1

Transformasi Insurtech: Revolusi Digital Out of The Box untuk Pengembangan Industri Asuransi

Oleh : Dody A S Dalimunthe
Wakil Ketua AAUI untuk Bidang Information & Applied Technology
Dosen Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi Trisakti

Industri asuransi Indonesia pada saat dan pasca pandemi Covid-19, meskipun menunjukkan pertumbuhan positif, bisa dibilang perkembangannya belum menggembirakan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa tingkat penetrasi asuransi di Indonesia pada tahun 2021 baru mencapai 3,18 persen, yang terdiri dari penetrasi asuransi sosial 1,45 persen, asuransi jiwa 1,19 persen, asuransi umum 0,47 persen, dan sisanya asuransi wajib. Tingkat inklusi asuransi mengalami peningkatan yang kurang signifikan dari 13,15 persen di tahun 2019 menjadi 16,63 persen di tahun 2022.

Pemberitaan permasalahan asuransi akhir-akhir ini bisa jadi menjadi menyebabkan masyarakat masih pikir-pikir membeli produk asuransi. Namun tingkat literasi asuransi tumbuh signifikan dari 19,40 persen di tahun 2019 menjadi 31,72 persen di tahun 2022. Kondisi ini merupakan respons dari upaya semua stakeholder industri asuransi dalam mendorong mengadopsi dan mengoptimalkan penggunaan teknologi (insurtech).

Survei yang dilakukan oleh Swiss Re di tahun 2020, menunjukkan hampir 60 persen konsumen memilih saluran distribusi online dibandingkan offline, dalam membantu pemilihan produk asuransi, menyeleksi besaran premi maupun proses pengajuan klaim.

Pertumbuhan tingkat literasi dan tingginya preferensi konsumen terhadap layanan online, menunjukkan potensi perkembangan asuransi dengan optimalisasi industri insurtech masih terbuka lebar. Setidaknya ada dua tantangan yang dihadapi untuk mendapatkan customer experience yang baik bagi perusahaan perasuransian, yaitu proses dan sistem yang tidak efisien, serta penggunaan data dan analis yang masih terbatas.

Proses dan sistem yang rumit mempersulit klaim bagi pelanggan maupun internal perusahaan. Pelanggan memandang persyaratan yang rumit dan prosedur pengiriman dokumen menambah beban klaim saat sakit, kecelakaan, atau bahkan kematian. Adanya kerumitan prosedur juga membuat kesulitan bagi internal perusahaan asuransi dalam memproses pengajuan klaim secara efisien sehingga menambah lebih banyak waktu yang dibutuhkan dan bahkan terjadi penundaan proses.

Kekurangan sumber pengumpulan data dan teknologi analisis data untuk mendukung proses operasional pengolahan data masih banyak terjadi di perusahaan asuransi tradisional. Tanpa fasilitas ini, sulit bagi perusahaan asuransi dapat mempersonalisasikan customer experience dan memenuhi kebutuhan tertanggung asuransi.

Insurtech harus mampu mengatasi tantangan tersebut dan menangkap peluang dengan cepat serta inovatif. Digitalisasi merupakan sebagai langkah pertama bagi perusahaan asuransi tradisional untuk dapat unggul. Jika perusahaan masih sangat bergantung pada dokumen cetak atau dokumen scan (seperti gambar, PDF, dll), maka perlu segera mengonversi menjadi data terstruktur yang dapat digunakan.

Co-Founder and CEO Igloo, Raunak Mehta, dalam wawancaranya dengan Insurance Asia tahun 2022 lalu, menyatakan bahwa wilayah Asia memiliki tingkat underinsurance tertinggi secara global. Mengacu kepada laporan Lloyds tahun 2018 menyebutkan bahwa Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Filipina memiliki kesenjangan asuransi sebesar US$23 miliar, dan kemungkinan makin diperburuk oleh dampak ekonomi Covid-19. Namun wilayah ini cepat terdigitalisasi melalui e-commerce yang memberikan akses nyaman ke produk dan layanan keuangan seperti asuransi. Sehingga bisa dibilang ada tren yang lebih besar yang dapat menutup gap tersebut.

Survei terbaru yang dilakukan Swiss Re Institute dan ditulis kembali oleh Winnie dalam xendit.co terkait keinginan konsumen dalam bertransaksi asuransi (customer experience), menyatakan ada tiga harapan yang diinginkan namun tidak terpenuhi, yaitu pembayaran klaim yang lebih cepat, pengalaman bertransaksi online yang baik, serta fleksibilitas dan personalisasi produk maupun interaksi pelanggan.

