1
1

MAMI Sarankan Investor Berhati-hati Mengantisipasi Kebijakan The Fed

Media Asuransi, JAKARTA – Perdebatan mengenai penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) terus berlanjut di awal tahun. PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) sudah memperkirakan bahwa euforia suku bunga dapat menjadi sumber volatilitas di awal tahun, mengingat ekspektasi pasar yang cenderung berlebih terhadap besaran penurunan FFR.

Berkaca dari apa yang terjadi di tahun 2023, MAMI menyarankan investor agar berhati-hati dalam mengambil posisi yang bertentangan dengan pandangan The Fed. MAMI Kami cenderung lebih konservatif dalam mengasumsikan penurunan FFR, semester kedua 2024 dipandang sebagai periode yang lebih aman untuk berasumsi The Fed bisa mulai memangkas suku bunga setelah ada kejelasan kondisi inflasi AS.

“Kemungkinan penurunan suku bunga pada tahun ini relatif lebih besar dibandingkan tahun lalu, didukung oleh tren disinflasi di AS dan proyeksi The Fed yang menunjukkan akan adanya penurunan suku bunga pada tahun ini dibandingkan tahun lalu yang tidak ada ekspektasi penurunan suku bunga,” kata Senior Portfolio Manager Equity MAMI, Samuel Kesuma, dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat, 23 Februari 2024.

|Baca juga: MAMI: Perekonomian Indonesia akan Tumbuh Stabil

Dia tambahkan, Sebagian besar bank sentral di banyak negara juga sudah bersiap menurunkan suku bunga. Tidak hanya Amerika Serikat, berbagai negara sudah mencapai puncak suku bunga dan menantikan waktu untuk memangkas suku bunga. Suku bunga riil di banyak negara sudah berada pada level positif dan merupakan yang tertinggi dalam rata-rata tiga tahun terakhir, yang mengindikasikan bahwa suku bunga berada pada level restriktif.

Sementara itu, menurut Samuel, secara historis periode pemangkasan suku bunga dan turunnya imbal hasil obligasi menjadi iklim yang kondusif bagi pasar finansial. Selama tiga siklus penurunan suku bunga The Fed sebelumnya, indikator makro dan pasar finansial Indonesia menunjukkan hasil yang positif, yakni melandainya nilai tukar USD, arus masuk portofolio asing, penurunan imbal hasil obligasi dan pemangkasan suku bunga bank sentral. “Siklus pemangkasan The Fed pada tahun ini diharapkan memberikan hasil serupa bagi Indonesia,” tuturnya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa jika dilakukan pelonggaran moneter, maka akan mendorong normalisasi likuiditas domestik. Terlebih, demi menjaga stabilitas eksternal, Bank Indonesia selama ini melakukan pengetatan likuiditas. Peluang pergeseran ini diperkirakan akan terjadi bersamaan dengan pelonggaran suku bunga The Fed. Likuiditas yang membaik dapat memberikan dukungan yang lebih baik terhadap aktivitas perekonomian dan sentimen di pasar finansial.

Diperkirakan Bank Indonesia dapat melonggarkan kebijakan moneternya dengan menggunakan alat kebijakan non-suku bunga, seperti menurunkan Giro Wajib Minimum sebelum mulai menurunkan suku bunga BI. Secara historis penurunan GWM terjadi sebelum siklus penurunan suku bunga BI seperti pada tahun 2015 dan 2019,” kata Samuel.

Sementara itu mengenai dampak pemilu, menurut dia, dalam jangka pendek, hasil pemilu disambut secara positif oleh pasar. Investor pasar saham, terutama investor asing, umumnya lebih menyukai pemimpin baru yang melanjutkan kebijakan pemerintahan sebelumnya. Hal ini disebabkan preferensi investor untuk kestabilan dan minimnya risiko dari perubahan kebijakan yang ekstrem.

|Baca juga: Bidik Cuan, MAMI Gandeng HSBC Indonesia Luncurkan Reksa Dana Berbasis ESG

Pemilu yang diperkirakan akan berlangsung satu periode juga dipersepsi positif bagi ekonomi karena memperbesar potensi komitmen dana investasi langsung tahun ini. Investor akan memonitor rencana kebijakan ekonomi dan calon anggota kabinet dari pemerintahan yang baru untuk memprediksi arah pertumbuhan ekonomi di tahun-tahun mendatang.

Nah, di tengah kondisi global yang dinamis, Samuel Kesuma menyatakan bahwa sebaiknya mengambil posisi yang berimbang pada konstruksi portofolio, mengombinasikan elemen potensi katalis jangka pendek, defensif, dan potensi struktural jangka panjang. Untuk katalis jangka pendek, MAMI memperbesar alokasi pada sektor yang diuntungkan dari pemangkasan suku bunga (interest rate sensitive) seperti di perbankan, properti, tower telekomunikasi, dan konsumer non-primer.

Sedangkan sebagai porsi defensif, MAMI mengunggulkan sektor telekomunikasi, karena karakteristik industri cenderung resilien mengingat data merupakan kebutuhan pokok. Selain itu konsolidasi industri memungkinkan bagi emiten untuk menaikkan harga data secara gradual yang positif bagi marjin.

Menurut Samuel, terkait potensi pertumbuhan struktural, MAMI mempertahankan posisi di sektor yang berhubungan dengan bahan baku untuk industri energi baru terbarukan. Transisi menuju era dekarbonisasi menguntungkan bagi Indonesia yang kaya akan komoditas yang digunakan dalam teknologi energi baru terbarukan.

“Di samping itu kami juga terus mencermati likuiditas dan volatilitas untuk memastikan pengelolaan investasi memberikan hasil optimal dengan risiko yang terkendali,” jelasnya.

Editor: S. Edi Santosa

 

Caption: Senior Portfolio Manager Equity MAMI, Samuel Kesuma.

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Plus Minus Sri Mulyani Masuk Kabinet Prabowo-Gibran
Next Post Percepat Konektivitas Menuju Pelabuhan, Jokowi Resmikan Jalan Akses Tol Makassar New Port

Member Login

or