Media Asuransi, GLOBAL – Perusahaan reasuransi global, Aon, melaporkan total kerugian ekonomi akibat bencana alam secara global pada kuartal I/2025 mencapai US$83 miliar. Angka ini tercatat sebagai yang tertinggi sepanjang sejarah untuk periode tiga bulan pertama dalam setahun.
Mengutip Asia Insurance Review Senin, 21 April 2025, laporan bertajuk ‘Global Catastrophe Recap – April 2025‘ yang dirilis Aon mencatat lonjakan signifikan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar US$54 miliar.
Lonjakan kerugian ini dipicu oleh serangkaian bencana besar, mulai dari kebakaran hutan hebat di California, badai dahsyat di Amerika Serikat, hingga gempa bumi mematikan di Myanmar dan China.
|Baca juga: Bukan Lagi di TV, Helmy Yahya Kini Tampil di Panggung Komisaris Bank BJB, Ini Profilnya!
|Baca juga: BEI Resmi Delisting Saham Smartfren
Amerika Serikat menyumbang sekitar US$71 miliar dari total kerugian tersebut, tertinggi sejak 1994 dan jauh di atas rata-rata kerugian kuartal I sejak 2000 yang hanya US$12 miliar. Sebaliknya, wilayah lain di dunia justru mencatat kerugian yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis.
Untuk kerugian yang diasuransikan, Aon mencatat nilainya mencapai lebih dari US$53 miliar, jauh di atas rata-rata dua dekade terakhir sebesar US$17 miliar. Ini menjadi rekor tertinggi kedua sepanjang sejarah, setelah kuartal I/2011. Sekitar 71 persen dari total nilai itu berasal dari kebakaran hutan di California.
Berdasarkan data Aon, celah perlindungan asuransi atau insurance protection gap menyempit ke level 36 persen, terendah sejak 1990. Hal ini terjadi karena tingginya penetrasi asuransi di AS, tempat sebagian besar kerugian terjadi. Namun, angka-angka ini masih bersifat sementara karena proses penilaian kerusakan masih berlangsung, terutama di Myanmar.
|Baca juga: 5 Kumpulan Kata-kata Bijak Yoda untuk Kehidupan Sehari-hari
|Baca juga: Sering Lupa Apresiasi Diri Sendiri? Ternyata Ini 5 Alasan Kamu Perlu Self Reward!
Jumlah korban jiwa akibat bencana alam selama kuartal I/2025 mencapai lebih dari 6.000 orang, melonjak tajam dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang hanya 1.800 jiwa. Sekitar 88 persen dari total korban tewas berasal dari gempa bumi besar yang melanda Myanmar pada Maret lalu.
Kepala Catastrophe Insight Aon Michal Lörinc menyebut bencana yang terjadi menegaskan pentingnya strategi manajemen risiko menyeluruh. “Kami berkomitmen memberikan analisis berbasis data dan alat prediktif agar sektor publik dan swasta dapat lebih siap menghadapi dampak bencana di masa depan,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News