Asuransi, JAKARTA – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menyatakan bahwa memasuki kuartal II/2024, ada beberapa perkembangan baru yang cukup menarik untuk dicermati, baik dari pasar global maupun Indonesia sendiri.

Secara keseluruhan dalam perspektif global, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan lebih kuat dibandingkan proyeksi sebelumnya. “Inflasi cenderung menurun, namun yang menjadi kontradiksi adalah tingkat suku bunga yang masih tetap dipertahankan di level saat ini untuk beberapa waktu lebih lama,” kata Head of Investment Specialist MAMI, Freddy Tedja, dalam keterangan resmi yang dikutip Selasa, 4 Juni 2024.

|Baca juga: Menkeu: Ekonomi Indonesia Tumbuh Kuat di Tengah Gejolak Pasar Keuangan!

Dia tambahkan, dari dalam negeri, pemilu berlangsung lancar, peralihan pemerintahan diperkirakan berjalan mulus, dan fundamental ekonomi Indonesia tetap baik.  Di lain pihak,  volatilitas yang terjadi pada rupiah cukup mengkhawatirkan sentimen investor.

Pasar Global

IMF memproyeksikan ekonomi global tahun ini tumbuh 3,2 persen.  Penopang utamanya adalah kawasan negara berkembang yang diproyeksikan tumbuh 4,2 persen, disusul oleh kawasan negara maju yang tumbuh 1,7 persen. “Menariknya, semua angka-angka ini lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya yang dirilis bulan Januari lalu, apalagi jika dibandingkan dengan kekhawatiran resesi global yang sempat mengemuka tahun lalu,” jelas Freddy.

Optimisme pertumbuhan ini didukung oleh tingkat permintaan yang kuat, tabungan era pandemi yang masih lebih dari cukup, dan juga dampak positif stimulus pemerintah. Ekonomi yang resilien juga terjadi bersamaan dengan tren disinflasi, didukung oleh pemulihan rantai pasok global, ketersediaan tenaga kerja, dan turunnya harga energi.

“Masalahnya, walaupun inflasi global sudah menjinak, bank sentral dunia belum dapat menurunkan suku bunga, karena cenderung menunggu langkah bank sentral Amerika Serikat atau The Fed,” tuturnya.

|Baca juga: MAMI: Perekonomian Indonesia akan Tumbuh Stabil

PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menyatakan bahwa memasuki kuartal II/2024, ada beberapa perkembangan baru yang cukup menarik

Di lain pihak, The Fed memberi sinyal masih butuh waktu untuk lebih yakin lagi bahwa inflasi domestiknya sudah benar-benar dalam tren penurunan, sebelum melakukan pemangkasan. Kondisi ini membuat pasar harus menyesuaikan kembali ekspektasinya terkait suku bunga, dan sempat meningkatkan volatilitas baik di pasar saham, pasar obligasi, maupun pasar mata uang, baik di seluruh dunia, global, Asia, sampai Indonesia.

“Namun kabar baik terakhir, Chairman The Fed  mengemukakan bahwa walaupun suku bunga belum akan turun secepat ekspektasi pasar sebelumnya,  tapi potensi kenaikan lebih lanjut pun sangat kecil, jadi langkah berikutnya ke depan adalah pemotongan suku bunga,” kata Freddy.

Menurut dia, hal ini dapat dipahami. Karena sebenarnya mayoritas komponen inflasi AS telah mereda, kecuali komponen shelter dan transportasi yang memang masih cukup tinggi.

“Nah, semoga kejelasan sikap The Fed dapat menenangkan pasar, seperti terlihat dari volatilitas yang sudah mulai mereda. Dan ke depannya sentimen pasar global kembali dapat kembali kondusif,” tambahnya.

