Media Asuransi, JAKARTA – Tokocrypto memperkirakan harga Bitcoin memiliki potensi menguat ke level US$115.000 hingga US$118.000.
Sebelumnya, harga Bitcoin kembali mencetak sejarah dengan menembus level tertinggi sepanjang masa di US$112.000 atau sekitar Rp1,81 miliar (kurs dolar AS Rp16.218) pada Kamis (10/7), naik hampir 3% dalam sehari.
Lonjakan harga ini dipicu oleh meningkatnya optimisme pasar terhadap potensi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) pada akhir Juli atau akhir tahun ini. Reli harga Bitcoin terjadi beberapa jam setelah risalah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bulan Juni dirilis.
|Baca juga:Investasi Bitcoin Bisa Jadi Solusi di Tengah Tekanan Ekonomi, Kok Bisa?
Dokumen tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pejabat The Fed memproyeksikan akan ada setidaknya satu kali penurunan suku bunga pada 2025. Beberapa bahkan menyatakan peluang pemangkasan suku bunga dapat dilakukan secepatnya dalam rapat 30 Juli, tergantung perkembangan data inflasi.
“Lonjakan ini menandakan bahwa investor kripto mulai mengantisipasi pelonggaran kebijakan moneter yang dapat meningkatkan likuiditas pasar,” ujar Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, dalam keterangan resmi dikutip, Minggu, 13 Juli 2025.
Menurutnya, level US$112.000 menjadi area psikologis penting, dan jika momentum ini berlanjut, BTC bisa menguji level resistensi berikutnya di US$115.000 hingga US$118.000.
|Baca juga:Harga Bitcoin Diramal Masih Akan Pulih Lagi ke Level US$110.000
Meningkatnya harapan akan penurunan suku bunga The Fed pada kuartal ketiga juga mendorong permintaan ETF spot BTC AS. Tren arus pasar ETF spot terkini berkontribusi terhadap pencapaian rekor tertinggi BTC pada 9 Juli dengan Total aliran masuk mencapai US$80,6 juta.
Meskipun terjadi akumulasi dari investor jangka pendek dan panjang berdasarkan data on-chain, analis memperingatkan bahwa permintaan spot di bursa kripto masih cenderung lemah. Ini menimbulkan kekhawatiran apakah lonjakan harga dapat berkelanjutan tanpa dorongan volume yang solid dari pasar ritel.
Pasar saat ini menanti dua momen penting yang akan menentukan arah selanjutnya: rilis data Indeks Harga Konsumen (CPI) untuk bulan Juni pada 11 Juli dan keputusan suku bunga The Fed pada 30 Juli. Keduanya dianggap sebagai penentu utama apakah tren pelonggaran kebijakan akan benar-benar dimulai dalam waktu dekat.
|Baca juga: Investasi Kripto di RI Makin Kinclong, OJK Tawarkan Solusi Lewat Unit Dana Kripto
“Data CPI akan menjadi kunci. Jika inflasi terus melandai, maka peluang pemangkasan suku bunga makin terbuka lebar dan bisa memperkuat sentimen positif terhadap aset kripto,” tambah Fyqieh.
Namun, dinamika global juga mempengaruhi ekspektasi pasar. Risalah FOMC mencatat kekhawatiran baru terhadap tekanan inflasi akibat tarif perdagangan yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump, terhadap beberapa negara. Meskipun Trump membantah tarif berdampak pada inflasi, sejumlah pejabat The Fed tetap memilih bersikap hati-hati.
Secara teknikal, jika Bitcoin mampu menutup harga di atas resistensi US$112.500, maka ada potensi penguatan menuju US$115.000 hingga US$118.000. Namun, jika gagal bertahan di atas zona tersebut, koreksi harga bisa terjadi dengan support terdekat di US$110.800 dan US$109.750.
Sementara itu, indikator teknikal menunjukkan tren positif: RSI (Relative Strength Index) berada di atas level 50 dan MACD terus bergerak di zona bullish. Dengan semua faktor yang sedang berkembang, lonjakan harga Bitcoin ini tak hanya mencerminkan reaksi pasar terhadap kebijakan moneter, tetapi juga keyakinan baru terhadap posisi Bitcoin sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News