1
1

Urgensi Sertifikasi Profesi di Industri Jasa Keuangan

Pemegang sertifikasi/izin profesi AAIJ, WMI dan ASPM, KUPASIAN Wahju Rohmanti | Foto: Wahju Rohmanti

Oleh : Wahju Rohmanti, SE.,MM

 

Demi meningkatkan kompetensi sumber daya manusia Indonesia para tenaga profesional di semua industri keuangan dan non keuangan diwajibkan memiliki sertifikasi profesi.

Sejak tahun 2004 demi meningkatkan kompetensi sumber daya manusia Indonesia, para tenaga profesional di semua industri bisnis maupun non bisnis, baik industri keuangan maupun non keuangan, secara bertahap diwajibkan memiliki sertifikasi profesi perorangan dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang tergabung di Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

BNSP didirikan pada tahun 2004 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004. BNSP merupakan lembaga independen yang bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi kerja di Indonesia melalui LSP-LSP yang bernaung di dalamnya. Pendirian BNSP bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia melalui sertifikasi kompetensi. Sehingga ada standarisasi kompetensi untuk tiap-tiap professi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sebelum sertifikasi profesi BNSP ini kita umumnya hanya tahu profesi dokter atau akuntan yang harus memiliki sertifikasi dan izin praktik. Pun sebaliknya sebelum tahun 1993 seorang sarjana teknik bahkan dapat langsung dapat gelar insinyur padahal belum menjalankan profesinya. Maka setelah adanya sertifikasi di bawah BNSP seluruh profesi di Indonesia diharapkan telah mempunyai standarisasi kompetensi untuk tiap-tiap profesi.

Dikutip dari website OJK, saat ini terdapat 15 LSP untuk sertifikasi profesi di industri jasa keuangan baik di bank maupun non bank. Setiap LSP dapat menerbitkan berbagai sertifikasi  yang terkait di bidangnya. LSP-LSP yang terdaftar di OJK adalah sebagai berikut: Lembaga Sertifikasi Profesi Majelis Ulama Indonesia (LSP MUI), Lembaga Sertifikasi Profesi Lembaga Sertifikasi Profesional Perbankan (LSP LSPP), Lembaga Sertifikasi Profesi Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (LSP BSMR), Lembaga Sertifikasi Profesi Keuangan Syariah (LSP KS), Lembaga Sertifikasi Profesi Penjaminan, Lembaga Sertifikasi Profesi Perasuransian Syariah, Lembaga Sertifikasi Profesi Pembiayaan Indonesia (LSPPI), Lembaga Sertifikasi Profesi Certif (LSP Certif), Lembaga Sertifikasi Profesi Aplikasi Asuransi dan Manajemen Asuransi Indonesia (LSP AAMAI), Lembaga Sertifikasi Profesi Bisnis Ekonomi Keuangan Syariah (LSP BEKSYA), Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal (LSP-PM), Lembaga Sertifikasi Profesi Industri Keuangan Pasar Modal Indonesia (LSP IKEPAMI),  Lembaga Sertifikasi Profesi Microfinance Indonesia (LSP MI), dan Lembaga Sertifikasi Profesi Perasuransian Indonesia (LSP PI).

LSP ataupun lembaga penyelenggara pelatihan dan ujian sertifikasi pada umumnya dimiliki oleh asosiasi-asosiasi profesi terkait dan sedikit yang didirikan oleh non asosiasi. Satu jenis sertifikasi profesi dapat dikeluarkan oleh beberapa LSP, namun masyarakat hendaknya hanya memilih sertifikasi yang telah berizin operasional dari otoritas dan atau regulator yang menaungi industri masing-masing.

Beberapa sertifikasi kompetensi dapat dilanjutkan dengan izin profesi, yaitu setelah lulus sertifikasi profesi dari LSP mengurus semacam izin praktik dari lembaga otoritas/regulator terkait. Namun ini sifatnya opsional, kecuali untuk izin profesi tertentu yang diwajibkan oleh regulator.

Seiring dengan adanya standarisasi kompetensi dengan mekanisme sertifikasi profesi tersebut, otoritas pengatur dan pengawas dari industri  penyerap tenaga profesi menjadikan sertifikasi profesi tersebut sebagai salah satu syarat perizinan bisnis, termasuk di industri jasa keuangan yaitu OJK. OJK melalui Peraturan OJK mensyaratkan suatu perusahaan jasa keuangan hanya dapat memperoleh izin usaha, izin beroperasi, memasuki bisnis tertentu, pengajuan pengurus perusahaan, penerbitan produk, dan untuk keperluan lainnya jika memiliki sumber daya manusia yang telah memiliki izin profesi atau minimal sertifikasi profesi dari LSP terkait yang terdaftar di OJK.

