Media Asuransi – Pasar saham dan obligasi bergerak relatif sideways beberapa pekan ini. Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang membebani sentiment pasar, baik faktor global maupun dalam negeri.
Menurut Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan, secara jangka pendek memang ada beberapa faktor yang membebani sentimen pasar seperti Pilpresdi Amerika Serikat (AS) dan negosiasi stimulus fiskal AS, serta meningkatnya kasus Covid-19 global. Di pasar domestik pun ada faktor ketidakpastian terkait kebijakan burden sharing BI dan wacana pembentukan Dewan Moneter.
MAMI Tetap Layani Investor Walau Menerapkan WFH
Terlepas dari sentimen jangka pendek tersebut, menurut Katarina, pasar saham dan obligasi masih memiliki potensi ke depannya, didukung oleh kebijakan reflasi global. Reflasi adalah kebijakan untuk menstimulasi ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter akomodatif yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi, mendorong belanja, dan mencegah deflasi.
“Ini merupakan kebijakan pro-ekonomi yang berpotensi menekan tingkat suku bunga dan meningkatkan selera investasi terhadap aset berisiko, termasuk pasar saham dan obligasi negara berkembang,” katanya dalam keterangan resmi, Rabu, 21 Oktober 2020.
Selain itu, menurut Katarina, penanganan Covid-19 juga tetap menjadi kunci pemulihan ekonomi. Positifnya adalah pengembangan vaksin Covid-19 terus berlanjut, dan saat ini sudah ada 10 vaksin yang berada pada tahap uji klinis fase ketiga yang merupakan fase terakhir sebelum approval dan produksi.
Survei Manulife: Mayoritas Responden Khawatir Dampak Jangka Panjang Pandemi Covid-19
Di tengah kondisi pandemi saat ini tentunya banyak ketidakpastian yang dapat meningkatkan volatilitas pasar finansial, Katarina Setiawan menyarankan investor untuk meninjau kembali alokasi portofolio dan memastikan alokasinya tetap sesuai dengan tujuan investasi dan profil risiko.
“Volatilitas tinggi di pasar dapat membuat alokasi portofolio anda tidak sesuai dengan aset alokasi awal yang anda tetapkan. Kondisi ini dapat mengubah profil portofolio Anda. Lakukan rebalancing, agar alokasi portfolio tetap sesuai dengan alokasi yang telah ditetapkan. Bagi investor jangka panjang dengan profil agresif, kondisi saat ini juga dapat menjadi peluang untuk average down investasi, atau mulai berinvestasi di tengah harga pasar yang masih menarik,” tandasnya.
Terkait dengan Pemilu Presiden Amerika Serikat yang dijadwalkan awal November 2020, menurut Katarina, ada opini yang berkembang bahwa apabila Joe Biden –yang merupakan wakil partai Demokrat – terpilih sebagai Presiden maka pasar kemungkinan merespon negatif. Kekhawatiran tersebut didasari beberapa kebijakan Biden yang dianggap tidak pro-bisnis, seperti wacana menaikkan pajak korporasi, menaikkan upah minimum, dan memperketat regulasi untuk perusahaan teknologi.
Namun, dengan kondisi ekonomi Amerika Serikat yang lemah karena wabah Covid-19, akan sulit bagi pemerintah Amerika Serikat untuk menerapkan kebijakan yang tidak pro-ekonomi. Hal seperti ini terjadi di masa lalu, beberapa program Presiden Barrack Obama diundur untuk menghadapi krisis di tahun 2008. Pada waktu itu Presiden Obama malah memajukan stimulus dalam jumlah sangat besar dan meneruskan program pemotongan pajak dari pendahulunya, Presiden Bush. “Oleh karena itu, dalam pandangan kami siapapun yang terpilih sebagai Presiden dalam Pilpres AS mendatang, fokus kebijakannya akan tetap suportif untuk ekonomi dan dunia usaha yang saat ini urgent untuk didukung,” urai Katarina. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News