Ini merupakan tantangan bagi para eksekutif industri asuransi yang berpikiran terbuka untuk lebih siap maju dan mengembangkan perusahaan asuransi yang mereka pimpin di tengah revolusi digital saat ini. Perlu ada keberanian untuk mengubah proses bisnis tradisional dalam industri asuransi yang telah berjalan bertahun-tahun sehingga perusahaan perasuransian Indonesia tidak tertinggal dengan perubahan zaman. Transformasi digital adalah kunci untuk menutup customer experience gap tersebut guna menyenangkan pelanggan dan bertahan di tengah revolusi digital.

Tren yang perlu dipertimbangkan adalah munculnya asuransi mikro yang memanfaatkan teknologi, seperti mesin penilaian risiko dan manajemen klaim digital untuk mengurangi biaya dan memberikan kekhususan dalam proses asuransi. Beberapa produk asuransi dapat ditawarkan untuk memenuhi risiko gaya hidup yang berbeda seperti transit, kehilangan pembelian e-commerce, ancaman dunia maya, atau hilangnya pendapatan karena peristiwa global seperti Covid-19, sehingga membantu membuat produk asuransi dapat lebih terjangkau dan mudah diakses oleh konsumen.

Pada dasarnya pelanggan mencari peningkatan dalam pemrosesan dan pembayaran klaim, karena proses klaim/pembayaran yang lebih cepat adalah hal yang paling diharapkan oleh 58 persen responden di Asia-Pasifik sebagaimana tercermin dalam survei Swiss Re Institute. Dengan kata lain, jika perusahaan asuransi menyediakan hal tersebut maka berpotensi mendapatkan tingkat kepercayaan pelanggan yang lebih tinggi dan dapat memperluas pasar melalui rekomendasi pelanggan dari mulut ke mulut.

Survei tersebut juga menyatakan bahwa ketersediaan proses online diinginkan oleh 67 persen responden sebagai faktor penting yang memengaruhi pembelian polis asuransi setelah pertimbangan harga di peringkat pertama (80 persen). Ini menunjukkan bahwa platform digital semakin penting dan dipertimbangkan dalam sebuah customer journey, karena pelanggan ingin bertransaksi online dan semakin menerima distributor asuransi non-tradisional (insurtech).

Pembeli asuransi memilih produk asuransi sesuai penggunaan dan kebutuhan, atau dengan kata lain menginginkan fleksibilitas dan personalisasi. Hal ini tercermin dari 66 persen responden survei, yakni 49 persen dari responden Gen Z (usia 18-24 tahun) cenderung menyukai pembelian asuransi berbasis kebutuhan hidup mereka. Bahkan 67 persen responden juga bersedia memberikan info kesehatan mereka untuk dapat memperoleh harga yang lebih terjangkau dan produk asuransi sesuai kebutuhan.

Sayangnya belum ada data spesifik perkembangan asuransi untuk saluran distribusi digital yang tersedia di Indonesia. Melihat data petumbuhan premi asuransi umum tahun 2022 dibandingkan tahun 2021 dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), sementara di sisi lain data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan penurunan premi asuransi jiwa, bisa jadi penggunaan saluran digital online merupakan literasi saat yang tepat untuk mendorong masyarakat membeli produk asuransi. Oleh karena itu sudah saatnya untuk memastikan apakah fasilitas online perusahaan asuransi sudah user-friendly dan bermanfaat bagi pelanggan.

Jika tidak, maka perusahaan dapat berisiko kehilangan lebih banyak bisnis karena pendatang baru di dunia insurtech semakin mendapatkan kredibilitas di mata calon pelanggan. Transformasi digital adalah driver utama yang menentukan apakah perusahaan asuransi kesulitan atau malah bisa berkembang di tengah revolusi digital saat ini.

Mengatasi customer experience gap agar dapat unggul dalam revolusi digital, perusahaan asuransi perlu menyederhanakan proses dan sistem kerja, meningkatkan kenyamanan dan interaksi pelanggan, serta menggunakan data dan analisis untuk personalisasi produk dan layanan. Penyederhanaan proses dan sistem dapat dilakukan dengan menghilangkan silo-silo dalam proses perusahaan, otomatisasi pekerjaan dan proses rutin, serta mengurangi volume pekerjaan manual yang memakan waktu.

