1
1

Uncertainty dalam Bisnis Asuransi

Budi Sartono Soetiardjo Pemerhati Publik & Asuransi. | Foto: doc

Oleh: Budi Sartono Soetiardjo

Majalah Media Asuransi edisi Juni 2024  yang berjudul  “Bersama Menyehatkan Asuransi Kesehatan”,  mewartakan banyak perusahaan asuransi kesehatan merugi akibat meningkatnya klaim kesehatan.

Disebutkan, dalam lima tahun terakhir rasio klaim asuransi kesehatan cukup tinggi. Bahkan, dalam dua tahun terakhir,  rasio klaim terhadap premi  sudah mencapai lebih dari 90 persen.

Bagaimana industri asuransi harus menyikapi fenomena ini ?

Konsep bisnis asuransi adalah “Uncertainty”, ketidak pastian. Yakni, menanggung suatu atau beberapa risiko yang tidak pasti, yakni  risiko yang tidak diketahui kapan akan terjadi dan berapa besar  nilai kerugiannya.

Namun demikian, ketidak pastian dalam asuransi semestinya bisa diukur dengan beberapa  parameter dan indikator.
Misalnya, daerah-daerah  langganan banjir.seperti pemukiman penduduk di bantaran sungai Ciliwung, Jakarta Timur adalah kawasan dengan probabilitas tinggi diterjang banjir.

Begitu pula dengan wilayah-wilayah jalur gempa yang hampir setiap tahun dilanda bencana ini, seperti Aceh, Bengkulu,  Cianjur, Sukabumi, dan jalur sepanjang pantai selatan pulau Jawa, juga memiliki probabilitas tinggi diguncang gempa.

Roh bisnis asuransi adalah risiko yang tidak pasti, namun ketika ketidak pastian telah berubah menjadi sesuatu yang pasti,  maka penting bagi industri asuransi untuk meredefinisikan atau memetakan kembali risiko-risiko yang selama ini dianggap “Uncertain”.

Pemetaan sangat penting agar industri asuransi bisa melakukan evaluasi secara kredibel dan akuntabel agar asuransi tidak beroperasi di wilayah yang spekulatif.

Banjir, huruhara, kerusuhan adalah risiko-risiko yang sebenarnya “Predictable”,  yang bisa diprediksi melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun mengacu kepada catatan atau data  “Loss Experience” atsu”Loss Record”, serta parameter-parameter lain yang relevan.

Musibah banjir, semestinya sudah bisa diprediksi dengan melihat beberapa fenomena dan indikator seperti, curah hujan, prakiraan cuaca BMKG, daya dukung lingkungan, geografi maupun topologi area, dan catatan atau pengalaman spesifik dalam tiga tahun terakhir.

Pada dasarnya,  “Uncertainty” dalam asuransi  tetap bisa diukur melalui parameter probabilitas, severitas dan kecenderungan-kecenderungan lain yang terukur.  Rasionalitasnya adalah,  risiko yang layak dicover industri asuransi adalah  risiko yang memiliki tingkat “Uncertainty” minimal 90 persen, bukan risiko yang hanya ditentukan berdasarkan perkiraan atau spekulasi.

Oleh karena itu, peran underwriter atau  aktuaris, menjadi sangat penting sebagai filter untuk menentukan luas jaminan, tarif premi, rekomendasi, kebutuhan back up reasuransi,  Deductible/potongan klaim atau Own Retention (Risiko Sendiri), “Exclusions” atau pengecualian terhadap risiko-risiko yang layak atau tidak layak dijamin oleh asuransi.

Tingginya rasio klaim asuransi bisa dievaluasi dari berbagai perspektif guna bahan perbaikan dan pembenahan ke depan. Hukum bilangan besar (large number) dalam bisnis asuransi tak selalu menguntungkan ketika selektivitas, kehati–hatian  probabilitas dan severitas diabaikan.

Salam,

Penulis adalah Pemerhati Publik & Asuransi

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Raksasa Asuransi Jepang Diramal Pertahankan Kinerja Keuangan Ciamik di 2024
Next Post Sun Life Luncurkan Ekosistem Layanan HNW di Asia untuk Nasabah Tajir

Member Login

or