Media Asuransi, JAKARTA – Tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi di sejumlah sektor industri, termasuk industri media di Indonesia, dinilai dapat menekan pertumbuhan ekonomi nasional.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) Bank Indonesia (BI) Erwin Gunawan Hutapea menyatakan pemberlakuan PHK tentunya akan berdampak pada daya beli masyarakat yang kemudian memengaruhi konsumsi domestik yang merupakan komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“PHK itu di satu sisi akan memengaruhi daya beli, yang ujungnya konsumsi,” ujar Erwin, dalam Taklimat Media, di Jakarta, Rabu, 7 Mei 2025.
|Baca juga: Tingkatkan Literasi Investor, BEI Luncurkan Media Edukasi Waran Terstruktur
|Baca juga: Regulasi dan Standarisasi Jadi Kunci Atasi Karut Marut Sistem Klaim Asuransi Kesehatan
Dirinya menjelaskan kondisi tersebut menjadi perhatian serius di tengah situasi perdagangan global yang tengah melambat dan ekspor yang tidak lagi tumbuh semudah sebelumnya. Menurut Erwin, lesunya ekspor akibat hambatan tarif membuat para eksportir Indonesia perlu mencari pasar baru.
Namun, tambahnya, proses ini tidak mudah dan memerlukan waktu. Dalam masa transisi tersebut, perusahaan yang tidak mampu menahan beban akibat penurunan penjualan berpotensi melakukan efisiensi, termasuk melalui PHK.
“Korporasinya masih mampu tidak dengan penjualan yang mulai terpengaruh? Kalau dia tidak mampu, kan akan terjadi lay off,” katanya.
Dampak PHK ini, masih kata Erwin, tidak langsung memengaruhi nilai tukar rupiah. Namun, pelemahan daya beli dan konsumsi bisa memengaruhi persepsi terhadap prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang pada akhirnya juga berdampak pada minat investor asing.
“Mungkin dia tidak direct ke nilai tukar, tapi mungkin dari bagaimana kemudian orang akan melihat pertumbuhan ekonomi kita,” ujar Erwin.
|Baca juga: Menkeu: Pemerintah Pastikan APBN Lindungi Masyarakat dan Dukung Pertumbuhan Berkelanjutan
|Baca juga: Ditanya BEI, Begini Penjelasan Manajemen PTPP tentang Volatilitas Transaksi
Menanggapi situasi ini, Erwin menyampaikan, BI akan terus melakukan asesmen terhadap kondisi makroekonomi untuk menyiapkan ruang kebijakan yang mendukung pertumbuhan, tanpa mengabaikan stabilitas.
“Sebagai respons kebijakan untuk membuka ruang pertumbuhan ekonomi, tentunya salah satu hal yang dipertimbangkan oleh Indonesia, when the times come, pasti keputusan itu akan diambil,” tegasnya.
|Baca juga: Lakukan Transisi PSAK 117, Kinerja Keuangan Konsolidasi Triwulan 1 Tugu Insurance Solid
|Baca juga: Kelas Rawat Inap Standar Jadi Harapan Perbaikan Layanan BPJS Kesehatan
Erwin menambahkan investor global akan selalu menilai kombinasi antara stabilitas dan pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam membuat keputusan investasi. Karena itu, menjaga keseimbangan antara keduanya menjadi kunci bagi perekonomian Indonesia ke depan.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
DBS: Hong Kong Jadi Investor Asing Paling Strategis dan Konsisten untuk Indonesia
Selasa, 24 Juni 2025Graha Layar Prima (BLTZ) Raih Pinjaman Rp264 Miliar dari Bank KB Bukopin
Selasa, 24 Juni 2025Petani Plasma Binaan Bakrie Sumatera Plantations (UNSP) Raih KUR dari BNI
Selasa, 24 Juni 2025
