1
1

RUU TNI Dinilai Jadi Salah Satu Biang Kerok IHSG Anjlok, Ini Tanggapan DPR!

Wakil Ketua Komisi I DPR RI bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Budisatrio Djiwandono. | Foto: Media Asuransi/Muh Fajrul Falah

Media Asuransi, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Per 18 Maret 2025, indeks acuan saham Indonesia telah anjlok 1.682 poin atau turun 21,28 persen dari level tertingginya sepanjang tahun.

Salah satu faktor yang disorot oleh masyarakat sebagai pemicu kepanikan investor adalah isu Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang dianggap menimbulkan kekhawatiran di pasar modal dan mengakibatkan IHSG anjlok.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Budisatrio Djiwandono menegaskan, kekhawatiran terkait RUU TNI seharusnya tidak beralasan. Ia menepis anggapan RUU TNI akan memungkinkan prajurit aktif menduduki jabatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tanpa mengundurkan diri.

“Saya rasa tidak ya, itu nanti kita bisa perlihatkan bahwa tidak ada penempatan prajurit aktif di BUMN-BUMN. Saya tidak mengerti itu (berita) beredar dari mana, tapi sejak kemarin kita banyak diskusi bahwa DPR RI dan pemerintah mengedepankan supremasi sipil dan semangat reformasi juga,” kata Budisatrio, dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 19 Maret 2025.

|Baca juga: OECD Prediksi Ekonomi Indonesia Melambat Jadi 4,9% di 2025, Apa Biang Keroknya?

|Baca juga: Industri Asuransi Syariah Diramal Dihadang Banyak Tantangan, Bos OJK Siapkan Inisiatif Berikut!

Menurutnya, DPR RI terus berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan stabilitas ekonomi dan kepercayaan investor tetap terjaga. Salah satu langkah yang ditempuh adalah mendukung kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) dalam mengantisipasi volatilitas pasar modal.

“Kami dari DPR RI hadir untuk memberikan dukungan penuh kepada rekan-rekan OJK dan BI yang telah mengumumkan beberapa kebijakan untuk mengantisipasi ke depan dan untuk memitigasi volatilitas di pasar modal,” ujarnya.

Sebagai bagian dari upaya stabilisasi pasar, OJK juga mengeluarkan kebijakan buyback saham tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas bagi emiten dalam menghadapi tekanan pasar yang berfluktuasi secara signifikan.

Regulasi buyback tanpa RUPS disebut telah dikomunikasikan kepada perusahaan terbuka melalui surat resmi OJK tertanggal 18 Maret 2025 dan berlaku hingga enam bulan ke depan. DPR RI berharap kebijakan yang diambil oleh regulator dapat memulihkan kepercayaan pasar serta menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global dan domestik.

Sebelumnya, Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, anjloknya IHSG bukan hanya dipicu oleh isu RUU TNI, tetapi juga oleh kombinasi berbagai faktor fundamental yang telah mengikis kepercayaan investor sejak lama.

|Baca juga: Jadi Bos Manulife Indonesia, Berikut Profil Lengkap Lauren Sulistiawati!

|Baca juga: Manajemen GoTo Gojek Tokopedia (GOTO) Kembali Bantah Isu Akan Diakuisisi Grab

“Ada beberapa hal yang menjadi perhatian serius investor. Pertama, hasil APBN Februari yang buruk dan outlook fiskal 2025 yang berat. Kedua, kebijakan pemerintah yang dinilai tidak realistis dan kurang mempertimbangkan aspek teknokratis,” ujar Wijayanto.

“Ketiga, munculnya berbagai isu mega korupsi yang semakin merusak kepercayaan di pasar. Sementara itu, isu Dwi Fungsi ABRI dan potensi penurunan credit rating Indonesia menambah ketakutan investor,” tambah Wijayanto.

Menurutnya, faktor-faktor ini menciptakan tekanan berlapis yang membuat investor lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan di pasar modal. Jika tidak ada langkah konkret dari pemerintah untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan tata kelola kebijakan maka volatilitas IHSG akan terus berlanjut.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Tugure Optimistis Menatap 2025
Next Post Tugure Targetkan Perolehan Premi Rp3,6 Triliun di 2025

Member Login

or