Media Asuransi – Di era teknologi digital, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyarankan kepada perusahaan asuransi untuk tidak lagi fokus pada produk tetapi pada pelanggan.
Direktur Eksekutif AAUI, Dody Dalimunthe, mengatakan saat ini yang dijalankan perusahaan asuransi masih proses bisnis yang konvensional atau traditional insurance business yakni fokusnya pada produk, dengan pilar-pilar yang menangani underwriting, expense control, manajemen risiko, pembiayaan, dan distribusi produk.
“Hadirnya big data dan artificial intelligence akan jadi disrupsi pada proses tradisional ini. Dalam sektor asuransi, teknologi ini mempermudah proses pengolahan data yang akan berpengaruh dalam setiap proses transaksi,” jelasnya, beberapa waktu lalu.
Ke depan, jelas Dody, bukan produk yang difokuskan tapi pelanggan. Apapun, sepanjang pelanggan merasa lebih efisien, proses bisnis lebih mudah aksesnya, dan biaya yang dikeluarkan lebih murah.
|Baca juga: Industri Asuransi Pasca Pandemi
“Jadi tidak sekadar buat produk dan dapat keuntungan. Oleh karena itu banyak aspek misal operation dari asuransi yang akan memberikan journey bagi customer. Bicara akses lebih mudah, operation dengan robotic, artificial intelligence, engagement melalui channel yang mudah aksesnya. Flow data bisa diakses siapapun karena basisnya IoT,” jelasnya.
Lebih lanjut, Dody mengatakan saat ini terdapat 3 barrier industri asuransi yang bisa diatasi oleh insurtech yaitu awareness, access, dan affordability. Dari sisi awareness, insurtech menawarkan produk micro insurance yang sangat spesifik seperti, gadget, travel, flight, proses klaim yang lebih mudah yaitu once click instant claim, dan simple pricing.
Dari sisi akses, insurtech menawarkan online channel melalui website dan apps, serta platform yang terintegrasi dengan platform lain seperti e-commerce dan e-wallet. Lalu dari sisi affordability, insurtech menawarkan harga premi yang murah dan satu kali pembayaran.
Dody melihat saat pandemi ini ekonomi digital Indonesia tumbuh sangat pesat yang mana hal ini inline dengan prospek pemasaran asuransi melalui insurtech. Dia menjelaskan ekonomi digital Indonesia tercatat terbesar di Asia, bernilai US$40 miliar pada 2020 dan pada 2025 diperkirakan bisa mencapai US$133 miliar.
“Dengan 1,79% dari PDB, belanja asuransi di Indonesia jauh lebih rendah daripada rata-rata anggota OECD lainnya. Sementara itu, jumlah insurtech yang terdaftar di OJK masih sedikit yaitu 10+ jika dibandingkan dengan 145+ perusahaan asuransi yang terdaftar,” terangnya.
Dia menjelaskan, asuransi perjalanan dan asuransi kendaraan tetap menjadi produk asuransi yang paling popular ditawarkan karena 8 dari 10 platform menyediakan layanan ini. “Sejak pandemi, 35% penduduk Indonesia ingin memiliki asuransi kesehatan menurut Nielsen dan Kantar tahun 2020.”
|Baca juga: Menjaga Sinyal Rebound Industri Asuransi
Besarnya ceruk bisnis insurtech ini juga tecermin dari data AAUI. Dody menjelaskan penggunaan teknologi dalam pemasaran asuransi masih 0,07% penjualan yang menggunakan internet application. “Tapi mungkin ada ketidakpahaman dari responden karena penjualan direct marketing dan broker kemungkinan sudah menggunakan teknologi intenet dalam pemasaran. Ini yang akan akan didalami kembali.”
Lebih lanjut, Dody mengungkapkan strategi yang harus dilakukan oleh perusahaan asuransi di era digital saat ini yaitu pertama, perusahaan harus dapat beradaptasi. Dalam era perubahan dan loyalitas tidak lagi menjadi perhatian konsumen, industri harus melampaui produk dan layanan inti jika ingin mempertahankan basis pelanggannya.
Kedua, pendekatan tradisional dalam menjual produk asuransi sudah harus berubah. Pertumbuhan akan datang dari model berbasis layanan baru, produk inovatif dan fokus yang lebih besar pada pencegahan.
Ketiga, dalam lingkungan yang sangat kompetitif, perusahaan tidak dapat lagi mengandalkan pertumbuhan organik atau inovasi internal. Pemenangnya adalah mereka yang dapat menjalin aliansi dengan perusahaan baru yang inovatif, bersekutu dengan insurtech, dan berkonsolidasi dengan rekan-rekan mereka.
Keempat, perusahaan perlu mengetahui cara menggunakan teknologi yang tepat untuk tujuan yang benar atau mereka berisiko ketinggalan. “Ke depan peluang insurtech sangat besar karena pengguna internet di Indonesia baik milenial maupun generasi z dan pandemi ini orang makin sadar untuk membuat mitigasi risiko,” jelasnya.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News