Media Asuransi, JAKARTA – Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menyoroti dampak serius akibat kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) terhadap perekonomian Indonesia.
Menurutnya hampir seluruh indikator utama ekonomi domestik mengalami tekanan negatif akibat kebijakan perdagangan yang diterapkan. Dengan adanya kebijakan tarif yang sudah diterapkan sebesar 19 persen, lanjutnya, Indonesia akan mengalami dampak seperti kontraksi di Produk Domestik Bruto (PDB).
|Baca juga: IHSG Ngacir Terkerek Kinerja Emiten, IPOT Rekomendasikan Saham-saham Breakout Resistance
“Angka ini adalah penurunan terdalam dibandingkan dengan negara lain, menandakan Indonesia paling dirugikan dalam skema tarif yang timpang ini,” ujar Rizal, Senin, 21 Juli 2025.
Dengan kondisi tersebut, AS justru akan mendapatkan keuntungan karena produk-produk Indonesia menjadi lebih mahal di pasar AS akibat tarif, kemudian produk AS tetap masuk ke pasar Indonesia tanpa hambatan tarif dan neraca dagang AS terhadap Indonesia membaik.
“Artinya perekonomian AS diuntungkan dari sisi perdagangan dan produksi domestik,” ujarnya.
Di sisi Investasi, Indonesia mengalami penurunan paling tajam dibandingkan dengan negara lain. Penurunan ini mencerminkan melemahnya intensif investasi akibat terganggunya prospek ekspor dan meningkatnya ketidakpastian pasar global.
Sementara dampak tarif terhadap daya beli rumah tangga juga menurun sebesar minus 0,091 persen, terdalam dibandingkan dengan negara lain. Penurunan ini mencerminkan melemahnya pendapatan dan naiknya harga konsumtif, yang menekan konsumsi riil. Namun beberapa negara lain justru diuntungkan oleh efek peralihan dagang.
“Artinya kebijakan tarif saat ini secara langsung merugikan kesejahteraan rumah tangga Indonesia dan perlu direspons dengan kebijakan kompensasi yang tepat sasaran,” kata Rizal.
|Baca juga: Kartu Kredit DBS Vantage Visa Infinite Resmi Diluncurkan, Layani 5 Dimensi Kekayaan!
|Baca juga: Respons Putusan MK soal Pasal 251 KUHD, OJK Pantau Ketat Penyesuaian Polis Asuransi
Sedangkan dampak terhadap kapasitas fiskal, pengeluaran Pemerintah Indonesia akan mengalami penurunan sebesar minus 0,122 persen. Penurunan ini mengindikasikan tekanan ekonomi akibat kebijakan tarif 19 persen dari AS turut melemahkan kapasitas fiskal pemerintah, baik karena kurangnya penerimaan negara maupun karena kontraksi ekonomi yang lebih luas.
“Dampak negatif terhadap belanja Pemerintah Indonesia ini berpotensi mempersempit ruangan fiskal untuk melakukan stimulus atau kompensasi, sehingga perlu antisipasi dengan penguatan APBN yang lebih resilien,” ucap Rizal.
Rizal melanjutkan tarif ini juga akan berdampak terhadap penurunan ekspor yang mencerminkan kehilangan daya saing produk Indonesia di pasar AS, terutama pada sektor manufaktur ringan (elektronik, furniture, alat rumah tangga), tekstil, dan CPO.
Sementara penurunan impor menunjukkan dampak spillover makroekonomi, seperti melemahnya permintaan domestik, penurunan pendapatan, dan kontraksi konsumsi serta investasi. Dirinya mengungkapkan kebijakan tarif AS juga menyebabkan tabungan Indonesia menurun sebesar minus 0,026 persen.
|Baca juga: 6 Perusahaan Asuransi Masuk Pengawasan Khusus, Pengamat: Harus Dibenahi dari Jenis Penyakitnya!
Kondisi itu mencerminkan melemahnya pendapatan nasional akibat penurunan ekspor, investasi, dan konsumsi. “Untuk sektor jasa keuangan relatif tidak terdampak langsung oleh kebijakan tarif AS dalam jangka pendek, tetapi perlu diwaspadai risiko menular dari sektor-sektor yang mengalami tekanan,” tutup Rizal.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News