Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyampaikan bahwa di tengah tingginya ketidakpastian perekonomian global, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih mencatatkan kinerja positif dengan kemarin ditutup menguat 1,41 persen ytd (year to date) dan rata-rata yield SBN masih mengalami penurunan 69 basis points (bps). Kondisi ini tentunya ditopang oleh kondisi ekonomi makro kita yang masih solid, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijaga di atas lima persen, inflasi terjaga rendah yakni per Juli 2019 sebesar 3,32persen yoy, dan cadangan devisa kita juga terus tumbuh yakni Juli sebesar 125,9 miliar dolar AS, sejalan masuknya dana investor asing.
“Sampai dengan akhir minggu lalu kita melihat, net buy investor asing di pasar saham cukup besar mencapai Rp64,9 triliun ytd dan di pasar SBN sebesar Rp113,4 triliun ytd,” kata Wimboh. Ditambahkan bahwa selain itu, sampai dengan akhir minggu lalu, penghimpunan dana dari pasar modal cukup menggembirakan, mencapai Rp109,2 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 29 perusahaan. Sedangkan total dana kelolaan investasi mencapai Rp802,4 triliun atau tumbuh 7,2 persen ytd.
Lebih lanjut Wimboh mengingatkan agar kita jangan terlena karena kondisi perekonomian global diperkirakan belum akan membaik. Tensi trade war antara Amerika dan Tiongkok diperkirakan masih berlanjut dan bahkan sudah mengarah ke currency war. Kondisi itu mengakibatkan prediksi perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan berbagai lembaga internasional menjadi semakin nyata dan memberikan tekanan pada perdagangan internasional.
Berbagai negara telah menyadari hal ini dan merespons dengan lebih agresif menurunkan suku bunga acuannya, seperti akhir-akhir ini yang dilakukan oleh: India yang menurunkan 35 bps, lebih besar dari perkiaraan. New Zealand menurunkan suku bunga acuannya menjadi yang terendah sepanjang sejarah. Thailand di luar perkiraan juga menurunkan suku bunga acuannya. Begitu juga Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuannya dan juga melonggarkan GWM.
Menurut Wimboh Santoso, hal ini mengindikasikan tantangan dari perlambatan ekonomi global ini masih akan mewarnai perkembangan ekonomi domestik dan juga tentunya kinerja pasar modal kita ke depan. Untuk itu, kita semua harus merespons dinamika ini dengan cepat dan tepat.
Berbagai upaya pemerintah untuk merespons perlambatan ekonomi global tadi tentunya membutuhkan peran besar dari sektor keuangan, khususnya industri Pasar Modal dalam menyediakan sumber pembiayaannya. Dengan besarnya tuntutan terhadap peran dari Pasar Modal, upaya pendalaman pasar modal menjadi sangat penting, baik dari sisi supply, demand maupun penyempurnaan infrastruktur. Dari sisi supply, variabilitas instrument yang customizeddengan profil investor, antara lain: variabilitas instrument sekuritisasi, syariah based dan juga green/blue financing (SDGs), kemudian yang kedua adalah meningkatkan basis jumlah emiten.
Sementara itu dari sisi demand, perlu diupayakan pertumbuhan jumlah investor pasar modal melalui kerja sama antarsektor keuangan dan edukasi/sosialisasi, serta perkembangan investor institusi. Kemudian pengembangan infrastruktur pasar modal, dengan mengadopsi teknologi yang lebih reliable, mudah, cepat, dan transparan.
Menurut Wimboh Santoso, upaya-upaya tersebut tentu harus dilengkapi dengan sinergi yang baik dengan berbagai pihak dan penguatan fundamental emiten melalui penerapan manajemen risiko dan juga tata kelola yang baik. “Dengan dukungan semua pihak, saya yakin cita-cita kita untuk memiliki industri pasar modal yang kredibel, berdaya saing dan relevan bagi penyediaan pembiayaan program pemerintah dan dunia usaha serta peningkatan kesejahteraan masyarakat akan dapat kita wujudkan,” tandasnya. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News