Media Asuransi, JAKARTA – PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re menyelenggarakan seminar nasional bertajuk Sustainability Dialogue 2025 “Advancing Sustainable Development and Climate Resilience through Parametric Disaster Insurance: A Pathway to Responsive, Reliable, and Responsible Risk Financing“. Seminar ini diadakan untuk memperkuat peran strategis dalam mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) serta meningkatkan ketahanan nasional terhadap risiko bencana.
Acara ini menghadirkan pemangku kepentingan dari lintas sektor termasuk pemerintah, regulator, pelaku industri perasuransian dan keuangan, akademisi, dan mitra pembangunan lainnya untuk mendiskusikan peran Environmental, Social, and Governance (ESG) sebagai fondasi sistem pembiayaan risiko bencana yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.
Dalam sambutannya, Direktur Utama Indonesia Re, Benny Waworuntu, menegaskan pentingnya asuransi sabagai salah satu instrumen mitigasi risiko nasional. “Asuransi Parametrik menjadi solusi yang relevan dalam membantu keuangan negara dalam masa tanggap darurat bencana,” ujar Benny dikutip dari keterangan resminya, Senin, 16 Juni 2025.
|Baca juga:Asuransi Jiwa Indonesia Rentan Hadapi Efek Kebijakan Tarif Trump
Lebih lanjut, Benny menyebut Indonesia Re berkomitmen menjadi motor penggerak di industri perasuransian dalam membantu masyarakat dan pemerintah mengelola risiko. “Dengan adanya pengembangan perasuransian sebagai salah satu instrumen mitigasi risiko nasional, diharapkan hal ini dapat meningkatkan inklusi dan penetrasi masyarakat akan asuransi yang juga dapat berkontribusi positif ke industri perasuransian,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Pengelolaan Risiko Aset dan Kewajiban Negara Direktorat PRKN DJPPR Kementerian Keuangan, Herry Indratno, menyoroti pentingnya ketahanan fiskal terhadap bencana alam di Indonesia. “Kerugian akibat bencana alam di Indonesia rata-rata mencapai Rp22 triliun per tahun. Padahal, skema penanggulangan bencana konvensional yang menggunakan dana APBN dan dana cadangan belum cukup efektif terutama untuk bencana berskala besar,” jelasnya.
Karena itu, pemerintah akan mengembangkan strategi pembiayaan dan asuransi risiko bencana yang lebih inovatif dan berkelanjutan melalui asuransi parametik, yang dinilai mampu memberikan pencairan dana secara cepat, objektif, dan transparan.
Seminar ini juga menggarisbawahi hasil kajian Indonesia Re, Kementerian Keuangan RI, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan MAIPARK, meliputi desain, modelling risiko, skema, instrumen dan mekanisme pembiayaan dampak bencana serta mencakup pengembangan produk asuransi parametrik terutama untuk risiko gempa dan banjir.
Produk parametrik ini bertujuan untuk melindungi posisi fiskal Pemerintah Daerah (APBD) serta memastikan tersedianya dana cepat pasca bencana untuk keperluan tanggung darurat. Inisiatif ini diharapkan dapat diluncurkan di tahun 2026.
Dalam implementasinya, rencananya akan menggandeng keterlibatan dari berbagai pihak yang relevan terutama industri asuransi dan reasuransi yang selaras dengan visi asosiasi industri perasuransian.
Dalam pemaparannya, Direktur Teknik dan Operasi Indonesia Re, Delil Khairat, menjelaskan bahwa mandat pengembangan asuransi merupakan hasil kajian bersama antara industri perasuransian, akademisi, dan pemerintah yang dipimpin oleh Kementerian Keuangan RI.
“Indonesia Re bersama dengan Kementerian Keuangan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, secara mendalam telah melakukan riset, kajian, instrumen, skema pembiayaan risiko dan produk asuransi parametrik untuk meng-cover natural disaster atau catastrophe risk di Indonesia,” ujar Delil.
Dia menambahkan keterlibatan Indonesia Re sebagai mitra teknis yang berkontribusi besar dalam membantu pemerintah menyusun berbagai instrumen yang diusulkan yakni salah satunya asuransi parametrik gempa dan banjir.
|Baca juga: Indonesia Re CEO Forum 2025: Penguatan Industri Perasuransian Lewat Standarisasi Data dan Kolaborasi
Dalam konteks penguatan ketahanan sektor perasuransian terhadap risiko bencana dan percepatan transformasi digital, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menegaskan pentingnya integrasi antara teknologi dan manajemen keberlanjutan. Deputi Direktur Pengawasan Asuransi Umum dan Reasuransi OJK, Kurnia Yuniakhir, menyoroti bahwa digitalisasi industri asuransi harus diringi dengan penguatan sistem Business Continuity Management (BCM).
“Akselerasi transformasi digital di industri perasuransian harus disertai kesiapan infrastruktur pengelolaan risiko yang andal, termasuk penguatan BCM untuk mengantisipasi gangguan akibat bencana maupun risiko sistemik lainnya,” jelas Kurnia.
Dalam sesi diskusi panel, hadir Sustainability Development Business Group Head Surveyor Indonesia, Ni Luh Ayounik Mahasabha, bersama dengan Elrika Hamdi, Wakil Kepala Sekretariat, serta Spesialis Keuangan dan Kebijakan Transisi Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia yang menjelaskan mengenai kesiapan sektor keuangan menghadapi tantangan perubahan iklim.
“ESG bukan sekadar aspek kepatuhan, tetapi fondasi menuju masa depan Indonesia yang resilien terhadap iklim dan bencana. Penerapannya tidak hanya mendorong dekarbonisasi, tapi juga memperkuat ketahanan sistem nasional,” tutur Elrika.
Hadir dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Raditya Jati, yang menekankan pentingnya data kebencanaan dan tata kelola berbasis risiko.
“Kebijakan pembangunan berbasis risiko membutuhkan kolaborasi erat antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat. Data kebencanaan yang kuat menjadi syarat mutlak untuk keberhasilan skema Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI) dan implementasi ESG di tingkat nasional,” tegas Raditya.
Melalui seminar ini, Indonesia Re menegaskan peran penting industri reasuransi sebagai katalisator sinergi sekaligus penghubung sektor publik dan privat untuk menghadapi tantangan keberlanjutan pada level nasional dan global. Inisiatif ini menjadi momentum strategis menuju ekosistem keuangan yang berorientasi pada keberlanjutan, ketangguhan, dan keadilan.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News