1
1

Industri Perbankan dan Asuransi di Filipina Dihantui Masalah Akses Kredit UMKM hingga Ancaman AI

Ilustrasi. | Foto: Insurance Asia/Igor Omilaev from Unsplash

Media Asuransi, GLOBAL – Industri perbankan dan asuransi di Filipina tengah menghadapi tantangan besar dalam mendukung sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hal itu guna mengatasi ancaman penipuan berbasis kecerdasan buatan (AI) dan mengatasi dampak perubahan iklim dalam operasional mereka.

Partner dan Office Head Bain & Company Patricia Buenaventura Nichol menyoroti masa depan manajemen kekayaan di segmen ritel dan kelas menengah atas. Ia menekankan meskipun pelanggan menginginkan dukungan manusia dalam perjalanan finansial mereka, namun mereka juga memiliki tingkat kepercayaan yang rendah terhadap Relationship Manager (RM).

“Sebagian besar pelanggan ini masih kurang terlayani meskipun jumlahnya sangat besar,” ujarnya, dikutip dari Insurance Asia, Kamis, 13 Maret 2025.

|Baca juga: Kelola Dana Rp14 Ribu Triliun, Danantara Jadi Mesin Uang atau Bom Waktu?

|Baca juga: OCBC Hadirkan Kampanye #BaiknyaBarengBareng untuk Bangun Masyarakat Lebih Kuat dan Maju

Untuk menjawab tantangan ini, teknologi AI generatif bisa menjadi solusi, meskipun AI tradisional tetap berperan penting. Masalah akses kredit bagi UMKM juga menjadi isu krusial. Berdasarkan data pemerintah, UMKM menyumbang lebih dari 99 persen dari total bisnis di Filipina.

Namun, sekitar 79 persen pelaku usaha kecil masih mengalami kesulitan mendapatkan pendanaan akibat minimnya rekam jejak kredit dan dokumen keuangan. Fei Yong, Manajer di YCP, mencontohkan keberhasilan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang menyalurkan 82 persen portofolio pinjamannya ke UMKM dengan tingkat kredit macet hanya 2,78 persen.

Menurutnya, ada tiga solusi utama untuk mengatasi kesenjangan pendanaan ini yakni skema penjaminan kredit, pemanfaatan platform pinjaman digital, serta penggunaan model penilaian kredit alternatif.

Di sisi lain, ancaman AI terhadap keamanan data semakin meningkat. Chief Information Security Officer Maybank Marlon Sorongon mengungkapkan maraknya deepfake telah membuat institusi keuangan sulit membedakan antara interaksi nyata dan manipulasi digital.

“Sekarang kita tidak bisa lagi dengan mudah mempercayai video atau rekaman suara,” katanya.

|Baca juga: ASEI Luncurkan 2 Produk Asuransi Mudik untuk Berikan Masyarakat Rasa Tenang saat Pulang Kampung

|Baca juga: Atur Siasat Krom Bank Indonesia (BBSI) Menjemput Masa Depan Lebih Cerah

Bank dan perusahaan asuransi pun dihadapkan pada keharusan berinvestasi dalam teknologi AI untuk melawan ancaman AI itu sendiri. Di tengah perubahan lanskap perbankan, risiko lingkungan juga menjadi perhatian utama.

Chief Risk Officer Sun Life Philippines Ria Mercado menegaskan perusahaannya mulai mengurangi emisi karbon dan berinvestasi pada proyek-proyek berkelanjutan. Jun Palanca dari ING mengatakan kepatuhan terhadap target net zero tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga menarik minat generasi muda untuk bergabung dalam industri keuangan.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Harga Emas Menguat di Tengah Ketidakpastian Tarif Impor
Next Post Paper.id Dorong UMKM Lebih Cerdas dalam Digitalisasi dan Pengelolaan Keuangan

Member Login

or