Ini bisa dilakukan dengan menggunakan software yang tepat dan terkini, sehingga pelanggan terpuaskan, reputasi perusahaan lebih baik, dan mengurangi biaya pemasaran karena banyak rekomendasi dari mulut ke mulut. Untuk meningkatkan customer experience dapat dilakukan dengan menyediakan konten edukasi di berbagai saluran, serta mengembangkan layanan mandiri seperti portal onlinemobile apps, dan chatbot yang mudah digunakan.

Penyediaan data merupakan hal yang penting, guna dapat menyiapkan produk asuransi yang personalized seperti keinginan pelanggan. Sumber data dapat menggunakan media sosial, analytics website, interaksi aplikasi, umpan balik pelanggan, dan data pelanggan yang diinput di aplikasi. Data tersebut dapat dimanfaatkan untuk membuat penawaran yang kompetitif terkait term and condition polis, tarif premi dan proses klaim. Perusahaan juga dapat mengimplementasikan artificial intelligence untuk memberikan rekomendasi data yang personalized.

Beberapa perusahaan rintisan layanan insurtech telah banyak menggarap pasar di Asia Tenggara dan memiliki pengalaman yang cukup banyak di berbagai bidang dalam memberikan solusi business to business to consumer (B2B2C) yang inovatif untuk para mitra dan konsumen asuransi, meliputi perusahaan asuransi maupun industri lain seperti telekomunikasi, e-commercetravel, dan sektor jasa keuangan.

Co-Founder and CEO Igloo, Raunak Mehta (2022) menyebutkan bahwa pertumbuhan gross written premium industri asuransi tahun 2021 lalu meningkat di Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Filipina karena 40 juta pengguna baru bergabung dengan internet di Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand, dan kenaikan di sektor pengiriman makanan, e-groceries, dan e-commerce membuat peluang untuk memperluas penawaran produk insurtech.

Melalui perusahaannya, Igloo menggunakan big data, penilaian risiko yang real-time, dan manajemen klaim secara otomatis yang end-to-end untuk menciptakan solusi asuransi B2B2C, seperti penggunaan Usage-Based Motor Insurance yang dirancang untuk memberikan solusi asuransi mobil yang hemat biaya bagi pengemudi di Thailand untuk menganalisis perilaku mengemudi dan penggunaan kendaraan guna menentukan premi asuransi dan menghargai pengemudi yang aman, sehingga memungkinkan menghemat premi hingga 40 persen. Parameter yang digunakan untuk menghitung premi meliputi kecepatan, jarak, durasi mengemudi, waktu mengemudi, dan area mengemudi, sehingga memberikan manfaat kepada pengemudi melalui deductible yang lebih tinggi dan premi yang lebih rendah untuk pengemudi yang lebih aman.

Banyaknya orang bekerja dari rumah (work from home) membuat penggunaan mobil juga terpengaruh, sehingga produk ini tepat waktu dalam membantu pengemudi untuk menghemat premi melalui pembayaran per penggunaan. Demikian pula halnya produk asuransi transit yang ditawarkan melalui mitra e-commerce yang melindungi konsumen dan pedagang dari barang-barang yang hilang atau rusak selama transit.

Dalam rangka mendukung pertumbuhan dan perkembangan bisnis insurtech di Indonesia, OJK telah melakukan beberapa langkah dan upaya seperti memperkuat riset yang mendukung pengembangan insurtech, meningkatkan kapasitas SDM dan penerbitan POJK Nomor 13 /POJK.02/2018 mengenai Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan dan POJK Nomor 28 Tahun 2022 mengenai Perusahaan Pialang Asuransi, Reasuransi dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi guna mendukung ekosistem penyelenggara insurtech.

Insurtech harus mengatasi tantangan dalam mengidentifikasi, distribusi, mengembangkan, dan menumbuhkan lebih banyak cara bagi produk asuransi agar tersedia untuk konsumen. Untuk itu perlu kemitraan dengan perusahaan dan platform dari ekonomi digital agar membawa manfaat digitalisasi ke industri asuransi tradisional.

Era ekonomi ke depan adalah economic sharing yang dipandang lebih efektif dan efisien. Selain itu diperlukan juga tim ahli yang kuat dengan pengalaman mencakup fintech, perbankan, e-commerce, teknologi, dan asuransi untuk dapat menjalankan transformasi digital insurtech.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Jadi Penghasil Devisa, Kemenperin Pacu Kinerja Industri Furniture dan Kerajinan
Next Post 10 Perusahaan Asuransi Terbesar di Dunia Berdasarkan Kapitalisasi Pasar

Member Login

or