Media Asuransi, JAKARTA – Institute for Development of Economics & Finance (Indef) menilai target inflasi pada 2026 sudah realistis dan diharapkan berdampak positif terhadap aktivitas perekonomian. Pandangan itu sejalan dengan target inflasi di Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026 yang disusun pemerintah.
Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto mengungkapkan data terkait inflasi dalam beberapa tahun terakhir cenderung rendah. Sebagai contoh inflasi pada 2023 tercatat sebesar 2,61 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
|Baca juga: Bank Mandiri (BMRI) dan LPEI Bersinergi Dorong Akselerasi Ekspor Nasional
|Baca juga: BI dan Banque de France Perkuat Kemitraan Bilateral Dorong Stabilitas dan Pertumbuhan Berkelanjutan
Pada APBN 2024, inflasi dipatok sebesar 2,8 persen. Akan tetapi mampu dikendalikan hingga Desember 2024 di level 1,57 persen. Pada KEM-PPKF 2026, pemerintah menargetkan tingkat inflasi di angka dua persen atau 1,5 persen hingga 3,5 persen.
“Nah target yang seperti ini yang sebenarnya kami harapkan bisa. Dalam tahapannya setiap tahun itu memang kelihatan ya (inflasi) ada penurunan. Jadi harapannya begitu,” ungkapnya, dalam Diskusi Publik Indef – KEM PPKF 2026: Efisiensi Berlanjut, Mimpi 8% Makin Surut? di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Kendati demikian, Eko berharap, pemerintah harus tetap memastikan kembali tingkat inflasi terkendali seperti terkelolanya harga pangan atau tetap rendah. Kondisi itu menjadi penting mengingat sering menjadi batu sandungan dalam mencapai target inflasi yang rendah di Tanah Air.
“Jadi memastikan setiap daerah punya akses dan harga pangan yang terkendali itu menjadi poin penting untuk KEM-PPKF 2026,” jelas Eko.
|Baca juga: Mengintip Dampak PSAK 117 terhadap Kinerja Keuangan Emiten Asuransi
|Baca juga: Kembali Gelar Wisuda, APARI Dorong Peran Pialang Sebagai Trusted Risk Advisor
Selain itu, langkah yang harus dipastikan ialah implikasi dampak dari perang dagang yang digelorakan Presiden AS Donald Trump. Walau keputusan terakhir Trump menundanya, namun KEM-PPKF harus tetap memastikan apakah situasi bakal memanas atau tidak utamanya imbasnya kepada gerak inflasi.
“Menurut saya kalau itu terjadi memang harus ada hitung-hitungan, tetapi target sekitar dua persen antara 1,5 sampai 3,5 persen ini saya rasa sudah cukup realistis untuk inflasi,” tutup Eko.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News