Media Asuransi, JAKARTA – Pasca pandemi Covid-19, industri asuransi jiwa di Indonesia kembali menghadapi sebuah persoalan serius dengan nilai klaim yang terus meningkat akhir-akhir ini. Situasi ini pun dirasakan langsung oleh PT Asuransi Allianz Life Indonesia sejak ada wabah Covid-19 hingga 2023 ini. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) juga menyoroti peningkatan pembayaran klaim untuk produk asuransi kesehatan.
Setelah 3 tahun lebih masyarakat Indonesia berjuang bersama menghadapi pandemi Covid-19 yang dinyatakan berakhir sejak Juni 2023 lalu, saat ini kita dihadapkan pada kondisi banyak masyarakat mencari pengobatan atau meningkatnya permintaan perawatan di rumah sakit.
Data AAJI yang disajikan pada paparan kinerja industri asuransi jiwa semester I/2023, Agustus lalu menyebutkan bahwa klaim asuransi kesehatan yang dibayarkan industri asuransi jiwa mencapai Rp9,39 triliun, naik 35,3 persen secara tahunan atau year on year (yoy) di semester I/2023.
Peningkatan terjadi sejak pertengahan tahun lalu, dan menjadi perhatian pelaku industri asuransi. Sejak pertengahan tahun 2022, pertumbuhan klaim kesehatan selalu berada di atas 25% khususnya untuk klaim kesehatan perorangan.
|Baca juga: Allianz Meningkatkan Standarnya Dengan Rencana Transisi net-zero Yang Ambisius Pada tahun 2050
Peningkatan pembayaran klaim asuransi kesehatan menjadi hal luar biasa bagi industri. AAJI juga melakukan beberapa diskusi melalui COO Forum yang membuahkan rekomendasi untuk menyusun beberapa program dalam rangka menanggulangi hal ini.
Sebelum itu, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon, menyatakan bahwa dalam 5 tahun terakhir, nilai klaim asuransi kesehatan individu (individual health) yang dibayarkan terus meningkat dari US$0,31 miliar pada 2018 menjadi US$0,69 miliar pada 2022. Adapun asuransi kesehatan kumpulan (group health) sebesar US$0,34 miliar pada 2018 dan menjadi US$0,40 miliar pada 2022.
Media Workshop
Dalam acara media workshop Allianz Indonesia tahunan bertajuk “Biaya Medis Naik Terus, Apa yang Sebaiknya Dilakukan?”, 13 September 2023 secara virtual mengungkapkan hasil Survei Mercer Marsh Benefits (MMB) 2021-2023 tentang Estimated Medical Trend Summary yang menjelaskan peningkatan inflasi medis di Indonesia selama 3 tahun terakhir sampai mencapai 13,6% pada 2023 dari sebelumnya sebesar 12.3% di tahun 2022, lebih tinggi dari proyeksi Asia di angka 11,5%.
Hasil survei juga menyebutkan bahwa biaya kesehatan masyarakat yang terus meningkat tersebut bahkan melebihi inflasi ekonomi di angka 3,3 persen per Agustus 2023. Ini berarti inflasi medis mencapai empat kali lipat dari inflasi ekonomi. Selanjutnya tentu saja inflasi ini mempengaruhi biaya operasional, suplai, administrasi dan fasilitas kesehatan.
Sedangkan menurut Asia Pacific Personal Habits Survey 2022, terjadinya kenaikan hal tersebut antara lain disebabkan oleh gaya hidup masyarakat selama pandemi yang tidak sehat, khususnya pada Gen Z dan milenial. Kondisi ini meningkatkan timbulnya penyakit seperti obesitas maupun penyakit metabolik.
Dalam survei disebutkan bahwa penundaan pengobatan yang dilakukan masyarakat selama pandemi memberikan dampak buruk terhadap penyakit yang sedang diderita sehingga makin memperparah penyakit dan membutuhkan biaya yang lebih besar.
|Baca juga: Di Tengah Polusi Udara Tinggi, Allianz Indonesia Beberkan Tips Olahraga agar Tetap Nyaman dan Aman
Di sisi lain, fakta yang juga sedang kita hadapi saat ini adalah kondisi biaya kesehatan yang terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan melonjaknya kebutuhan masyarakat untuk berobat ke fasilitas kesehatan.
Chief Product Officer Allianz Life Indonesia, Himawan Purnama, mengatakan bahwa workshop ini menjadi bagian dari komitmen Allianz untuk terus mengedukasi masyarakat seputar asuransi, termasuk mengenai asuransi kesehatan dan kenaikan biaya medis yang memiliki dampak cukup besar bukan hanya bagi masyarakat maupun perusahaan-perusahaan asuransi tapi juga bagi para pelaku medis. “Melalui sesi ini, kami berharap masyarakat dapat lebih bijak dan cerdas menghadapi kenaikan biaya medis,” ujar Himawan.
Dalam Media Workshop itu, dokter Ariska Sinaga dari Rumah Sakit Premier Bintaro mengungkapkan bahwa selain hal-hal tersebut, peningkatan prevalensi penyakit kronis di masyarakat yang terus meningkat dari tahun ke tahun ditandai dengan semakin banyaknya kasus kesehatan/penyakit degeneratif di masyarakat dari kelompok usia yang masih muda juga berperan dalam menyebabkan tingginya permintaan perawatan di rumah sakit.
