Media Asuransi, GLOBAL – Filipina kini memperkuat sektor keuangan melalui strategi ketahanan siber yang diharapkan bisa melindungi sistem finansial dari ancaman siber pada 2025.
Transformasi digital yang pesat membawa banyak risiko, termasuk insiden pada 19 Juli yang memengaruhi industri keuangan, bandara, dan kesehatan akibat pembaruan sensor Falcon dari CrowdStrike.
|Baca juga: Curi Perhatian Dunia, AAUI Harap Indonesia Rendezvous 2024 Dorong Industri Asuransi Tumbuh Berkelanjutan
|Baca juga: |Baca juga: AAUI Beberkan ‘Amunisi’ untuk Industri Asuransi Tumbuh Signifikan
“Microsoft memperkirakan sekitar 8,5 juta perangkat Windows terkena dampaknya,” ujar Direktur Departemen Pengawasan Risiko Teknologi BSP Melchor T Plabasan, dilansir dari Insurance Asia, Senin, 14 Oktober 2024.
Insiden ini menyoroti peran penting penyedia layanan pihak ketiga dalam ketahanan siber. “Peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya pengaruh penyedia layanan terhadap ketahanan siber,” kata Plabasan.
BSP kemudian meluncurkan Financial Services Cyber Resilience Plan (FSCRP) pada Agustus, sebuah program untuk memperkuat pertahanan sektor keuangan dari serangan siber. Program ini mencakup pemetaan penyedia layanan penting untuk memahami risiko yang ada.
|Baca juga: Digitalisasi Disebut Kunci Lonjakan Penetrasi Asuransi, OJK: Bisa Direct to Consumer!
|Baca juga: OJK Bakal Rilis Sejumlah POJK Baru di 2025 untuk Perkuat Asuransi hingga Dana Pensiun, Ada Bocorannya?
Plabasan menjelaskan dalam beberapa penilaian, ada penyedia layanan yang diidentifikasi sebagai sangat penting bagi ketahanan sistem. “Kami telah menyelesaikan dua hingga tiga ulasan tematik yang mengidentifikasi penyedia layanan yang penting bagi ketahanan sistem,” jelasnya.
Rencana ini juga menekankan tata kelola yang baik dan pengembangan budaya keamanan siber di lembaga keuangan, dengan inisiatif berbagi informasi dan praktik terbaik dalam menangani insiden.
BSP juga tengah mempersiapkan uji coba simulasi ancaman siber di seluruh industri, dimulai dengan latihan tabletop untuk menghadapi skenario serangan dunia maya yang lebih kompleks. Selain itu, BSP bekerja sama dengan universitas dan mitra swasta untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja di bidang keamanan siber.
“Kami bekerja untuk mengarusutamakan pendidikan keamanan siber di universitas guna menutup kesenjangan keterampilan,” kata Plabasan.
|Baca juga: Indonesia Rendezvous 2024 Jadi Wadah Strategis bagi Industri Asuransi dalam Menjalin Jaringan
|Baca juga: Hindari Pencabutan Izin Usaha, OJK Susun Rencana Ini untuk 8 Perusahaan Asuransi dalam Pengawasan Khusus
Reformasi hukum juga menjadi prioritas dengan diperkenalkannya Anti-Financial Account Scheme Act (AFASA), yang memberikan hukuman lebih berat bagi pelaku kejahatan dunia maya seperti phishing dan sabotase ekonomi.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News