1
1

Estimasi MAIPARK Terhadap Gempa Aceh 2016

Gempa bumi berkekuatan 6,2 SR (skala richter) melanda Aceh pada tanggal 7 Desember 2016 lalu. Trauma lama kembali menghantui warga Tanah Rencong, setelah lebih dari satu dekade lalu terjadi bencana dahsyat di provinsi paling ujung Pulau Sumatera ini, yaitu gempa bumi yang disertai tsunami pada 26 Desember 2004. Dilansir dari berita Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), per 13 Desember 2016, korban yang meninggal dunia akibat gempa 7 Desember 2016 ini mencapai 102 orang yang ditemukan di daerah Pidie Jaya, Pidie, dan Beureun. Sedangkan yang luka-luka mencapai 857 orang dan pengungsi sebanyak 83.838 orang yang tersebar di 124 titik.
Menanggapi kejadian ini, PT Reasuransi Maipark Indonesia (MAIPARK) sebagai pengelola asuransi gempa bumi di tanah air, menyampaikan duka yang sangat mendalam atas musibah bencana gempa bumi yang terjadi dengan durasi sekitar 10–15 detik dalam keheningan subuh ini. Industri asuransi umum patut bersyukur telah mendirikan MAIPARK, melalui sesi wajib gempa bumi yang disesikan kepada perusahaan ini. MAIPARK telah memiliki data base risiko gempa bumi di Indonesia yang lengkap dan komprehensif, sehingga bisa diciptakan earthquake modelling. Salah satu hasilnya adalah menetapkan tarif premi (pricing) asuransi gempa bumi yang kemudian digunakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menetapkan tarif premi asuransi gempa bumi di Indonesia.
President Director PT Reasuransi Maipark Indonesia Yasril Y Rasyid mengatakan bahwa MAIPARK akan terus melakukan pengumpulan data secara aktual terkait dampak dari bencana ini. Namun berdasarkan data base risiko gempa bumi dan modelling gempa bumi yang dimiliki, MAIPARK menyimpulkan hasil perhitungan estimasi-estimasi kerugiannya, antara lain: Pertama, estimasi exposure risiko di daerah bencana terdampak diperkirakan sebesar Rp5,16 triliun dengan jumlah risiko yang diasuransikan sebanyak 1.324 obyek, berupa bangunan sebesar 56 persen, mesin-mesin sebesar 17 persen, stok sebesar 11 persen dan yang lainnya sebesar 16 persen. Kedua, estimasi kerugian akibat kerusakan bangunan, yakni Rp100 miliar hingga Rp500 miliar. Ketiga, estimasi kerugian (insured loss) yaitu sebesar Rp10 miliar hingga Rp138 miliar, namun yang berdampak kepada MAIPARK sendiri hanya sebesar Rp2,5 miliar hingga Rp10 miliar, karena ada skema reasuransi dengan luar negeri.
Terkait skema pembayaran klaim, Yasril menjelaskan, dengan melakukan penilaian besarnya kerugian, yaitu oleh petugas klaim dari perusahaan asuransi, namun jika diperlukan akan dibantu oleh loss adjuster serta petugas klaim dari MAIPARK. Jika nilai klaim cukup besar dan diperlukan pemulihan segera, maka melalui MAIPARK dapat dilakukan percepatan penggantian klaim atau cash call, walaupun biasanya nilainya belum penuh. “Final penggantian klaim dilakukan setelah adanya kesepakatan antara tertanggung, penanggung, dan penanggung ulang untuk nilai kerugian yang signifikan, berdasarkan estimasi dari loss adjuster,” ungkap Yasril pada Media Asuransi pertengahan Desember lalu.
Yasril menambahkan bahwa MAIPARK selama ini dikenal hanya menyiapkan asuransi gempa bumi, itupun hanya yang berbasis indemnity yakni penggantian kerugian ditetapkan setelah penilaian kerugian aktual. Namun saat ini, MAIPARK telah menelurkan produk asuransi gempa bumi berbasis parametric, yakni penggantian kerugian dilakukan secara otomatis berdasarkan syarat peristiwa yang diperkenankan. Syarat peristiwa itu mempunyai dua parameter yaitu Magnitudo dan Intensitas. Jika gempa dengan Magnitudo di atas 6 SR dan minimal intensitas 7 MMI, maka akan diganti kerugiannya berdasakan tabel penggantian yang telah ditetapkan.
Produk ini, lanjut Yasril, diluncurkan dengan nama Asuransi Gempa Bumi Berbasis Indeks (AGBBI) bekerjasama dengan International Finance Corporation (IFC) yang ditujukan bagi Lembaga Keuangan Mikro dalam rangka melindungi kenaikan NPL (non performing loan) pasca bencana gempa bumi. “Selanjutnya MAIPARK juga akan mengembangkan produk AGBBI ini bagi rumah tinggal (residentia) dan mengupayakan menjadi asuransi wajib bagi penduduk, yang akan dikaitkan dengan skema mitigasi melalui asuransi bagi pemerintah pusat atau pemerintah daerah,” jelas Yasril.
Dengan kejadian gempa 7 Desember ini, Yasril memandang perlu kerja sama yang berkelanjutan antara MAIPARK, BNPB/BNPD, dan lembaga lainnya untuk mensosialisasikan pentingnya penanggulangan bencana gempa bumi kepada masyarakat. “MAIPARK telah mengemas kegiatan sosialisasi dan literasi ini sebagai bentuk CSR, melakukan workshop dan pelatihan, serta menyumbangkan alat-alat pendeteksi dini bencana gempa bumi dan tsunami. Selain itu, MAIPARK juga telah menggelar pelatihan bagi para underwriter di perusahaan asuransi setiap tahunnya dalam bentuk kegiatan Geo Ekskursi yang memberikan pelatihan tentang risiko dan bencana, baik kuliah kelas (ruangan) maupun kuliah lapangan,” tandasnya. B. Firman

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Indonesia Perlu Pertumbuhan 7 persen per Tahun
Next Post OJK Keluarkan Aturan Fintech P2P Lending

Member Login

or