Di sektor jasa keuangan standar kompetensi profesi yang telah teregulasi dengan baik dan lengkap adalah di industri perbankan. Misalnya sertifikasi profesi di bidang manajemen risiko. Direksi dan komisaris sampai manajemen level pertama harus memiliki sertifikat kompetensi manajemen risiko pada skala tertentu sesuai jenjang jabatan masing-masing. Termasuk juga untuk pelaksana tugas tertentu misalnya tenaga ahli analis maupun auditor.

Arsitektur sertifikasi profesi yang telah mumpuni selanjutnya adalah di industri pasar modal, dengan nomenklatur jenis sertifikasi dan izin profesi yang cukup banyak. Dimulai dari bisnis perdagangan efek (brokerage, underwriter) maupun di pengelolaan investasi (manajer investasi).

Jenis sertifikasi profesi hampir mencakup seluruh pekerjaan dari hulu hingga hilir di ekosistem bisnis pasar modal. Baik di bursa, Lembaga SRO, brokerage, penerbitan efek, manajer investasi dan lembaga profesi penunjang, serta profesi perorangan maupun kelembagaan, baik konvensional maupun yang berprinsip syariah.

Nomenklatur sertifikasi kompetensi profesi di industri  pasar modal dari  hulu bisnis misalnya profesi perorangan yaitu WPEE (Wakil Penjamin Emisi Efek), WPPE (Wakil Perantara Pedagang Efek) yang terbagi lagi menjadi WPPE untuk setiap jenis efek, dan WAPERD (Wakil Perantara Pedagang Efek) untuk penjualan produk reksa dana.

Kemudian untuk pengelolaan investasi atau fund manager ada Wakil Manager Investasi  (WMI), serta untuk pengawasan penerapan prinsip kesyariahan di bidang pasar modal ada ASPM (Ahli Syariah Pasar Modal).

Nomenklatur izin profesi perorangan di industri ini diawali dengan kata “Wakil”, yang berarti orang perorangan tersebut mewakili perusahaan di industri  tersebut.  Dan sertifikasi profesi di industri  pasar modal menjadi keharusan yang diatur dalam POJK, menjadi salah satu persyaratan wajib untuk memperoleh izin usaha perusahaan, operasional  hingga penerbitan produk serta pengawasan.

Bagaimana dengan di industri  asuransi? Di industri  asuransi izin profesi perorangan yang telah dikenal secara umum adalah di bidang manajemen asuransi, teknik aktuaria, dan agen asuransi serta kemudian juga manajemen risiko sebagai respons dari kasus-kasus kegagalan pembayaran klaim yang dialami beberapa perusahaan asuransi dalam dekade ini. Dikutip dari sertifikasi.co.id pada industri  asuransi juga terdapat sertifikasi lembaga penunjang bisnis asuransi yaitu penjaminan, pengelolaan dana pensiun, aktivitas konsultasi terkait risiko asuransi, serta pengelolaan dana asuransi dan pensiun.

Nomenklatur sertifikasi profesi di manajemen asuransi adalah Ajun Ahli Asuransi (jiwa/umum), atau AAAI dan Ahli Asuransi (jiwa/umum) atau AAI yang keduanya dikeluarkan oleh Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI) dan dapat melanjutkan ke jenjang sertifikasi BNSP melalui ujian di LSP AAMAI. Namun sertifikasi ini setahu penulis belum ada kelanjutan proses menjadi izin profesi yang dikeluarkan oleh OJK. Selanjutnya adalah sertifikasi profesi teknik aktuaria yaitu Sertifikasi ASAI (Associate of Society of Actuaries of Indonesia) adalah sertifikasi profesionalisme aktuaris yang dikeluarkan oleh Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI). Untuk mendapat gelar ASAI, calon harus lulus tujuh mata ujian yang diselenggarakan oleh PAI. Sertifikasi ini merupakan jenjang awal sebelum menjadi Fellow Of Sociaety Of Actuaries Indonesia (FSAI).

Kemudian selanjutnya ada sertifikasi agen asuransi untuk kompetensi dan keahlian seorang agen asuransi dalam menjalankan tugasnya untuk memberikan layanan yang berkualitas kepada nasabah. Di Indonesia, beberapa lembaga yang menyelenggarakan sertifikasi agen asuransi antara lain LSP Perasuransian Indonesia (LSP-PI), LSP Aplikasi Asuransi Umum Indonesia (LSP AAUI), dan LSP Perasuransian Syariah (LSP-PS).

