1
1

Baterai Lithium Jadi Risiko Baru bagi Industri Asuransi, Kok Bisa?

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Media Asuransi, GLOBAL – Baterai lithium-ion (Li-Ion) yang menjadi tulang punggung berbagai perangkat modern kini memicu risiko signifikan, khususnya bagi industri asuransi. Laporan terbaru dari QBE Insurance menyoroti ancaman ini, mulai dari kerusakan properti hingga gangguan bisnis akibat insiden terkait baterai Li-Ion.

Baterai ini banyak digunakan pada ponsel, laptop, kendaraan listrik (EV), hingga sistem penyimpanan energi terbarukan karena kepadatan energi yang tinggi, umur panjang, dan biaya yang terus menurun. Namun, di balik keunggulannya, risiko seperti thermal runaway, kondisi ketika baterai terlalu panas, hingga memicu kebakaran atau ledakan tetap menjadi perhatian utama.

|Baca juga: Robby Loho Jadi Dirut Marein (MREI), Sarkoro Handajani Jadi Preskom

|Baca juga: 2 Komisaris Lippo General Insurance (LPGI) Mengundurkan Diri

“Risiko ini tidak hanya berdampak pada keselamatan pengguna, tetapi juga menimbulkan kerugian besar bagi sektor asuransi akibat kerusakan properti, cedera, dan gangguan operasional,” ujar QBE Insurance, dikutip dari Insurance Asia, Kamis, 5 Desember 2024.

Contohnya, New York City melaporkan 92 kebakaran terkait baterai Li-Ion pada 2023, yang menyebabkan sembilan korban jiwa dan 64 luka-luka.

Insiden lainnya termasuk ledakan pabrik di Korea Selatan yang menewaskan 22 orang dan kebakaran di pusat daur ulang Glasgow pada Juni 2023, yang mengganggu aktivitas bisnis dan warga sekitar. Selain itu, kebakaran e-bike di Inggris meningkat dari 158 kasus pada 2022 menjadi 270 kasus pada 2023, menurut London Fire Brigade.

|Baca juga: Fauzi Arfan Jadi Presdir Manulife Syariah Indonesia

|Baca juga: Dikabarkan Jadi Dirut Marein (MREI), Robby Loho Mundur sebagai Preskom

Ketergantungan pada bahan mentah seperti lithium dan kobalt juga memicu kerentanan rantai pasok, terutama karena dominasi China dalam ekstraksi dan pengolahan. Ketegangan geopolitik berpotensi mengganggu pasokan, memaksa pengembangan teknologi yang terburu-buru, dan berisiko terhadap keselamatan pengguna.

Untuk mengatasi tantangan ini, regulasi seperti pedoman Uni Eropa 2023 tentang manajemen siklus hidup baterai mulai diterapkan, namun perlu diperbarui secara berkala agar sejalan dengan perkembangan teknologi.

“Produsen harus menerapkan kontrol kualitas yang ketat dan mematuhi standar keselamatan terbaru,” kata QBE.

|Baca juga: Bank Mandiri (BMRI) Perkuat Kredit Hijau untuk Masa Depan Berkelanjutan

|Baca juga: AAUI: Industri Asuransi Umum Tumbuh 14,5% di Kuartal III/2024

Industri asuransi kini dihadapkan pada kebutuhan untuk menyesuaikan penilaian risiko mereka. Selain kerugian finansial akibat produk cacat atau penarikan produk, risiko reputasi juga menjadi ancaman nyata. Hanya dengan kolaborasi antara regulator, produsen, dan asuransi, risiko ini dapat diminimalkan secara efektif.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Dewan Asuransi Australia Dukung Rekomendasi Senat terkait Risiko Iklim pada Premi Asuransi
Next Post Shanta Life Insurance Resmi Beroperasi di Bangladesh

Member Login

or