Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan ada sejumlah tantangan yang dihadapi industri asuransi syariah di masa mendatang. Kondisi itu membuat regulator jasa keuangan berfokus untuk membantu industri bisa tumbuh lebih maksimal dan meminimalisir risiko yang muncul.
“Ada beberapa aspek yang jadi perhatian terkait tantangan (industri asuransi syariah) ke depan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, dalam webinar bertajuk ‘Asuransi Syariah dan Produk Khas Syariah: Saatnya Diversifikasi Produk?‘ yang digelar Media Asuransi, Selasa, 18 Maret 2025.
Tantangan yang dimaksudkan Ogi pertama peningkatan struktur permodalan pada asuransi syariah yang sesuai dengan POJK. Kedua, spin off perusahaan asuransi syariah yang harus dilaksanakan paling lambat Desember 2026. Ketiga, kehadiran era digitalisasi mengharuskan perusahaan asuransi syariah wajib meningkatkan platform digitalnya.
|Baca juga: CEO BMS Ungkap Rahasia Sukses yang Jarang Diketahui Pemimpin Lain!
|Baca juga: OJK Meluncurkan Portal Data dan Metadata Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi
“Karena ini menjadi fenomena di industri keuangan termasuk industri asuransi syariah harus punya layanan digital,” ucapnya.
Keempat, secara bersama-sama harus meningkatkan literasi kepada masyarakat terutama terkait asuransi syariah. “Jadi kami mendorong kerja sama antara asosiasi dan pelaku usaha asuransi untuk bersama-sama melakukan literasi ke masyarakat, termasuk program-program, pengembangan, hingga pendidikan kepada masyarakat tentang asuransi,” tuturnya.
Terkait hal itu, masih kata Ogi, OJK sudah mengeluarkan POJK terkait pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di PPDP di mana setiap perusahaan asuransi termasuk syariah wajib menyediakan dana pengembangan SDM di angka 3,5 persen dari total realisasi anggaran beban pegawai.
“Kemudian penekanan kepemilikan sertifikasi. Jadi kita memperkuat direksi, komisaris, dan pemegang saham. Harus punya kompetensi dan dibuktikan dalam laporan keuangan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Ogi mengatakan, OJK telah menerapkan peraturan di mana Lembaga Jasa Keuangan (LJK) syariah wajib menutup pertanggungan kepada perusahaan asuransi syariah. Harapannya bisa memberi stimulus positif. Namun perusahaan asuransi syariah wajib menyiapkan diri mengenai produk apa saja yang dibutuhkan oleh LJK syariah.
“Nanti perbankan ada kewajiban spin off dan LJK berbasis syariah memerlukan pertanggungan syariah dan itu hanya bisa dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah. Akan ada pengembangan produk yang harus disesuaikan dengan kebutuhan industri di mana ada industri halal, wakaf, sedekah, dan ini harus dikembangkan perusahaan asuransi syariah,” tuturnya.
|Baca juga: Sompo Insurance Perkenalkan Skema Baru Asuransi Kesehatan untuk UMKM
|Baca juga: Industri Asuransi Syariah Berpotensi Cetak Kinerja Gemilang? Ini Kata Bos Asuransi Raksa Pratikara
Tak berhenti sampai di situ, Ogi menambahkan, untuk mendukung asuransi syariah OJK sudah melakukan beberapa inisiatif yakni bagaimana membentuk peta jalan pengembangan dan penguatan perusahaan asuransi yang di dalamnya mengatur asuransi syariah. Kemudian ada inisiatif yang OJK sebut business matching antara pelaku usaha syariah dan masyarakat.
“Kita juga menerbitkan SE tentang mekanisme spin off asuransi di mana ini memberikan suatu kepastian hukum terhadap perusahaan-perusahaan asuransi syariah maupun membentuk perusahaan asuransi syariah yang baru. Kemudian kita juga menyusun buku khutbah PPDP syariah,” ucapnya.
“Ini adalah inisiatif yang menunjukkan perhatian dari OJK terkait pemahaman dan peningkatan literasi dari prinsip-prinsip dalam hal asuransi syariah. Nantinya buku (khutbah) ini digunakan pemuka agama dalam memberikan literasi khusus asuransi syariah kepada masyarakat,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News