Media Asuransi, JAKARTA – Berbeda dengan lini bisnis asuransi di industri asuransi umum yang lebih erat dengan aktivitas sektor riil, berbagai studi menunjukkan bahwa industri asuransi jiwa berkorelasi erat dengan stabilitas pendapatan dan daya beli masyarakat.
Dalam konteks ini, tekanan ekonomi akibat kebijakan tarif Trump, meskipun tidak langsung menyasar sektor asuransi jiwa, tetap menimbulkan implikasi melalui tekanan daya beli dan volatilitas pasar keuangan.
Dalam laporan bertajuk Mapping Trump’s Tariff Policy Impact on Indonesia’s Insurance Sector dikutip, Senin, 9 Juni 2025, IFG Progress memaparkan bahwa secara umum, asuransi jiwa terbagi dalam dua segmen besar, yakni asuransi jiwa individu dan asuransi jiwa kumpulan (group insurance).
|Baca juga: Dua Tahun Terakhir, Asuransi Jiwa Berhasil Turunkan Klaim Asuransi Kesehatan 2,2%
“Dalam situasi ekonomi yang penuh tekanan, seperti pelemahan daya beli akibat inflasi atau stagnasi upah, masyarakat cenderung mengurangi pengeluaran untuk pos yang dianggap tidak esensial, seperti premi asuransi jiwa. Hal ini berpotensi meningkatkan tren lapse rate dan new business premium.”
Tren premi asuransi jiwa individu dalam empat tahun terakhir menunjukkan kecenderungan penurunan. Data AAJI mencatat bahwa total premi individu turun dari Rp181 triliun pada 2021 menjadi hanya sekitar Rp152 triliun pada 2024.
Penurunan ini kemungkinan tidak hanya disebabkan oleh pelemahan ekonomi, tetapi juga oleh dinamika regulasi dan perubahan preferensi produk oleh nasabah, seperti berkurangnya minat terhadap Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) pasca terbitnya SEOJK 5/2022.
Produk PAYDI sebelumnya menyumbang porsi signifikan dalam pendapatan premi asuransi jiwa individu, sehingga perubahan sentimen ini turut memberikan dampak terhadap kinerja segmen individu.
|Baca juga: Fitch Sebut Ekspansi Perusahaan Asuransi Jiwa Jepang di AS Berpotensi Cuan
Dari sisi perusahaan asuransi, kondisi pasar keuangan yang tidak menentu akibat gejolak ekonomi global juga menekan kinerja portofolio investasi yang berpotensi menurunkan pendapatan investasi perusahaan. Produk asuransi jiwa yang mengandung unsur investasi pun menjadi kurang atraktif di mata konsumen ketika yield menurun.
“Ini berpotensi tidak hanya menekan premi new business, tetapi juga mendorong surrender rate karena nasabah memilih menarik nilai tunai polis lebih awal.”
Dengan dua tekanan sekaligus dari sisi pendapatan premi maupun hasil investasi, industri asuransi jiwa menghadapi potensi penurunan pendapatan dari dua pos terbesarnya.
Segmen lainnya adalah asuransi jiwa kumpulan yang seringkali menawarkan program employee benefit untuk karyawan korporasi. Segmen ini, yang mencakup produk seperti group life, asuransi kesehatan kumpulan (group health), dan asuransi kecelakaan diri Kumpulan (group personal accident), memiliki tren pertumbuhan premi yang relatif positif dalam beberapa tahun terakhir.
|Baca juga: Harga Premi Melejit, Warga India Berebut Beli Asuransi Jiwa Lebih Awal
Namun, pertumbuhan ini sangat erat kaitannya dengan kondisi perusahaan pemberi kerja. “Dalam konteks dampak tarif Trump, sektor-sektor yang terdapat di Kuadran I (seperti industri pengolahan, perdagangan besar, transportasi, dan komunikasi), mempunyai potensi melakukan efisiensi anggaran perusahaan, termasuk pengurangan atau penghentian fasilitas kesejahteraan karyawan.”
Dalam jangka pendek, hal ini dapat menekan recurring premium dan renewal rate pada produk kumpulan. Dampaknya lainnya bisa signifikan. Hingga akhir 2024, total tertanggung asuransi jiwa di Indonesia mencapai 153 juta jiwa, namun 133 juta di antaranya merupakan peserta asuransi kumpulan.
Artinya, jika sektor riil mengalami tekanan ekonomi dan terjadi pengurangan coverage asuransi jiwa dari pemberi kerja, maka jumlah masyarakat yang tidak memiliki perlindungan asuransi jiwa dapat meningkat signifikan. Hal ini tidak hanya berdampak terhadap kinerja pendapatan premi perusahaan asuransi, tetapi juga berpotensi menjadi beban fiskal jika pemerintah harus menanggung risiko kesehatan atau kematian bagi kelompok masyarakat yang tidak terproteksi.
“Dengan mempertimbangkan seluruh dinamika tersebut, dapat disimpulkan bahwa lini bisnis asuransi jiwa, baik individu maupun kumpulan, berada dalam posisi rentan menghadapi tekanan tarif Trump yang berujung pada pelemahan ekonomi domestik.”
Penurunan daya beli, ketidakpastian investasi, dan risiko efisiensi korporasi menjadi tantangan utama yang harus diantisipasi pelaku industri. Diperlukan strategi adaptif seperti pengembangan produk yang lebih sederhana dengan premi fleksibel, pengembangan saluran distribusi yang dapat menjangkau individu yang belum mempunyai polis asuransi jiwa, serta penguatan manajemen risiko investasi dan aktuaria.
“Srategi tersebut penting untuk menjaga keberlanjutan bisnis industri asuransi jiwa di tengah berbagai tantangan.”
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Park Jin Je dan Andreas Mikael Sumual Jadi Direktur Bank IBK Indonesia
Senin, 23 Juni 2025
