Media Asuransi, JAKARTA – Adopsi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang semakin pesat bagai pedang bermata dua. Pasalnya, membawa dampak positif maupun negatif bagi keberadaan industri asuransi.
Dilansir dari Insurance Asia, Rabu, 25 September 2024, laporan Guy Carpenter menyebutkan ada empat faktor utama yang memicu risiko terkait AI, yaitu ancaman rantai pasokan perangkat lunak, perluasan permukaan serangan, peningkatan paparan data, dan meningkatnya penggunaan AI dalam operasi keamanan siber.
|Baca juga: Rasio Modal Asuransi Asei Terjun Bebas, Ada Apa?
|Baca juga: Gelar Panel Diskusi BUSS ke-2, APPARINDO: Kapasitas Reasuransi Masih Bisa Ditingkatkan via Penggabungan!
Salah satu risiko terbesar adalah ancaman pada rantai pasokan perangkat lunak. Perusahaan yang menggunakan model AI pihak ketiga, seperti ChatGPT atau Claude, menghadapi potensi kerentanan jika model tersebut disusupi.
Contohnya, ketika ChatGPT mengalami gangguan pada 2023 dan 2024, ribuan pengguna terkena dampaknya, menunjukkan bagaimana vendor AI bisa menjadi titik kegagalan tunggal.
Kasus lain terjadi pada Desember 2022, ketika serangan terhadap PyTorch, sebuah pustaka pembelajaran mesin, menyebabkan 2.300 unduhan berbahaya. Selain itu, lebih dari 100 model AI berbahaya ditemukan di HuggingFace, platform terkenal untuk model AI, yang semakin menegaskan potensi ancaman ini.
|Baca juga: Sah! Randy Lianggara Jadi Bos Baru Sun Life di Pasar Berkembang Asia
|Baca juga: BCA Umumkan Penerima Program Gebyar Hadiah BCA
Setelah model AI diterapkan, permukaan serangan baru pun muncul. Pengguna berinteraksi dengan model melalui input dan output, yang dapat dimanipulasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Teknik seperti ‘jailbreaking‘ dapat membuat model berperilaku tidak semestinya, membuka celah bagi kebocoran data dan pelanggaran jaringan.
Dalam konteks bisnis, AI diharapkan dapat mengubah lanskap asuransi, terutama dalam inovasi produk dan operasional. Guy Carpenter menyarankan agar para pelaku industri tidak hanya memandang AI sebagai risiko, tetapi juga sebagai peluang untuk pertumbuhan.
“AI, seperti transisi menuju layanan cloud, melibatkan ketergantungan yang lebih besar pada penyedia pihak ketiga,” ungkap Guy Carpenter.
|Baca juga: APARI Jadi Tuan Rumah Dive-In Festival 2024 di Indonesia
|Baca juga: Top! Tugu Insurance Boyong Penghargaan Asuransi Paling Efisien di BIFA 2024
Untuk mengelola risiko ini, asuransi disarankan mengumpulkan data yang mendalam terkait pengembangan, penerapan, dan pengujian model AI dengan fokus pada kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News