1
1

Indonesia Perlu Pertumbuhan 7 persen per Tahun

Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2017 sebesar 3,2 persen. Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan prediksi ini antara lain didasari oleh revisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS dan China. “Tahun 2017 (pertumbuhan ekonomi global) ke arah 3,2 persen cukup justified,” kata Juda pada acara Pelatihan Wartawan Ekonomi
BI di Bali, 3 Desember 2016.
Walau demikian, BI masih mencermati risiko yang membayangi perekonomian global di tahun mendatang. Salah satunya adalah masih adanya risiko timbulnya berbagai ketidakpastian pasca terpilihnya Donald Trump sebagai pada Presiden AS, terutama terkait kebijakan apa saja yang akan diambil sang presiden terpilih. “Misalnya mengenai (kebijakan) fiskal dan perdagangan, masih ada tone nasionalisme yang kelihatan, tetapi tidak seekstrim yang disampaikan saat kampanye,” kata Juda.
Rendahnya pertumbuhan ekonomi global menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia, karena secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap relatif rendahnya pertumbuhan ekonomi nasional. Juda Agung mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi sebesar lima persen tidak cukup mengeluarkan Indonesia dari risiko middle income trap. “Sekarang ini income per kapita kita 3.400 dolar AS. Ini masih di lower middle income countries, kalau kita tumbuh hanya rata-rata lima persen per tahun, di tahun 2030 mendatang income per kapita hanya sekitar 7.200 dolar AS. Itu masih di middle income, jadi lima persen itu masih belum cukup untuk keluar dari sana,” ungkapnya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk dapat keluar dari middle income trap, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu setidaknya berada di angka tujuh persen per tahun. “Memang harus lebih ambisius, jadi harus tumbuh 10 persen. Tetapi Indonesia Perlu Pertumbuhan 7 persen per Tahun yang reasonable tumbuh sekitar tujuh persen,” tandasnya. Dengan pertumbuhan rata-rata sebesar tujuh persen itu, kata Juda, baru menyamai income per kapita Malaysia saat ini yang sebesar 10.000 dolar AS per tahun. “Masa, 14 tahun lagi kita masih di bawah Malaysia yang sekarang,” tambahnya.
Untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara signifikan, menurut Juda Agung, Indonesia mau tidak mau harus mendorong ekspor di sektor manufaktur. Kita tidak dapat sekadar mengandalkan pada ekspor komoditas yang sangat tergantung pada harga. Oleh sebab itu, menurutnya ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam jangka menengah, yakni peningkatan produktivitas, capital, dan human resource. “Itu nanti memang efeknya pada industri manufaktur yang berorientasi ekspor,” tuturnya.

Transaksi Non Tunai
Dalam acara yang sama, Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Farida Perangin-angin mengatakan bahwa pihaknya mendorong lebih banyak penggunaan transaksi non-tunai, sehingga akan mengurangi penggunaan transaksi tunai. Menurutnya, transaksi non-tunai cenderung lebih hemat biaya apabila dibandingkan penggunaan transaksi tunai dengan uang kartal, alias uang kertas maupun uang logam.
Farida mengungkapkan, biaya-biaya tersebut adalah biaya pencetakan uang dan biaya distribusi uang. Adapun biaya lainnya adalah biaya cash-handling atau penanganan uang tunai. Menurut dia, biaya cash-handling ini banyak, seperti biaya hitung, biaya keamanan, dan apalagi kalau ada biaya hilang. “Misalnya, di SPBU jika ada uang tunai dalam humlah banyak, harus ada petugas yang khusus lembur untuk menghitung uang tunai di akhir hari. Kemudian harus hire tenaga security untuk mengantar uang ke bank karena tidak akan mereka taruh di kantor mereka sendiri, belum biaya hilang yang tak terukur. Ini juga masuk ke dalam komponen biaya,” katanya.
Selain hemat biaya, Farida juga mengatakan penggunaan transaksi non tunai dapat lebih mengefisiensikan waktu, dibandingkan dengan transaksi tunai. “Segi efisiensi yang lain adalah kecepatan. Uang ini velocity of money-nya lebih cepat kalau non tunai. Jadi kalau kita mau keluar dari middle income trap, ekonomi kita harus jauh lebih efisien sehingga lebih cepat juga pertumbuhannya. Semakin efisien ekonomi, maka pertumbuhan ekonomi bisa semakin tinggi,” kata dia.
Berdasarkan data Bank Indonesia, uang kartal yang beredar di Indonesia per Oktober 2016 mencapai Rp559 triliun. Dari jumlah itu, yang beredar di masyarakat Rp467,5 triliun dan yang beredar di perbankan Rp91,5 triliun. Untuk transaksi non-tunai, per Oktober 2016 transaksi kartu kredit mencapai Rp22,69 triliun. Sedangkan transaksi kartu debit pada periode yang sama mencapai Rp487,18 triliun. Nilai transaksi yang diproses oleh Sistem Kliring Nasional (SKN) BI per Oktober 2016 mencapai Rp306,7 triliun. Sementara itu, transaksi RTGS oleh nasabah mencapai Rp1.768,8 triliun dan transaksi RTGS oleh perbankan mencapai Rp3.908 triliun. S. Edi Santosa

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Pelepasan Wisuda Ke-VIII STIMRA
Next Post Estimasi MAIPARK Terhadap Gempa Aceh 2016

Member Login

or