Oleh: Budi Sartono Soetiardjo
Musim kemarau panjang banyak diwarnai oleh peristiwa kebakaran. Berita-berita tentang kebakaran lahan, tempat pembuangan sampah, pemukiman, perkantoran, gudang penyimpanan, bangunan industri, kapal, tumpukan gerbong bekas, dan lain-lain, silih berganti hadir menjadi pemberitaan berbagai media cetak maupun media sosial.
Berbagai peristiwa kebakaran yang terjadi belajangan ini, hampir sebagian besar karena ulah manusia yang bersumber dari faktor kelalaian, keteledoran, kecerobohan, dan tak tertutup kemungkinan pula karena unsur kesengajaan.
Intensitas kebakaran tahun ini diprediksi bakal meningkat signifikan seiring dengan semakin panjangnya musim kemarau. Kewaspadaan masyarakat dan kehati-hatian dalam mengelola risiko (risk management) terhadap berbagai aset, harta benda maupin properti yang dimiliki, sepatutnya harus semakin ditingkatkan. Fenomena El Nino sebagai pemicu kemarau panjang diprediksi bakal berlangsung hingga bulan Oktober 2023.
Untuk hal ini, industri asuransi umum sangat berkepentingan untuk semakin meningkatkan kewaspadaannya terhadap potensi melonjaknya klaim asuransi akibat terbakarnya obyek-obyek pertanggungan yang ‘riskable’, yakni industri-industri yang proses produksinya banyak menggunakan bahan atau material yang mudah terbakar.
Musim kemarau adalah ‘musim panen’ klaim bagi industri asuransi umum. Oleh sebab itu, tak ada salahnya, apabila perusahaan asuransi turun ke lapangan melakukan uji petik ‘resurvey’, sebagai bagian dari implementasi mitigasi risiko terhadap obyek-obyek pertanggungan ‘high risk’.
Apabila dari uji petik ditemukan adanya hal-hal yang mencurigakan dan perlu pembenahan, maka saran dan rekomendasi perusahaan asuransi sangat diperlukan untuk disampaikan kepada yertanggung demi terjaganya keamanan dan keselamatan obyek pertanggungan.
Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengamanan harta benda terhadap potensi ancaman kebakaran di musim kemarau, dapat dikatakan saat ini masih relatif rendah. Belum soal korsleting listrik, yang dari catatan Dinas Pemadam Kebakaran di berbagai daerah, adalah primadona penyebab utama terjadinya kebakaran.
Pemukiman kumuh dan pasar-pasar tradisional, adalah tempat paling potensial untuk dilanda kebakaran. Instalasi listrik di tempat-tempat tersebut, dapat dikatakan relatif tidak terjaga dan terpelihara dengan baik. Penyambungan kabel instalasi yang seadanya, yang tidak mengindahkan aturan keamanan dan keselamatan manusia dan harta benda, adalah embrio atau cikal bakal terjadinya musibah kebakaran.
Demikian pula, penumpukan beban-beban listrik yang berlebihan di suatu titik sumber listrik (stop kontak) tanpa memperhatikan faktor kemampuan instalasi dan alat pengaman listriknya, seringkali juga menjadi sumber petaka kebakaran. Secara teknis, banyak faktor keamanan dan keselamatan kerja listrik yang tidak diindahkan atau diabaikan oleh masyarakat dalam menjaga keamanan harta benda mereka.
Ironisnya, banyak perusahaan asuransi umum yang tidak aware terhadap hal-hal seperti ini. Penutupan obyek-obyek pertanggungan yang berisiko, dalam banyak kasus sering tanpa didahului oleh survei atau pengamatan secara teliti dan seksama. Perusahaan asuransi sering mengabaikan fase ini, dan menganggap bahwa obyek yang hendak di-cover baik-baik saja.
Demikian pula, peran pengawasan pihak PLN pun dapat dibilang belum optimal. Pemeriksaan reguler terhadap instalasi listrik bangunan, terutama bangunan-bangunan lama, minim sekali, bahkan bisa dikatakan tidak pernah dilakukan. Edukasi kepada masyarakat tentang bahaya listrik dalam bentuk penyuluhan dan sosialisasi keselamatan terhadap bahaya kebakaran, pun setali tiga uang, sehingga kesadaran masyarakat tidak menjadi lebih baik.
Kemarau panjang senantiasa menyisakan persoalan pahit bagi masyarakat. Kegiatan-kegiatan ekstrem komunitas masyarakat yang berpotensi mengundang risiko besar bakal terjadinya kebakaran, seyogyanya dibatasi. Pemerintah, dalam hal ini BNPB, BPBD, maupun instansi-instansi terkait, seperti Dinas Pemadam Kebakaran, PLN, dan lain-lain, termasuk industri asuransi umum, selayaknya mengoptimalkan peran pengawasan dan penyuluhan sebagai upaya preventif meminimalisasi potensi terjadinya kebakaran.
Musibah kebakaran terjadi bukan karena faktor alam semata, namun lebih banyak didominasi oleh faktor manusia, sebagai akibat dari kecerobohan, kelalaian, keteledoran, bahkan ketidak pedulian masyarakat di dalam menjaga keselamatan lingkungan dan harta bendanya.
Penulis adalah Pemerhati Publik & Asuransi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News