Media Asuransi, JAKARTA – Head of Investment Specialist & Product Development Sucorinvest Asset Management Lolita Liliana menilai sekarang ini peluang di obligasi korporasi terbilang positif. Namun tidak dipungkiri masyarakat harus tetap berhati-hati saat berinvestasi guna memaksimalkan keuntungan.
“Jadi kalau kita lihat sekarang justru opportunity-nya sangat bagus (di obligasi korporasi). Kalau untuk return bagaimana pun kita itu juga melihat market-nya bagaimana. Jadi kalau misalnya ini market-nya lagi sangat volatile,” kata Lolita, usai Media Day: July 2025 by Mirae Asset, Selasa, 15 Juli 2025.
|Baca juga: Sucorinvest Asset Management Harap Obligasi Korporasi Kian Ramai
|Baca juga: Tugu Insurance Resmi Angkat Fadlil Iswahyudi dan Fitri Azwar sebagai Direksi Baru
Lolita mengaku mempunyai strategi untuk menjaga imbal hasil di obligasi korporasi tetap menggiurkan bagi masyarakat tapi di sisi lain risiko mampu terkelola atau terkendali. Hal itu sejalan dengan kondisi pasar yang sedang mengalami fluktuasi.
“Kita pasti juga ada strateginya. Contoh menurunkan durasi. Ratingnya kita naikin biar lebih aman. Nah kalau market-nya sudah lebih tidak volatile apa yang kita lakukan? Kita mau menaikkan durasi. Supaya apa? Supaya pada saat suku bunganya turun kita dapat keuntungannya. Jadi ada macam-macam yang kita lakukan,” jelasnya.
Sedangkan prospeknya sendiri di obligasi korporasi, ia menilai, tahun ini kemungkinan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. “Jadi prospeknya bagaimana? Masih bagus tidak? Masih. Apakah masih bisa memberikan kayak tahun lalu yang bisa 8-9 persen? Tahun ini mungkin tidak memang,” tuturnya.
|Baca juga: OJK Pelototi 6 Perusahaan Asuransi dan Reasuransi yang Bermasalah, Masuk Pengawasan Khusus?
|Baca juga: Pembiayaan Kendaraan Multifinance Tembus Rp408 Triliun, Mobil Bekas Jadi Primadona!
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Rully Arya Wisnubroto menyampaikan tren harga obligasi masih menunjukkan kenaikan dan penurunan imbal hasil atau yield, sejalan dengan aliran dana asing masuk yang cukup besar.
“Sepanjang Juli, tercatat nett buy asing Rp 17,2 triliun MTD, atau Rp 70 triliun YTD, dipengaruhi pemangkasan BI Rate pada semester I/2025 dan ekspektasi penurunan Fed Fund Rate (FFR) pada semester II/2025,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News