Media Asuransi, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan Electronic Data Capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) atau BRI pada 2020-2024.
Melansir keterangan resmi KPK, Senin, 14 Juli 2025, para tersangka tersebut adalah CBH selaku Wakil Direktur Utama BRI 2019–2024; IU Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI 2020–2021; DS sebagai SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI 2020; EL Direktur Utama PT PCS; serta RSK selaku Direktur Utama PT BIT.
|Baca juga: Berikut Dampak Teknologi Digital pada Kesehatan Mental dan Cara Mengatasinya
|Baca juga: Apakah Strategi Investasi Jangka Panjang Masih Relevan di Tengah Gejolak Pasar?
Dalam konstruksi perkaranya, terdapat dua skema dalam pengadaan mesin EDC ini, yaitu skema beli putus dan sewa. Dalam skema beli putus meliputi pengadaan 2020 sampai dengan 2024 sebanyak 346.838 unit senilai Rp942 miliar.
Sementara skema sewa untuk 2020 sampai dengan 2024 sejumlah 200.067 unit senilai Rp1,2 triliun. Dengan demikian, total anggaran dalam pengadaan tersebut senilai Rp2,1 triliun. Pada proses pengadaannya, diduga EL bersama IU dan CBH sepakat menjadikan EL sebagai vendor EDC Android di BRI dengan melibatkan PT BIT.
|Baca juga: Harga Bitcoin Tembus Rekor, Bakal Terus Menguat?
Kemudian IU mengarahkan uji teknis hanya untuk merek tertentu saja. Proses uji teknis tidak diumumkan secara terbuka, dan Term of Reference (TOR) disesuaikan untuk menguntungkan pihak tertentu. Selain itu, penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) didasarkan pada harga dari vendor yang telah dikondisikan menang, bukan dari harga resmi.
|Baca juga: Ternyata Ini 5 Alasan Kenapa Kamu Sulit Menabung
|Baca juga: Waspadai Penurunan Kinerja, Ini Cara Tetap Produktif di Tempat Kerja
Selain itu, ditemukan fakta dalam skema sewa EDC, vendor pemenang mensubkontrakkan seluruh pengadaan tersebut tanpa izin dari BRI. Atas pengkondisian pengadaan mesin EDC di BRI ini, hitungan awal nilai kerugian keuangan negaranya mencapai Rp744 miliar.
Selanjutnya sebagai imbalan atas dimenangkannya proyek, CBH diduga menerima hadiah dengan nilai total Rp525 juta dari EL. Selain itu, terdapat dugaan pemberian komisi dari PT Verifone Indonesia kepada RSK sebesar Rp5.000 per unit per bulan, dengan total mencapai Rp10,9 miliar hingga 2024.
|Baca juga: Mau Karier Lebih Sukses? Waktunya Kamu Menerapkan Work Life Integration!
|Baca juga: 5 Strategi Tepat Atasi Doom dan Revenge Spending
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang, Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News