Media Asuransi, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional melalui sinergi kebijakan moneter, stabilisasi nilai tukar, dan kerja sama nasional. Hal ini dilakukan mengingat kondisi Indonesia di tengah tekanan global dan ketidakpastian ekonomi yang meningkat.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyampaikan BI terus meningkatkan posisinya dari sisi kebijakan moneter dan itu bisa terjadi berkat kolaborasi serta harmonisasi kebijakan yang juga memainkan peranan penting. Hal tersebut diperlukan mengingat bukan hanya Indonesia yang sedang dihadang oleh tantangan ekonomi global.
|Baca juga: Saham Alamtri Resources (ADRO) Tiba-tiba Melesat, Ada Apa?
|Baca juga: GoTo Tegaskan Komisi Gojek 20% Sesuai Aturan dan Dibutuhkan untuk Dukung Mitra
Meski demikian, BI menyoroti ketahanan ekonomi Indonesia yang terbilang masih cukup baik. Pada kuartal I/2025 ekonomi Indonesia tumbuh 4,87 persen didorong oleh konsumsi masyarakat yang tumbuh 4,89 persen. Ia menyebutkan struktur ekonomi Indonesia yang berbasis permintaan domestik menjadi penopang utama dalam menghadapi guncangan global.
“Karena ekonomi kita ini, basisnya itu sebenarnya adalah ekonomi domestik, domestic demand driven. Jadi konsumsi masyarakat, investasi, dan juga pengeluaran pemerintah itu 90 persen lebih kontribusinya terhadap ekonomi kita,” paparnya, dalam acara Outlook Ekonomi DPR bertajuk ‘Indonesia Menjawab Tantangan Ekonomi Global‘, Selasa, 20 Mei 2025.
Selain itu, kendati tekanan global memicu kekhawatiran inflasi di banyak negara, namun Indonesia berhasil menjaga stabilitas harga di kisaran 2,1-2,2 persen. Angka ini juga didorong oleh ketersediaan stok pangan serta kebijakan harga yang diatur oleh pemerintah.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah yang juga sempat tertekan kini mulai menguat kembali. Dengan kondisi itu, BI menerapkan strategi smart intervention, yakni intervensi yang lebih fleksibel dan menyasar pasar dalam maupun luar negeri dan bertujuan menstabilkan nilai tukar.
“Jadi kalau selama ini kami yang fokusnya masuk di spot ataupun di NPF, domestic money distribution board untuk hedging, sekarang ini sejak April awal kami masuk juga di offshore yang namanya NPF,” kata Destry.
|Baca juga: Tunggu Lampu Hijau dari Kementerian ESDM, PAM Mineral (NICL) Siap Akuisisi Sumber Mineral Abadi
|Baca juga: Program MBG Berisiko Bebani Anggaran, Pengamat Usul Libatkan Asuransi dan Swasta
Lebih lanjut, cadangan devisa Indonesia juga terbilang masih kuat, mencapai US$152,2 miliar. Saat ini BI aktif melakukan kerja sama dengan bank sentral negara lain melalui Bilateral Swap Agreement dan Local Currency Transaction (LCT). Kerja sama ini dilakukan bersama China, Jepang, Malaysia, Thailand, Korea, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Destry mengungkapkan BI akan terus mengoptimalkan kebijakan suku bunga, nilai tukar, dan operasi moneter. Dukungan ini juga diberikan kepada sektor riil melalui kebijakan likuiditas makroprudensial yakni pemberian intensif kepada bank untuk menyalurkan kredit kepada sektor prioritas seperti UMKM dan perumahan.
|Baca juga: Prospek Hilirisasi Nikel Menjanjikan, Performa Bisnis Vale Indonesia (INCO) Diyakini Kian Solid
|Baca juga: Pengamat Sebut Keterlibatan Asuransi Bikin Program MBG Lebih Aman dan Terpercaya
“Ke depannya, kita akan mengoptimalkan kebijakan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi kita dan juga menjaga stabilitas ekonomi kita,” pungkas Destry.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News