Oleh: Muhammad Berly Sofianto
Asap pertama kali terlihat keluar dari celah dek kendaraan. Tak lama kemudian, terdengar suara letupan kecil yang segera disusul kobaran api. Kepanikan menyebar cepat, sementara suara sirene kapal beradu dengan teriakan penumpang. Inilah yang terjadi di atas KM “BARCELONA 01”, kapal penumpang yang terbakar di perairan Pulau Talise, Sulawesi Tengah, pada 20 Juli 2025 lalu. Penyebabnya kini diduga kuat berasal dari muatan berbahaya, hidrogen peroksida, yang dibawa salah satu truk logistik tanpa deklarasi.
Muatan itu, yang seharusnya hanya diangkut dengan pengamanan khusus, disimpan begitu saja di dalam dek kendaraan tertutup. KNKT mencurigai bahwa bahan kimia tersebut menjadi pemicu utama ledakan yang memicu kebakaran besar dan menewaskan lima orang. Namun hal ini masih dugaan belum kesimpulan akhir.
Tragedi ini bukan yang pertama. Bahkan, jika ditarik ke belakang satu dekade, kejadian serupa terus berulang, hampir semuanya berasal dari api tersembunyi yang muncul dari kendaraan atau kargo di dalam kapal.
Kasus seperti KM “BARCELONA 01” semakin memperkuat pola yang muncul dari berbagai kebakaran kapal Ro-Ro dan penumpang di Indonesia. Pada KM “MUTIARA SENTOSA I”, misalnya, api juga diduga berasal dari dek kendaraan. Terjadi pada 19 Mei 2017 di perairan Masalembo, kapal ini mengangkut 178 penumpang dan 44 kendaraan. Meski 187 orang berhasil dievakuasi, insiden tersebut menewaskan tiga orang. Saksi mata menyatakan bahwa api cepat membesar dari bagian bawah dek, tempat truk-truk logistik terparkir rapat.
Beberapa tahun kemudian, KMP “MUTIARA BERKAH I” terbakar saat sandar di Dermaga PT Indah Kiat Pulp and Paper, Cilegon. Api berkobar selama 26 jam dan baru padam setelah upaya pemadaman besar-besaran. Sumber api, lagi-lagi, berasal dari area truk logistik yang sedang bongkar muat. Api berkobar saat kapal dalam posisi sandar, yang menyelamatkan seluruh penumpang dari potensi korban jiwa, namun menimbulkan kerugian besar secara materiil dan gangguan operasional pelabuhan.
Berikut rangkuman kasus-kasus besar kebakaran kapal akibat muatan dalam 10 tahun terakhir:
Tahun |
Nama Kapal |
Lokasi |
Dugaan Sumber Api |
Korban Jiwa |
2025 |
KM Barcelona 01 |
Pulau Talise, Sulteng |
Masih dalam penyelidikan |
5 MD |
2024 |
Ro-Ro ASDP (Batam) |
Tanjung Kasam, Batam |
Truk terbakar di dek kendaraan |
– |
2023 |
KMP Jambo VIII |
Gilimanuk, Bali |
Truk logistik terbakar saat parkir |
– |
2023 |
KMP Mutiara Berkah I |
Cilegon, Banten |
Kendaraan logistik terbakar saat sandar |
– |
2019 |
KM Santika Nusantara |
Laut Jawa |
Api dari kendaraan logistik |
21 MD |
2017 |
KM Mutiara Sentosa I |
Laut Jawa |
Kebakaran dari dek kendaraan |
3 MD |
Dalam seluruh kasus tersebut, api tidak muncul dari mesin kapal, sistem kelistrikan kapal, atau navigasi, melainkan dari muatan kendaraan yang dibawa ke atas kapal, sebagian besar truk pengangkut logistik. Mayoritas kendaraan tidak dideteksi membawa bahan berbahaya, atau mengalami korsleting, kebocoran bahan bakar, hingga reaksi kimia dari muatan yang tidak dideklarasikan.
Di balik setiap insiden, terselip satu benang merah: pengawasan yang lemah terhadap muatan kendaraan. Truk-truk logistik yang mengangkut BBM, bahan kimia, gas, atau muatan bertekanan, sering kali naik ke kapal tanpa pengujian kandungan muatan, tanpa label “Dangerous Goods”, dan tanpa ventilasi yang sesuai. Proses manifestasi dan pemeriksaan di pelabuhan umumnya hanya bersifat administratif, tanpa inspeksi fisik mendalam.
Sementara itu, kapal Ro-Ro tidak dirancang dengan standar keamanan tinggi untuk memuat bahan kimia reaktif. Dek kendaraan yang tertutup rapat, minim ventilasi, dan tanpa detektor gas atau suhu menjadi ruang pembakaran tertutup yang sempurna ketika percikan api muncul.
Tragedi-tragedi ini bukan hanya mencoreng catatan keselamatan pelayaran Indonesia, tetapi juga mengguncang fondasi asuransi maritim. Polis asuransi kapal, baik Hull & Machinery (H&M) maupun Protection & Indemnity (P&I), dirancang untuk melindungi kapal dan penumpangnya dari risiko besar, termasuk kebakaran. Namun, bila penyebab kebakaran berasal dari muatan berbahaya yang tidak dilaporkan (undeclared dangerous goods), maka posisi hukum dan pelindungan asuransi bisa menjadi abu-abu.
Kondisi ini menegaskan perlunya penguatan sistem manifestasi, inspeksi muatan, dan pemisahan zona kendaraan di atas kapal. Kapal-kapal penumpang yang mengangkut truk logistik harus memiliki sistem pemadam otomatis, sensor gas, dan suhu, serta kebijakan zero tolerance terhadap barang berbahaya yang tidak dideklarasikan. Api yang membara di dek kendaraan telah menjadi musuh tersembunyi, membunuh dalam hitungan menit, dan menghancurkan kepercayaan publik terhadap transportasi laut.
Kini, saatnya Indonesia memperkuat sistem pengawasan muatan dan melakukan restrukturisasi terhadap protokol keselamatan pelayaran. Karena jika tidak, kita hanya menunggu kapal berikutnya terbakar, bukan karena takdir, tapi karena kelalaian yang terus diulang.
Penulis adalah Kupasian, Marine Division Manager PT Axis International Indonesia
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News