Sertifikasi kompentensi profesi di asuransi dilihat dari nomenklatur dan ketentuan sesuai regulasi belum semumpuni di industri perbankan dan di pasar modal, walaupun sudah ada ketentuan tentang tenaga ahli. Sesuai POJK perasuransian, setiap perusahaan asuransi harus memiliki tenaga ahli, yang dasar penilaian keahlian ditunjukkan dengan sertifikasi kompetensi.

Tenaga ahli adalah orang perseorangan yang memiliki kualifikasi dan/atau keahlian tertentu yang ditunjuk dan bekerja secara penuh sebagai tenaga ahli pada satu perusahaan tempatnya bekerja. Sesuai POJK No. 23 Tahun 2023 untuk asuransi kerugian minimal tiap perusahaan harus memiliki satu orang Ahli Asuransi Indonesia Kerugian (A2IK) dan Ajun Ahli Asuransi Indonesia Kerugian (A3IK)  yang memiliki sertifikat. Untuk asuransi jiwa, tiap perusahaan harus memiliki satu orang tenaga yang sudah bersertifikat sebagai Ahli Asuransi Indonesia Jiwa (A2IJ) dan Ajun Ahli Asuransi Indonesia Jiwa (A3IK).

Perusahaan asuransi wajib mempekerjakan satu orang aktuaris sebagai aktuaris perusahaan yang memimpin fungsi aktuaria yang memiliki izin profesi dari LSP dan tercatat sebagai anggota aktif PAI. Selain itu perusahaan asuransi yang menjual produk unitlink harus memiliki satu tenaga ahli setingkat di bawah direksi yang memiliki izin profesi WMI.

Para pekerja atau profesional ataupun perusahaan di industri  mencari sertifikasi umumnya didorong karena adanya kewajiban sertifikasi dari otoritas, bukan semata-mata untuk menaikkan standar kompetensi pribadi. Apalagi untuk memperoleh izin profesi tersebut seseorang harus mengikuti pelatihan dan ujian yang tidak mudah dengan biaya yang tidak murah.

Selain itu juga harus melakukan refreshment atau perpanjangan izin serta status keanggotaan di asosiasi secara periodik yang berarti harus membayar iuran tahunan. Namun sebenarnya memiliki sertifikasi atau utamanya izin profesi itu menguntungkan bagi para profesional, selain meningkatkan nilai imbalan kerja/remunerasi, juga karena sifatnya melekat pada pribadi, dan enaknya lagi beberapa sertifikasi berlaku seumur hidup, asal rutin melakukan refreshment.

Refreshment dapat berupa pendidikan berkelanjutan ataupun mengumpulkan portofolio profesi/jam terbang tertentu. Hal ini agar ilmu, skill, pengetahuan profesional  di prosesinya selalu ter-update sesuai perkembangan industri.

Tidak dapat dipungkiri dalam urusan sertifikasi profesi ini terdapat peran besar dari dua pihak yaitu dari asosiasi pendiri/mitra LSP dan dari otoritas atau regulator di industri masing-masing. Asosiasi seharusnya menjadi penggerak awal karena merupakan pihak yang paling memahami profesi apa saja dan standar kompetensinya bagaimana yang dibutuhkan di industrinya. Pihak kedua adalah otoritas pengatur dan pengawas, dalam hal industri jasa keuangan tentu adalah OJK.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai regulator dan pengawasan industri jasa keuangan OJK sangat berkepentingan terkait sertifikasi ini, termasuk mengatur kredibilitas LSP yang menerbitkan sertifikat kompetensi. Sehingga pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan industri dan meminimalkan risiko industri yang bersifat sistemik.

Dibutuhkan komunikasi dan kerja sama yang baik antara asosiasi dan OJK untuk menetapkan sertifikasi profesi yang diperlukan dan dapat meningkatkan kompetensi sumber daya manusia maupun lembaga di industri jasa keuangan. Terlebih karena antara industri jasa keuangan bank dan non bank serta antar industri di ekosistem non bank terdapat irisan bisnis yang cukup kompleks.

Jadi saat ini untuk menilai anda kompeten atau tidak pada profesi anda maka selain lolos fit and proper test memiliki sertifikat kompetensi adalah pintu awal penilaian keahlian Anda.

Selamat berkompetensi.

Penulis adalah pemegang sertifikasi/izin profesi AAIJ, WMI dan ASPM, KUPASIAN

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Pertumbuhan Premi Asuransi Non-Jiwa di India Melambat pada Juni 2025
Next Post Bank Muamalat Tambah Fitur-Fitur Baru di Muamalat DIN

Member Login

or