1
1

Industri Tekstil Indonesia Tertekan Akibat Ketidakpastian Tarif AS

Penurunan kinerja industri tekstil menjadi perhatian serius pemerintah. | Foto: kemenperin.go.id

Media Asuransi, JAKARTA – Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengungkapkan rencana pengenaan tarif baru oleh Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah negara kembali memicu ketidakpastian di sektor perdagangan nasional.

Meski tarif produk Indonesia disebut lebih rendah dibandingkan dengan negara pesaing yakni sebesar 19 persen namun dampaknya dinilai tetap membebani sektor industri nasional, khususnya industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki.

“Jadi kalau kita lihat, ini ada tarik ulur tarif Trump yang berdampak terhadap ketidakpastian. Ini sebenarnya tarifnya berapa sih yang benar? kemarin 34, terus turun lagi 19,” ujar Heri, dalam Diskusi Publik Indef, Senin, 21 Juli 2025.

|Baca juga: Petinggi IFG: Pertumbuhan Premi Asuransi Terbatas tapi Diiringi Fundamental Keuangan yang Baik

|Baca juga: Industri Asuransi RI Disebut Lemah, Proyek-proyek Besar Akhirnya ‘Terbang’ ke Luar Negeri

Meski Indonesia terlihat berada di bawah negara-negara lain, seperti Malaysia yang sebesar 25 persen dan Vietnam sebesar 20 persen namun di sisi lain Indonesia dikabarkan harus membuat bea masuk nol persen terhadap produk AS.

“Nah pertanyaannya apakah negara-negara lain juga seperti itu, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam. Apakah mereka juga meng nol kan bea masuk? saya rasa tidak,” ujar Heri.

Alasannya ialah karena Amerika memandang Indonesia sebagai satu negara yang memiliki kekuatan pemerintahan pasar cukup besar. Berbeda halnya dengan Vietnam, mau tarifnya lima persen,10 persen, sampai 20 persen perbedaannya akan tipis karena Vietnam bukan pasar yang besar.

Menurut Heri, meski tarif yang dikenakan pada produk asal Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara pesaing lain, justru Indonesia yang masih berpotensi mengalami penurunan paling dalam. Hal ini terjadi karena tingginya biaya produksi dalam negeri yang menurunkan daya saing kompetitif.

“Nah ini Indonesia akan berdampak terhadap penurunan, ya potensi penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,031 persen,” ujarnya.

Heri mengartikan jika pertumbuhan ekonomi Indonesia harusnya lima persen, karena adanya tarif ini pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 4,9969 persen yakni tidak genap dengan angka lima persen. Hal ini disebabkan dengan nilai potensi pengurangan ekonomi tadi yakni 0,031 persen.

|Baca juga: Bukan Cuma Bertahan, Ini Jurus Pamungkas OJK Dongkrak Industri Asuransi RI!

|Baca juga: Ketua DAI: Klaim Tinggi Bukan Ancaman tapi Peluang untuk Industri Asuransi

|Baca juga: Firdaus Djaelani: Masalah Utama Industri Asuransi Bukan Klaim, tapi Beban Biaya Operasional

“Jadi kira-kira dampaknya kecil ya, tapi tetap menggerus pertumbuhan ekonomi kita,” tegas Heri.

Di sisi investasi, pada sektor tekstil yakni pakaian jadi dan alas kaki berdampak cukup besar. Nilai investasinya berpotensi turun minus 2,06 persen. Selain itu, pada nilai ekspor impor juga menurun sebesar 4,88 persen.

Lebih jauh, terhadap sisi tenaga kerja, Hery mengungkapkan, pada tenaga kerja juga tergerus di tekstil. Penurunan ini mencangkup pekerja kasar atau pekerja professional semuanya ikut menurun.

“Jadi memang catatan pertama, dampak yang paling dirasakan itu adalah bagi industri tekstil pakaian jadi dan alas kaki, kalau bisa dilihatkan. Jadi tarifnya kecil belum tentu aman, belum tentu lebih unggul dari negara lain,” sebutnya.

Menurut Hery, yang harus dilihat lagi ialah kondisi existing-nya apakah sudah lebih efisien dari dalam untuk membuat suatu barang. Sehingga, PR Indonesia saat ini ialah memikirkan pasar perdagangan padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki di Amerika Serikat.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post CIMB Niaga Jadi Sponsor Utama UHB Charity 5K Run di Purwokerto
Next Post Prospek Saham Korea Positif, Kospi Ditutup Menguat

Member Login

or