Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong optimalisasi pertumbuhan industri asuransi di Tanah Air, termasuk di ranah syariah. Untuk itu, peran Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Perasuransian didorong agar perasuransian bisa berkembang lebih maksimal di masa mendatang.
|Baca juga: LSP Perasuransian Syariah Bidik Optimalisasi di 3 Sertifikasi Ini
|Baca juga: Saham Emiten Bakrie Group Beterbangan Usai Anindya Bakrie Jadi Ketum Kadin
Meski demikian, ada sejumlah tantangan dan kendala terutama berkaitan dengan sertifikasi yang harus dihadapi atau ditekan sedemikian rupa guna memaksimalkan pertumbuhan industri asuransi terutama asuransi syariah di Tanah Air. Hal itu sejalan dengan langkah regulator yang terus mendorong peningkatan daya saing industri perasuransian.
|Baca juga: UMKM Rogoh Kocek untuk Proteksi Asuransi Siber di Tengah Ancaman yang Meningkat
“Kami berkomunikasi dengan dua asosiasi (asuransi) di industri kalau semua tenaga pemasar dalam hal ini agen wajib disertifikasi ini kelihatannya ada beberapa kendala,” kata Direktur LSP Perasuransian Syariah Erwin Noekman, dikutip dari TVAsuransi, Rabu, 18 September 2024.
Kendala finansial
Salah satu kendala yang dimaksudkan Erwin yakni terkait finansial. Ia mengatakan di AAJI terdapat 500 ribuan agen, di AAUI ada 60 ribuan agen, dan total gabungan antara umum dan jiwa di industri syariah ada sekitar 150 ribuan agen. Kesemuanya jika disertifikasi maka membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
|Baca juga: BTPN Komitmen Berdayakan Nasabah Purnabakti untuk Raih Hidup Lebih Berarti
“Kurang lebih kita hitung gampang satu juta orang itu harus disertifikasi di masing-masing, mau di AASI, AAJI, atau AAUI. Pertama dengan satu juta orang maka berapa biaya ekonomi yang harus keluar. Karena untuk sertifikasi tidak mudah dan murah,” kata Erwin.
|Baca juga: Manajemen Adhi Karya (ADHI) Buka Suara Soal Tuntutan Perkara PKPU
|Baca juga: Saham BSI (BRIS) Sentuh Level Tertinggi, Diborong Investor Asing?
“Kalau kita hitung-hitung semisal biaya sertifikasi Rp1 juta maka sudah Rp1 triliun uang berputar di industri. Hanya untuk sertifikasi saja. Biaya terlalu tinggi,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News