Pasar Domestik

Di Indonesia, pada kuartal pertama, pemilu presiden menjadi fokus utama. Kini dengan disahkannya hasil pemilu oleh KPU, satu faktor ketidakpastian domestik telah berlalu.  Pemilu relatif aman, dan kesinambungan kebijakan yang dijanjikan oleh presiden terpilih juga disambut pasar dengan baik, walaupun masih ada hal-hal yang kita tunggu, seperti susunan kabinet dan postur APBN.

Saat ini, di tengah tertundanya pemangkasan Fed Funds Rate yang berdampak negatif terhadap sentimen jangka pendek, fundamental Indonesia sebenarnya tetap terjaga. Beberapa diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi stabil, inflasi terkendali, persepsi risiko rendah, pertumbuhan kredit masih sehat. “Kita harapkan setelah ‘noises-noises’, kekagetan pasar akibat penyesuaian ekspektasi ini berlalu, investor global dapat kembali jernih melihat potensi jangka menengah panjang Indonesia sebagai tujuan investasi,” tutur Freddy.

Menurut dia, satu hal yang menjadi fokus dari pemerintah dan Bank Indonesia adalah nilai tukar rupiah.  Setelah tertundanya ekspektasi penurunan Fed Funds Rate, mata uang dolar AS dan imbal hasil US Treasury melejit. Ditambah lagi faktor ketegangan geopolitik bulan April, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS merosot sampe ke kisaran 16.300-an. Akhirnya BI melakukan kebijakan antisipatif, menaikkan suku bunga acuan ke level 6,25 persen.

|Baca juga: Pasar Asia Diperkirakan Mencapai Prospek Menjanjikan di Tahun 2024

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, kenaikan suku bunga dapat membantu memperlambat depresiasi nilai tukar rupiah. Dan BI masih mempertahankan pandangan positif terhadap perekonomian Indonesia 2024.

Untuk pasar obligasi,  upaya BI untuk menjaga nilai tukar rupiah dan komentar terakhir Chairman The Fed mengenai Fed Funds Rate yang sepertinya sudah tidak akan naik, dalam jangka pendek dapat menjadi penopang. Hal ini sudah mulai terlihat di pertengahan bulan Mei, yakni imbal hasil obligasi sudah mulai turun dan nilai tukar rupiah yang secara gradual mulai menguat kembali.

“Ini sesuai dengan data historis, yakni penguatan nilai tukar rupiah dan penguatan pasar obligasi cenderung sejalan atau linear,” tegasnya.

Sementara itu di pasar saham, fundamental ekonomi  yang terjaga dan valuasi yang rendah membuka peluang bagi investor yang ingin berinvestasi dini memanfaatkan kondisi di  akhir siklus kenaikan suku bunga.  Selain itu, arah kebijakan ekonomi pemerintahan baru serta pilihan kabinet yang kredibel juga dapat menjadi katalis positif ke depannya.

Freddy Tedja mengatakan bahwa kuartal II/2024 memang diawali perubahan-perubahan ekspektasi, yang kemudian diikuti dengan volatilitas tinggi dan sentimen pasar yang kurang kondusif.  Namun dengan berjalannya waktu, pasar pun melakukan penyesuaian, volatilitas terlihat mereda, dan sentimen sudah sedikit membaik.

Dalam kondisi seperti ini, yang perlu kita ingat adalah secara keseluruhan perekonomian global tahun ini diperkirakan masih tumbuh dan inflasi global pun dalam tren penurunan. Fundamental ekonomi Indonesia juga masih terjaga kuat, katalis-katalis penopang dan potensi pasar finansial pun masih sangat cukup.

“Mari kita fokus pada peluang jangka menengah panjang dan jadikan volatilitas jangka pendek sebagai peluang yang belum tentu berulang,” ajak Freddy.

Editor: S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Direktur BCA Beri Mahasiswa Universitas Udayana Tips Hadapi Disrupsi Teknologi dan Perubahan Sosial
Next Post Deretan Saham Wajib Masuk Radar saat IHSG Uji Level 7.174

Member Login

or