1
1

Akankah SEOJK Asuransi Kesehatan Bisa Selesaikan Masalah?

Iliustrasi pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit. | Foto: Media Asuransi/Arief Wahyudi

Setelah lama dinanti, akhirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan regulasi baru yang mengatur penyelenggaraan produk asuransi kesehatan. Beleid dalam bentuk Surat Edaran OJK Nomor 7/ SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan itu, ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2025 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2026. Artinya masih ada waktu bagi industri untuk menyesuaikan diri dan menyosialisasikan ketentuan baru tersebut kepada masyarakat, khususnya nasabah.

SEOJK ini sejatinya hadir untuk memperbaiki dan menata ulang penyelenggaraan produk asuransi kesehatan yang secara bisnis sedang tidak baik-baik saja. Tingginya biaya klaim, persaingan tak sehat, dan praktik overuse membuat banyak perusahaan asuransi yang menyediakan produk asuransi kesehatan merugi. SEOJK ini diharapkan dapat mendorong efisiensi dalam biaya kesehatan yang terus meningkat dan mendorong ekosistem asuransi kesehatan menerapkan praktik pengelolaan risiko yang lebih baik. Alhasil, bisnis asuransi kesehatan dapat sehat dan memberikan profitabilitas bagi perusahaan asuransi dan manfaat optimal bagi nasabah.

Secara umum, SEOJK ini mewajibkan perusahaan asuransi yang menyelenggarakan produk asuransi kesehatan memenuhi tiga syarat, yaitu kapabilitas digital, kapabilitas medis, dan pembentukan Dewan Penasihat Medis atau Medical Advisory Board (MAB).

Kapabilitas digital dan kapabilitas medis yang dimaksud adalah perusahaan asuransi harus memiliki sistem informasi yang dikembangkan secara mandiri atau bekerja sama dengan perusahaan asuransi lain, Third Party Administrator (TPA), BPJS Kesehatan, atau penyelenggara jaminan lain yang memberikan manfaat pelayanan kesehatan atau perusahaan yang dapat menyediakan layanan digital.

Dalam hal pembentukan MAB, perusahaan asuransi juga diperbolehkan untuk memiliki sendiri atau bekerja sama dengan perusahaan asuransi lain atau dengan TPA.

SEOJK ini juga memperkenalkan ketentuan baru yaitu skema pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh pemegang polis paling sedikit 10 persen dari total pengajuan klaim dengan batas maksimum biaya sendiri sebesar Rp300.000 per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan Rp3 juta per pengajuan klaim untuk rawat inap. Ketentuan ini mirip dengan asuransi kendaraan, yakni di saat mengajukan klaim, peserta harus membayar biaya klaim (deductible) kepada perusahaan asuransi.

Kebijakan co-payment ini cukup menjadi sorotan publik dan memicu pro-kontra. Pihak yang kontra menganggap co-payment hanya menambah beban masyarakat sehingga berpotensi mengurangi minat masyarakat untuk membeli asuransi kesehatan swasta. Terbaru, DPR meminta pelaksanaan skema co-payment ditunda untuk dikaji ulang pemberlakuannya. Adapun pihak yang pro menilai kebijakan ini menjadi kontrol agar masyarakat tidak asal mengajukan klaim kesehatan dan membuat masyarakat semakin sadar tentang pentingnya menjaga kesehatan.

Kebijakan co-payment ini sebenarnya lazim diterapkan di beberapa negara atas produk asuransi kesehatannya. Negara-negara tersebut antara lain Amerika Serikat, Jerman, Jepang, dan Belanda. Dalam implementasinya, Indonesia tentu harus belajar plus-minus dari pengalaman implementasi negara-negara tersebut dalam menerapkan co-payment agar tidak mengulang kesalahan yang sama dan bisa mendapatkan hasil terbaik.

Ketentuan lain yang diatur SEOJK ini adalah perusahaan asuransi yang memasarkan produk asuransi kesehatan untuk individu harus mempertimbangkan pelaksanaan medical check up (MCU) untuk calon pemegang polis, tertanggung, atau peserta, yang disesuaikan dengan kebijakan underwriting perusahaan asuransi pada saat penutupan polis asuransi. Untuk asuransi kesehatan kumpulan, perusahaan asuransi harus memperoleh laporan performa klaim pemegang polis saat penutupan polis asuransi.

SEOJK ini juga mengatur produk asuransi kesehatan harus memuat fitur yang memungkinkan terselenggaranya koordinasi manfaat (Coordination of Benefit/CoB) antara perusahaan asuransi dan penyelenggara jaminan lain seperti BPJS Kesehatan. Perusahaan asuransi juga diminta secara aktif melakukan kampanye kesehatan guna
meningkatkan kesadaran (awareness) masyarakat untuk menjaga kesehatan.

Meski terbilang cukup komprehensif dan teknis memuat aturan main produk asuransi kesehatan, tetapi SEOJK ini bukan satu-satunya ‘obat’ yang dapat 100 persen menyelesaikan masalah asuransi kesehatan. Masih diperlukan ‘obat-obat’ pendukung lain. Pasalnya, penyelenggaraan asuransi kesehatan ini melibatkan pelaku industri kesehatan lain, selain perusahaan asuransi, yang ruang kendalinya ada di stakeholder lain.

Poinnya adalah bagaimana OJK mengkoordinasikan SEOJK ini kepada stakeholder lain, tak terkecuali DPR, agar membuat regulasi yang inline sehingga ekosistem asuransi kesehatan memiliki kepentingan dan role of game yang sama dalam rangka menyelesaikan masalah asuransi kesehatan.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Waspada Risiko Iklim Jadi Pendorong Utama, Pasar Asuransi Rumah Diramal Tumbuh 10% hingga 2032!
Next Post QRIS Tumbuh 148%, Pengguna Capai 57 Juta di Kuartal II/2025

Member Login

or