“Ketersediaan jumlah nakes di Indonesia yang tidak sebanding dengan jumlah pasien yang membutuhkan perawatan/pengobatan serta adanya kemajuan teknologi terbaru dari dunia medis dan kedokteran secara keseluruhan juga berperan dalam menyebabkan biaya kesehatan terus meningkat.” tambahnya.
Namun sayangnya, lanjut Ariska, terjadinya peningkatan biaya medis ini masih belum membuat masyarakat Indonesia menyiapkan sumber pendanaan untuk biaya kesehatan agar tidak menjadi beban pengeluaran pribadi.
Terbukti dari data yang dirilis Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), hingga tahun 2019, sebanyak 61 persen dari total masyarakat Indonesia masih membayar biaya perawatan kesehatan secara mandiri memakai uang pribadi tanpa jaminan dari BPJS maupun asuransi. Salah satu penyebabnya adalah karena tren kenaikan biaya medis melebihi kenaikan rata-rata gaji masyarakat.
Sementara, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat kenaikan tahunan rerata gaji karyawan sebesar 1,8%. Sangat jauh jika dibandingkan dengan proyeksi inflasi ekonomi pada tahun 2023 yang mencapai 3,5% apalagi inflasi medis yang mencapai 13,6%.
Sementara itu, Metta Anggriani CFP, Perencana Keuangan & Founder Daya Uang, memberikan informasi mengenai cara yang dapat dilakukan masyarakat untuk menghadapi kenaikan biaya medis.
|Baca juga: Allianz Berbagi Tips: Waspada Kelamaan Bekerja Saat Duduk Bisa Timbulkan Banyak Masalah Kesehatan
“Mengelola keuangan dengan baik adalah cara yang paling utama dalam menyiasati kenaikan biaya medis. Masyarakat perlu mengatur budget dan membuat pos-pos kebutuhan untuk menjaga kesehatan setiap bulannya, termasuk menebalkan dana darurat,” kata Metta.
Selain itu, Metta juga mengingatkan masyarakat untuk memastikan diri dan keluarga terdaftar menjadi peserta Program Jaminan Kesehatan yang aktif seperti BPJS, dan juga melakukan evaluasi berkala terhadap kondisi kesehatan (Medical Check Up) dan keuangan (Financial Check Up) maupun produk-produk asuransi yang dimiliki.
Dalam hal ini, Himawan Purnama menambahkan bahwa dalam menghadapi kenaikan biaya medis masyarakat perlu mempersiapkan yang terbaik, terlebih saat risiko kesehatan datang. Menurutnya, hal yang paling tepat adalah dengan memiliki proteksi tambahan melalui produk asuransi kesehatan. “Tidak dipungkiri memang perusahaan asuransi cukup terdampak dengan adanya kenaikan biaya medis yang menyebabkan meningkatnya pembayaran klaim secara drastis sehingga perusahaan harus melakukan penyesuaian biaya atau repricing,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa repricing dilakukan dengan melalui berbagai pertimbangan yang menyeluruh dan proses yang panjang. Adapun untuk perubahan produk, termasuk penyesuaian biaya juga melibatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk kepentingan dan keamanan nasabah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Himawan mengatakan bahwa tidak ada kata terlambat untuk memiliki asuransi kesehatan, meskipun kenaikan biaya medis yang didorong inflasi medis sudah terjadi di Indonesia, calon nasabah tetap akan mendapatkan manfaat dan kenyamanan serta mampu mengelola manajemen risiko di tengah inflasi medis dengan asuransi kesehatan.
“Prinsipnya adalah semakin muda, semakin baik karena ketika membeli asuransi kesehatan selagi sehat, premi yang dibayarkan pun akan lebih ringan,” lanjutnya. Selain itu ia juga menambahkan, calon nasabah perlu jujur dan rinci dalam mengisi SPAJ agar tidak terjadi kendala kedepannya saat melakukan klaim,” ujarnya.
Himawan melanjutkan, bagi para nasabah yang sudah memiliki asuransi kesehatan dan mengalami kenaikan biaya medis maupun biaya asuransi, untuk bersikap bijak dan cerdas, karena asuransi kesehatan memberikan proteksi tambahan bagi Anda sesuai dengan ketentuan yang berlaku jika terjadi risiko sehingga Anda lebih terlindungi dari segala risiko finansial jika terjadi suatu penyakit, dengan begitu tidak akan membuat bengkak tagihan biaya kesehatan Anda.
“Ketahui limit dan pengecualian dari produk asuransi kesehatan yang dimiliki karena bukan berarti asuransi kesehatan bisa menjamin semua penyakit. Selain itu terapkan prinsip ‘uang besar uang kecil’ dan memahami bahwa mengeluarkan uang untuk kenaikan biaya asuransi pada akhirnya akan membantu nasabah terhindar dari biaya yang lebih besar ketika terjadi risiko sakit,” tutur Himawan.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News