1
1

Optimistis 2022 Tumbuh Tinggi

Memasuki tahun baru 2022, Indonesia masih belum lepas dari serangan virus Covid-19 dengan berbagai variannya yang mewabah sejak Maret 2020. Meski demikian, perkembangan pandemi cenderung dapat dikendalikan oleh pemerintah melalui sejumlah program, termasuk vaksinasi. Alhasil, kinerja ekonomi nasional yang awalnya sempat terkontraksi pada 2020, kini berangsur pulih menuju level normal sebelum pandemi yaitu tahun 2019.

Pemerintah pun menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2022 akan mencapai 5,2 persen atau lebih tinggi dari realisasi 2019 sebesar 5,1 persen. Target pertumbuhan ekonomi yang tertuang dalam asumsi makro APBN 2022 ini pun diamini oleh sejumlah ekonom. Optimisme ini tentu bukan tanpa dasar, melainkan berbasis indikator nonekonomi yaitu pengendalian pandemi dan indikator ekonomi yang keduanya menunjukkan perkembangan positif. Misalnya, penambahan jumlah kasus harian Covid-19 terus turun dari level tertingginya yang sempat menyentuh angka 56.000 kasus pada pertengahan Juli 2021. Di sisi lain, program vaksinasi per akhir Desember 2021 telah mencapai 281 juta dosis dengan vaksinasi anak mencapai 3,8 juta dosis atau mendekati target kekebalan komunal.

Indikator ekonomi juga menunjukkan pemulihan seiring dengan peningkatan mobilitas ekonomi akibat pelonggaran kebijakan pembatasan sosial pemerintah. Aktivitas produksi yang tecermin dari Purchasing Managers’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia juga sudah berada di level ekspansif. Pertumbuhan kredit juga telah tumbuh positif selama 5 bulan berturut-turut. Sementara itu, daya beli masyarakat mulai pulih kembali dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada di level optimistis.

Indeks PDB Konstan Indonesia pada kuartal III/2021 bahkan sudah kembali ke masa sebelum Covid-19 dan tercatat lebih baik dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina. Neraca perdagangan Indonesia juga berhasil mencatatkan performa cemerlang di tengah pandemi yaitu dengan surplus dagang selama 19 bulan berturut-turut. Prestasi ini membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cenderung stabil sepanjang 2021. Lebih lanjut, surplus neraca dagang ini diperkirakan bakal membuat Indonesia berpeluang mencatatkan current account surplus untuk pertama kalinya sejak 2011.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menambah optimisme bahwa 2022 kinerja sektor keuangan akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan 2021. Per 30 Desember 2021, sektor pasar modal mencatatkan kinerja positif dengan pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 10,08 persen, peningkatan signifikan penambahan jumlah investor, dan rekor tertinggi penghimpunan dana.

Di sektor perbankan, hingga November 2021 penyaluran kredit perbankan tumbuh 4,82 persen atau mencapai Rp5.710 triliun dengan mayoritas sektor utama kredit mencatatkan kenaikan terutama pada sektor pengolahan dan rumah tangga masing-masing sebesar Rp24,9 triliun dan Rp9,1 triliun. Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) mencatatkan pertumbuhan sebesar 10,48 persen year on year atau mencapai Rp7.330 triliun. CAR (capital adequacy ratio) perbankan mengalami peningkatan menjadi sebesar 25,62 persen atau jauh di atas threshold.

Di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), industri asuransi berhasil menghimpun premi sebesar Rp26,1 triliun pada November 2021 yang terdiri dari premi asuransi jiwa Rp16,3 triliun, serta asuransi umum dan reasuransi sebesar Rp9,8 triliun. Tingkat Risk Based Capital (RBC) industri asuransi juga terjaga masingmasing di level 589,5 persen untuk asuransi jiwa dan 322,9 persen untuk asuransi umum.

Selain itu, outstanding pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending tercatat tumbuh sebesar 106,6 persen mencapai Rp13,8 triliun. Adapun piutang perusahaan pembiayaan tercatat relatif stabil pada level Rp363 triliun. Gearing ratio perusahaan pembiayaan juga tercatat sebesar 1,91 kali atau jauh di bawah batas maksimum 10 kali.

Profil risiko lembaga jasa keuangan pada November 2021 juga masih terjaga dengan NPL net yang turun menjadi 0,98 persen (NPL gross sebesar 3,19 persen) dan rasio NPF perusahaan pembiayaan sebesar 3,92 persen. Seiring dengan tren pemulihan ekonomi, restrukturisasi kredit akibat Covid-19 juga berangsur turun, pada November 2021 tercatat Rp693,62 triliun dibandingkan dengan bulan Oktober 2021 yang mencapai Rp714,01 triliun. Jumlah debitur pun turun dari 4,4 juta debitur menjadi 4,2 juta debitur.

Berbagai indikator positif tersebut tentu harus dijaga agar tetap berada pada jalurnya di tengah kasus Covid-19 yang masih belum berubah status menjadi endemi. Di sisi lain, risiko yang datang dari eksternal akibat penyesuaian kebijakan moneter dan fiskal global juga perlu diantisipasi. Bila perkembangan positif baik pada indikator ekonomi maupun nonekonomi tersebut dapat dijaga dan risiko eksternal dapat dikelola dengan baik, optimisme mencetak pertumbuhan lebih tinggi di tahun 2022 bukan mustahil untuk diwujudkan.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Berharap Aktivitas Ekonomi Kembali Normal
Next Post Ahmad Nasrullah: OJK Segera Rilis Tiga Regulasi untuk Asuransi

Member Login

or