Media Asuransi, GLOBAL – Laporan Munich Re mengungkapkan kerugian asuransi global akibat bencana alam mencapai 43,8 persen dari total kerugian US$320 miliar pada 2024. Jumlah ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan total kerugian US$268 miliar pada 2023 setelah disesuaikan dengan inflasi.
Kerugian yang diasuransikan pada 2024 juga lebih tinggi dari US$106 miliar pada tahun sebelumnya. Angka tersebut melampaui rata-rata inflasi untuk kerugian keseluruhan maupun yang diasuransikan selama 10 dan 30 tahun terakhir. Pada 2024 menjadi tahun ketiga dengan kerugian asuransi terbesar dan kelima dalam total kerugian sejak 1980.
|Baca juga: IFG Gandeng Pusdiklat Bela Negara Kemenhan Gelar Wawasan Kebangsaan untuk Karyawan
|Baca juga: Xolare RCR Energy (SOLA) Raih Kontrak senilai Rp416,97 Miliar
“Bencana cuaca mendominasi kerugian ini, menyumbang 93 persen dari total kerugian dan 97 persen dari kerugian yang diasuransikan,” tulis Munich Re, dikutip dari Insurance Asia, Rabu, 22 Januari 2025.
Meski demikian, tingkat kematian akibat bencana ini jauh lebih rendah dari rata-rata, yaitu sekitar 11 ribu korban jiwa. Kerugian dari peristiwa non-puncak seperti banjir, kebakaran hutan, dan badai parah mencapai US$136 miliar, dengan US$67 miliar di antaranya diasuransikan.
Walau sedikit di bawah angka 2023, namun kerugian ini jauh di atas rata-rata dekade terakhir, menegaskan dampak keuangan yang semakin besar dari bencana-bencana non-puncak.
Beberapa bencana besar yang tercatat pada 2024 adalah gempa bumi senilai US$15 miliar di Jepang dan Topan Yagi yang menyebabkan kerugian US$14 miliar di Asia serta menewaskan sekitar 850 orang. Penelitian menunjukkan dampak perubahan iklim semakin memperburuk bencana cuaca.
|Baca juga: Mau Dapat ‘Kado’ Ultah Pemeriksaan Kesehatan Gratis? Begini Caranya!
|Baca juga: BPJS Kesehatan: JKN Sudah Lengkap, Jika Mau Lebih, Tambah Asuransi Swasta
Chief Climate Scientist Munich Re Tobias Grimm menjelaskan Hurricane Helene dan Milton menyebabkan hujan yang lebih ekstrem akibat pemanasan global. Ia menambahkan secara fisika, semakin tinggi suhu, semakin banyak uap air dan energi yang dilepaskan ke atmosfer, sehingga mesin cuaca bumi bergerak pada tingkat yang lebih tinggi.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News