Media Asuransi, JAKARTA – Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman menyebutkan dari simulasi yang dilakukan Citi Indonesia terlihat Indonesia menjadi di antara negara di dunia yang dampaknya relatif moderat akibat penerapan tarif tinggi oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
“Indonesia di antara berbagai negara di dunia secara relatif dampaknya lebih moderat dibandingkan dengan negara-negara lain yang memiliki rasio ekspor terhadap PDB yang lebih besar dan juga rasio investasi langsung atau penanaman modal asing terhadap PDB yang lebih besar,” kata Helmi, di Jakarta, Kamis, 24 April 2025.
Salah satu negara yang memiliki ekspor dan investasi asing terhadap PDB paling besar di kawasan ASEAN yakni Vietnam. Dengan kondisi itu, ia menilai, Vietnam menjadi salah satu negara yang terkena dampak paling besar dari penerapan tarif AS. Kendati demikian, bukan berarti Pemerintah Indonesia berdiam diri saja.
|Baca juga: Sri Mulyani Waspadai Dampak Perang Dagang AS-China terhadap Investasi Global
|Baca juga: KSSK Klaim Sistem Keuangan RI Tahan Banting Meski Perang Dagang Mengintai
“Bukan berarti Indonesia dampaknya bisa kita abaikan atau kita ignore. Tentunya bukan rahasia lagi bahwa banyak dari ekspor Indonesia ke Amerika Serikat itu terkait dengan industri-industri yang bersifat padat karya seperti industri tekstil, industri sepatu, dan industri kulit,” jelasnya.
Apabila kesemuanya digabung, lanjutnya, industri tersebut dari sisi ekspor hampir setengahnya bergantung kepada pasar AS. Artinya, apabila terjadi pelemahan dari sisi permintaan di Negara Paman Sam dari meningkatnya tarif maka kemungkinan ada dampak tersendiri terhadap industri padat karya Indonesia.
“Kalau digabung, industri-industri ini dari sisi ekspornya itu hampir setengahnya bergantung kepada pasar Amerika. Sehingga apabila terjadi pelemahan permintaan dari Amerika akibat dari meningkatnya tarif dan turunnya kepercayaan konsumen di Amerika tentunya industri-industri padat karya mungkin ini bisa terdampak,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan, saat ini sistem perdagangan dunia terlihat tidak akan kembali ke level sama sebelum 2 April 2025. Terkait penerapan tarif yang diberlakukan AS, Citi Indonesia melihat terdapat tiga lapisan terkait dampaknya terhadap negara-negara mitra dagang AS.
“Lapisan pertama adalah lapisan tarif terendah, yang mendekati angka baseline 10 persen, yaitu tarif universal 10 persen,” ungkapnya.
Hal ini diperkirakan dikenakan kepada negara atau wilayah perekonomian yang bergantung atau dekat dengan AS secara perdagangan, investasi, dan politik yakni negara di Asia meliputi Jepang dan Korea.
|Baca juga: Negosiasi Tarif dengan AS Berlanjut, Sri Mulyani Tegaskan Posisi Tawar Indonesia Makin Kuat
|Baca juga: Begini Jurus Sri Mulyani Hadapi Ancaman Perang Tarif AS!
“Lapisan kedua adalah lapisan tarif tertinggi yang dalam skenario baseline kami, berada di atas 50 persen. Ini kemungkinan dikenakan kepada China sebagai negara yang dianggap kompetitor strategis AS,” tuturnya.
Pada lapisan ketiga, negara atau wilayah yang akan terdampak dikenakan tarif yang lebih besar dari baseline 10 persen, namun lebih rendah dari tarif yang diumumkan pada 2 April. Negara atau wilayah di lapisan ini ialah wilayah perekonomian yang berhubungan kuat dan baik dengan AS maupun dengan China.
“Jadi beberapa negara ASEAN termasuk Vietnam, Indonesia, kami rasa akan berada dalam kelompok tarif atau lapisan tarif yang menengah ini,” pungkas Helmi.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News